webnovel

Chapter 5

"Anna?" panggil Angel begitu ia menutup buku bergambar yang tadi dibacanya.

Dilihatnya Anna tengah terduduk di lantai dengan wajah pucat pasi. Angel mulai menepuk-nepuk bahu Anna, tapi tak ada jawab darinya.

"Anna!" panggilnya lagi. Kali ini lebih keras daripada sebelumnya, tapi tetap tak ada respon. Angel semakin bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Tidak biasanya Anna yang terkenal hyperaktif ini diam saat dipanggil. Mata biru langit milik Anna masih menerawang jauh.

"Ann-" ucapan Angel terpotong saat dua buah lengan memeluknya dengan gemetar.

Angel tak tahu harus apa, tapi dalam ketidak tahuanya itu dielusnya rambut pirang milik Anna dengan lembut. Bagaikan seorang ibu yang tengah menenangkan anaknya.

"Ada apa?" tanyanya berhati-hati.

"Bu Guru... Bu Guru Amel barusan disini," ucap Anna ragu. Tersirat ketakutan dari nada bicaranya.

"Kau melihat penampakan. Sudahlah. Lupakan dan kau akan tenang. Tidurlah." bisik Angel tepat ditelinga Anna. Bisikan lembut yang membuatnya terbuai ke alam tidurnya.

"Um... ah..." Anna mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Sinar matahari yang mengintip dari balik jendela membuat matanya silau. Samar dilihatnya siluet berbentuk pantat ayam yang tengah memandang keluar di dekat jendela.

Dengan malas ia bangkit dari tempat tidur, menyibakkan selimut berwarna orange dengan gambar pisang bertebaran diatasnya.

"Em, pagi Ann," sapa Jis saat disadarinya Anna sudah terjaga. Anna hanya mengangguk lemah dan berjalan menuju kamar mandi. Berniat mencuci kedua wajahnya dan mengembalikan nyawanya yang bergentayangan selama ia tidur.

Jis tersenyum sembari meletakkan cangkis kopinya. Ia berjalan menuju lemari es yang disediakan di setiap kamar. Diambilnya sebuah mie instan, menuangkan air panas dan meletakkanya di atas meja. Rutinitas pagi yang terkadang membuat orang lain berfikir kalau mereka ini sepasang kekasih.

Walau Jis menyangkal ucapan itu namun di dalam hatinya ia berharap itu semua menjadi nyata. Hanya saja sampai saat ini Anna belum juga memberi jawaban atas pernyataan cintanya semenjak 2 minggu yang lalu. Apa boleh buat, kelihatanya Anna masih terpukul dengan kematian Amel dan sibuk mencari bukti bahwa Sere tidak ada sangkut pautnya dengan ini semua.

Jis yang bosan menunggu Anna keluar dari kamar mandi mengambil surat kabar yang diedarkan oleh sekolah. Membolak baliknya tanpa membaca isinya, karena topik yang dibahas sama, penampakan hantu.

Entah mengapa, akan tetapi setiap malam selalu ada murid yang berteriak membuyarkan kehenigan malam. Jis sebenarnya tidak percaya dengan hal itu, tapi kalau dia mau memikirkan secara logis... sulit memikirkan trik mengenai hal yang dilihatnya pada pemakaman Amel.

Halaman-demi halaman terus terbuka hingga akhirnya ada tema lain. Disatukanya kedua alisnya.

"Voting guru yang dibunuh musim panas?" gumam Jis bingung. Dibacanya berulang kali judul artikel itu, tapi tak ada satu-pun ide yang terbesit. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membaca lanjutan dari artikel berita yang aneh itu.

Hola! Ini dia nih hasil voting tahun lalu yang sudah ditunggu-tunggu. Voting untuk menentukan siapa guru yang akan mati musim panas tahun ini.

Tapi pasti sudah tahu siapa juaranya, 'Amel'!

Nah! Sebagai info tambahan ini dia voting yang lain.

Amel - 69 suara.

Chandra - 68 suara.

Zuna - 67 suara.

Melisa, Santoso, dan Rama- masing masing 3 suara.

Wah, wah, lagi-lagi peringkat 1, 2 dan 3 saling kejar.

Nah, kalau begitu tahun depan siapa ya?

Mari kita tunggu saja.

"Entah perasaanku saja atau memang kematian Amel ada sangkut pautnya dengan ini," gumam Jis. Artikel yang tidak masuk akal terutama belum ada 1 bulan Amel meninggal dibunuh.

Kalau diingat lagi saat itu Nisa ada disana dan bersimbah darah. Tapi kenapa yang disalahkan oleh para guru dan senior itu Sere?

Apa gadis itu pernah melakukan sesuatu hingga mereka membencinya hingga sedemikian rupa?

Kalau iya apa?

Kalau bukan lalu apa?

Jis terus berkutat dengan berjuta pertanyaan yang tidak bisa diuraikan 1 per 1.

Tanpa disadarinya sepasang mata biru langit memperhatikannya sambil tetap memasukan mie instan ke dalam mulut mungilnya.

"Jis, kau sedang memikirkan apa?" tanya Anna begitu semua mie di mangkuk itu habis. Yang tersisa hanyalah kuah yang dimunumnya nanti.

"EKH! GYAAA!" Jis tersadar dari lamunannya dan berhasil membentur lantai dengan kerasnya setelah kursi yang didudukinya kehilangan keseimbangan.

"Ann... sejak kapan kau disini?" tanya Jis sembari mendirikan kursi yang jatuh.

"Um, 30 menit yang lalu," jawab Anna dengan wajah polos tanpa dosa. Jis hanya memijat keningnya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Anna balik. Jis menghentikan aktifitasnya memijat kening dan memandang ke arah Anna.

Disodorkannya koran sekolah, tepat pada bagian yang baru saja dibaca.

Dengan bingung Anna membaca surat kabar itu. Selesai membaca didekatkannya koran itu ke depan matanya. Sebelumnya jarak koran dengan matanya sekitar 30 centi. Sekarang menjadi 25centi dan jarak itu makin menipis setiap Anna selesai membaca artikel. Mungkin ia takut salah baca.

Dengan tampang horor dialihkan pandanganya ke arah Jis. Pemuda berambut hitam itu hanya mengangguk kecil.

"Apa mungkin ini ada sangkut pautnya dengan kematian Amel dan dituduhnya kak Sere?" tanya Anna. Dipandanginya dalam-dalam mata onyx milik Jis dan menunggu jawab darinya. Jis hanya menggeleng kecil.

"Entahlah, yang jelas kita harus bertanya pada penulis artikel itu," jawab Jis. Tersirat keragu-raguan dari ucapanya itu.

"Penulis artikel? Um... kakakmu dunk,"

"Kok dia?"

"Nih, ada tulisanya. Penulis hari ini Markum!" Anna menempatkan jarinya pada bagian penulis. Jis  sweatdrop. Dia lupa membaca bagian itu.

"Kita tanya nanti di workshop ya?" ajak Anna optimis. Ia tidak menyadari awan mendung di atas kepala Jis.

.

.

.

Sam berjalan sendiri menuju danau yang sering di datangi oleh Sere.

"Wah, tumben nih. Ada apa Sam?" tanya Sere yang tengah duduk di bawah pohon rindang.

Dipangkuannya duduk seekor anak kucing hitam.