webnovel

Selendang MERAH BERDARAH ( Horor 21+)

Hari ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari paling bahagia. Hari ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari paling bermakna bagi setiap orang. Namun, tidak bagi Dalila. Gadis kecil berusia 5 tahun, yang harus kehilangan seluruh keluarganya di hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi dirinya. Melihat jasad kedua orangtua yang berlumur darah dengan mata kepala sendiri di usia yang masih sangat muda. Dendam tertanam dalam dirinya sejak saat itu. Gadis kecil yang awalnya sangat manis dan lucu, kini berubah menjadi seperti monster yang suka memangsa siapapun yang datang ke tempat kediamannya. Selendang berwarna merah, hadiah ulang tahun yang di berikan ibunya waktu itu. Kini selalu melilit di kepalanya, menjadi sebuah hiasan yang menambah pesona cantik wajahnya. Selendang merah, yang seakan-akan menjadi senjata untuk menarik mangsa datang mendekat. Dalila, dialah gadis cantik berselendang merah. Kini ia telah tumbuh dewasa dan penuh dendam yang membara.

Tiana_Mutiara · History
Not enough ratings
4 Chs

Peringatan warga sekitar.

Seperti yang telah di sepakati waktu itu di bar, kini kedua pemuda itu pun kembali bertemu untuk pergi ke sebuah hutan dan berburu di sana.

Sebelum memasuki hutan, kini kedua nya melewati sebuah pedesaan terpencil di pinggiran hutan.

Saat mereka hendak mengemudikan mobil affroad yang mereka kendarai untuk memasuki hutan, tiba-tiba datang beberapa warga desa menghentikan kedua nya.

"Kalian mau kemana ?" Tanya warga desa.

"Kami akan memasuki hutan untuk berburu." jawab Arland.

"Oh ya sudah silahkan, tapi ingat ya, kalian jangan pernah mendekati rumah tua yang ada di atas bukit, inti nya kalian jangan pernah mendekati area rumah itu." Pesan beberapa warga dengan penuh kewaspadaan.

"Kenapa memang nya pak ?" tanya Arland penasaran.

"Setiap orang yang masuk hutan ini, dan mendekati rumah tersebut, semua nya mati, tidak ada satu pun yang selamat." Kata si bapak warga dengan ekspresi wajah komuk nya.

"Kok bisa pak ?" tanya Arland lagi penasaran.

"Saya dengar-dengar, rumah tua itu di huni oleh hantu seorang gadis cantik berselendang merah. Dan siapa pun yang menginjakkan kaki di rumah tersebut, pasti akan mati." Jawab si bapak menceritakan apa yang ia dengar dari beberapa orang.

"Hahahaha ada-ada saja, jaman sekarang mana ada hantu pak ?" Gelak tawa Arland pun meletus saat mendengar pernyataan si bapak, yang menurut diri nya sama sekali tak masuk akal.

"Lah, sungguh. Kalian berdua jangan meremehkan nya, inti nya kalian jangan dekati rumah itu, semua nya demi keselamatan kalian." Ujar si bapak memberi peringatan terakhir, setelah itu warga desa tersebut pun berlalu pergi meninggalkan Arland dan Nero.

"Baiklah pak, terima kasih atas peringatan nya." ucap Arland.

Sepeninggal nya warga tersebut, kini kedua nya tertawa lepas, seakan-akan mengejek peringatan dari para warga, yang tadi nya memberi peringatan pada kedua nya.

"Hahahahaaaa jaman sekarang mana ada yang nama nya hantu." ujar Arland tertawa keras, hingga seluruh wajah nya pun memerah.

"Begitulah orang desa, masih percaya hal-hal mistis dan takhayul haha." Nero pun menanggapi dengan tawa juga.

"Ya sudah ayo kita lanjutkan perjalanan kita, dan apakah benar jika di dalam hutan itu ada sebuah rumah yang di sebut bapak tadi ? Aku ingin melihat nya, dan membuktikan nya." ujar Arland yang memang suka tantangan.

"Haiiiish, aku melupakan sesuatu yang sangat penting." ucap Nero saat menyadari hal yang seharus nya ia bawa untuk berburu lupa tak ia bawa.

"Apa itu ? Apakah sepenting itu ?" tanya Arland penasaran.

"Ya ini sangat penting, dan tanpa itu perburuan kita kurang seru." jawab Nero serius.

"Apa itu ?" tanya Arland lagi.

"Anak panah ajaib ku." Jawab nya mantap.

"Anak panah dari kakek mu itu ya ? Yang selalu tepat sasaran pada mangsa."

"Benar, bagaimana ini ? Aku tidak bisa berburu tanpa itu." ujar Nero.

"Heeem bagaimana ya ? Oh begini saja, bagaimana kalau kamu telfon Kiano, suruh dia kemari untuk menemani ku masuk hutan duluan, dia rumah nya yang paling dekat. Kamu pulanglah dulu untuk mengambil anak panah, nanti balik lagi dan ajaklah kawan-kawan yang lain. Bukan kah lebih seru berburu ramai-ramai, sekalian kita camping." kata Arland dengan ide nya yang brillian.

"Ok. Kalau begitu aku pulang dulu, kamu carilah rumah warga untuk menumpang istirahat sejenak, sembari menunggu Kiano datang. Aku akan langsung menghubungi Kiano setelah mendapatkan sinyal nanti." ujar Nero.

"Baiklah, hati-hati di jalan."

Nero pun meninggalkan Arland sendiri di desa terpencil tersebut.

Tak berapa lama kemudian, akhir nya Nero telah berhasil menemukan sinyal. Ia segera menghubungi Kiano, dan meminta nya agar segera pergi ke sebuah desa terpencil yang berada di pinggiran hutan larangan.

"Arland sudah menunggu mu di sana, aku akan share lokasi nya sekarang." ujar Nero pada seseorang yang berbicara dengan nya di dalam telepon tersebut.

"Ok."

Setelah menyelesaikan perbincangan singkat di telepon, Nero segera mengirim lokasi pada Kiano. Dan ia pun kembali mengemudikan mobil nya menuju pulang untuk mengambil anak panah kesayangan yang di beri oleh kakek nya beberapa tahun yang lalu.

__________________

Di sebuah desa terpencil, terlihat Arland di perlakukan baik oleh warga sekitar, dan lagi-lagi para warga mengingatkan diri nya agar tidak mendekati rumah tua yang ada di puncak bukit di tengah-tengah hutan larangan tersebut.

Arland menahan rasa kesal nya, merasa muak dan bosan mendengarkan ceramah dari para warga. Namun, sekesal apa pun, ia harus tetap tenang dan menghargai mereka yang sudah bersikap baik dan ramah pada nya. Apa lagi Arland juga sudah di tolong oleh mereka, yang memberi diri nya tempat berteduh dan makanan untuk mengisi perut kosong nya.

Dari kejauhan kini ia melihat sebuah mobil Affroad mendekat. Arland merasa sangat lega, karena akhir nya Kiano datang, dan Arland bisa segera pergi dari segerombolan orang-orang yang sedari tadi memberi ceramah panjang lebar tentang rumah tua di hutan larangan tersebut.

"Maaf bapak, ibuk, saya harus pergi, teman saya sudah datang. Terima kasih banyak atas bantuan nya." ucap Arland yang langsung saja meninggalkan para warga. Ia benar-benar sudah tidak tahan dengan mereka yang menurut Arland terlalu banyak memberi peringatan kepada nya.

"Baiklah, sama-sama. Ingat pesan kami ya, jangan mendekati rumah tua. Sampaikan juga pada teman mu untuk tidak mendekati rumah tua itu." Ujar salah satu warga yang kembali memberi peringatan pada Arland.

"Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu." Arland pun kembali melangkah meninggalkan mereka yang masih setia memantau kepergian Arland.

Sesampai nya di mobil, Arland terkejut saat melihat ada 3 orang di dalam nya. Kiano di kursi pengemudi, dan ada dua orang teman lagi di kursi belakang.

"Lah, Tio ? Kamu juga ikut ?"

"Iya hehe." jawab Tio.

"Siapa yang kalian bawa itu ?" tanya Arland saat mendapati seorang gadis cantik duduk di samping Tio.

"Dia kekasih ku Agnes, tidak apa-apa kan aku bawa pacar ? Kata nya kalian sekalian mau camping, jadi nya aku ikut saja dan membawa pacar ku hehe." jawab Tio sembari tertawa cengengesan.

"Heeem sekali pun aku melarang nya, juga sudah terlambat. Kau pasti tidak akan membawa pacar mu kembali pulang." ujar Arland sedikit kecewa, karena sebenar nya ia kurang suka jika dalam perburuan nya harus ada manusia lemah (Wanita) yang ikut serta.

"Sekali ini saja kawan, aku tidak akan mengulangi nya lagi." ucap Tio memohon, agar Arland tidak kecewa pada nya.

"Oke, ya sudah ayo kita berangkat." Arland pun meminta Kiano untuk melajukan mobil nya.

"Bagaimana dengan Nero ? Kita tidak menunggu nya ?"

To be continued...