1 Bloody birthday.

30-Desember-2007.

"Happy birthday Lila, happy birthday Lila,"

Sebuah lagu ulang tahun terdengar merdu di sebuah mansion megah bak istana raja. Terlihat keluarga kecil sedang merayakan hari ulang tahun putri nya yang ke 5.

Jam menunjukkan pukul 00.00, sepasang suami istri muda diam-diam memasuki kamar putri kecil nya yang sedang tertidur pulas dengan membawa sebuah kue ulang tahun beserta lilin berangka 5 yang telah menyala di atas nya.

"Dalila, bangun sayang," Bisik sang ibu pelan di telinga gadis kecil itu.

Perlahan-lahan, gadis kecil bernama Dalila Anastasya itu pun membuka kelopak mata nya. Dan mulailah terukir sebuah senyuman indah di bibir mungil nya yang merah merekah.

"Selamat ulang tahun sayang, untuk sementara kita rayain ulang tahun kamu bertiga dulu ya. Besok-besok, setelah papa tidak sibuk, kita rayain lagi dengan mengundang semua teman mu." Ucap sang papa sembari mengecup kening putri nya.

"Baik pa." Dalila pun menurut.

Beberapa saat kemudian, kini acara ulang tahun sederhana itu pun telah selesai. Keluarga bahagia tersebut membagikan kue ulang tahun kepada para pelayan yang bekerja di rumah tersebut.

"Dalila tidur lagi ya, mama sama papa mau tidur juga." Kata sang ibu.

"Baik ma."

----------------------------

Tak lama kemudian, baru saja Dalila mulai kehilangan kesadaran nya. Tiba-tiba terdengar suara seperti letusan yang sangat kencang, serta suara teriakan manusia yang saling bersahutan.

Gadis kecil yang masih sangat begitu polos itu pun beranjak dari tidur nya tanpa rasa takut. Ia hendak keluar dari kamar nya, berniat memeriksa apa yang terjadi di luar sana. Namun, saat ia ingin memutar knop pintu, tiba-tiba terdengar suara ayah nya dari luar, meminta agar putri nya tidak keluar dari kamar tersebut, dan tetaplah mengunci pintu.

"Dalila, jangan keluar, tetap di dalam sayang." Teriak ayah nya menghentikan langkah gadis kecil itu.

"Ku mohon jangan sakiti putri ku, biarkan dia hidup, dia tidak berdosa, dia hanya gadis kecil yang malang."

"Putra ku, tembak jantung nya, kau harus belajar mulai dari sekarang, kau satu-satu nya penerus ku." Suara asing terdengar di luar, membuat Lila yang masih mematung di dalam sana ketakutan. Takut jika ayah nya akan di sakiti oleh pemilik suara asing itu.

"Baik ayah." Suara lain nya terdengar lagi.

"Pa_papa, jangan sakiti papa ku." teriak Dalila sembari menggedor-gedor pintu kamar nya.

Doooooooorrrrrrrr....

Suara tembakan terdengar, darah segar mengalir memasuki kamar Dalila melewati celah pintu bagian bawah. Suara papa nya pun tak lagi terdengar di telinga Dalila.

Beberapa saat kemudian, di luar telah sunyi senyap, tak ada sedikit pun suara yang terdengar. Dalila memberanikan diri, memutar knop pintu, dan perlahan-lahan membuka nya.

"Aaaaaaaaaaaaaa," teriak Lila histeris saat mendapati sang papa tengah berbaring dengan berlumur darah.

"Papaaaa, papaa banguuuun." Gadis malang itu menangis sembari menggoyang-goyangkan tubuh ayah nya yang tak bernyawa.

"Mama, mama dimana ?" ucap Lila saat teringat akan ibu nya yang tak terlihat.

Ia pun melangkah kan kaki mungil nya untuk mencari sang ibu. Namun, lagi-lagi ia di buat histeris ketakutan saat melihat para pelayan yang terkapar di lantai dengan berlumur darah.

Dalila memberanikan diri walau pun tubuh nya terus bergetar, ia menuju kamar orang tua nya, dan di sanalah ia menemukan sang ibu yang juga telah tak bernyawa.

Hancur sudah hidup gadis kecil yang malang itu, di hari ulang tahun nya yang ke 5, dalam sekejap mata ia di hadiahi nasib buruk, yaitu kehilangan kedua orang tua dan menjadi yatim piatu.

Di hari ulang tahun yang seharus nya menjadi moment paling indah bagi anak-anak seusia nya, kini malah menjadi moment yang paling buruk untuk Dalila.

Tangan mungil itu pun mengepal keras, mata nya menatap tajam ke arah jasad sang ibu yang berlumur darah. Sebuah amarah yang teramat besar tumbuh dalam jiwa nya, tumbuh menjadi sebuah dendam yang membara.

----------------------------

Januari-2022.

Tempat clubbing, dimana para manusia berkumpul. Bersenang-senang, minum, makan, berpelukan, berciuman, hingga bisa lebih dari itu.

Nero Brinley, pria berwajah tampan bak seorang pangeran, berusia 30 tahun dengan tubuh yang gagah dan tegap, memiliki tinggi badan 190cm. Terlahir dari keluarga sultan, ayah nya Jorney Brinley adalah bos mavia yang terkenal kejam dan sadis. Tak ada seorang pun yang berani menyinggung keluarga nya.

"Nero, apakah besok kamu ada waktu luang ?" tanya Arland teman sejati nya.

"Ya, ada apa ?" jawab Nero dengan suara nya yang berat khas pria dewasa.

"Besok aku akan berburu ke sebuah hutan larangan, mau ikut ?" ajak Arland yang memang sangat hobi berburu.

"Ok. Siapa saja yang akan ikut besok ?"

"Cukup kita berdua saja."

"Ok. Aku juga bosan di penthouse sendiri, lebih baik ikut dengan mu."

"Apa kau masih bermusuhan dengan ayah mu ?"

"Aku tidak bermusuhan, hanya saja aku enggan untuk bicara dan pulang ke rumah." jawab Nero sembari menghisap nikotin yang ia pegang.

"Jangan begitu, bagaimana pun dia adalah ayah mu yang telah berjuang membesarkan mu seorang diri. Tidak mudah loh membesarkan seorang anak sendirian, apa lagi seorang ayah yang juga harus mencari nafkah." ujar Arland memberi sedikit nasehat yang baik.

"Bukan maksud ku untuk menjalin hubungan buruk dengan nya, tapi aku hanya tidak mau jika ayah terus menerus melakukan kejahatan. Dia tidak ada henti nya membunuh orang, aku lelah dengan hidup nya yang di penuhi kegelapan seperti itu." kata Nero dengan wajah putus asa.

"Heeey jangan begitu, kau satu-satu nya penerus ayah mu, apa salah nya dengan pekerjaan ayah mu ? Ayah mu tidak akan membunuh sembarang orang, dia membunuh karena beralasan." ucap Arland mencoba menjadi penengah di antara Nero dan ayah nya yang memiliki hubungan kurang baik.

"Aku ingin mengajukan satu pertanyaan untuk mu."

"Silahkan, apa itu ?" tanya Arland.

"Apa kamu tidak ingin berhenti ? Apa kamu tidak muak hidup seperti itu terus ?" tanya Nero, yang ternyata sahabat nya tersebut juga bekerja dengan ayah nya sebagai seorang mavia.

"Kamu benar. Ya sebenar nya aku lelah, tapi aku tidak akan berhenti sebelum aku mencapai impian ku." jawab Arland dengan sorot mata serius.

"Impian ? Apa impian mu ? Aku akan membantu mu untuk mencapai nya, asalkan kau berhenti menjadi pengikut ayah ku." ujar Nero tegas.

"Aku ingin mencapai nya dengan jerih payah ku sendiri, jadi kamu tidak perlu repot-repot Nero." ucap Arland sembari menepuk bahu sahabat nya.

"Ku harap kamu segera mencapai nya, dan berhenti dari pekerjaan yang penuh dosa itu."

To be continued...

avataravatar
Next chapter