webnovel

Selembar Surat Kontrak

Rara sangat putus asa mengenai masalah keuangannya. Demi kelangsungan hidupnya, Rara bersedia menjual Ginjalnya kepada Seorang Kakek yang kaya raya. Namun, bagaimana jika kakek tersebut meminta Rara untuk menikahi cucunya? Rey yang putus asa mencarikan donor ginjal untuk kakek mendapatkan sebuah harapan dari seorang wanita yang mau memberikan ginjalnya. Namun kakek meminta Rey untuk menikahi wanita itu sebagai permintaan terakhir dari kakek. Rey dan Rara pun setuju untuk menikah namun Rey sudah menggaris bawahi pernikahan ini. Bahwa pernikahan ini hanya Sebuah Kontrak. Mereka sepakat untuk tidak saling jatuh cinta. Namun jauh dalam hati, Rey sudah memiliki cinta untuk Rara.

An_Autumn · Urban
Not enough ratings
311 Chs

Cocok

3 hari telah berlalu sejak Rara melakukan pemeriksaan kecocokan ginjal di rumah sakit. Kini Rara sedang menunggu hasilnya dengan cemas.

Saat itu setelah Rey tiba-tiba memeluk Rara. Rara terduduk lemas, Rara tak mengerti mengapa Rey melakukan hal itu namun yang Rara rasakan pelukan itu hanyalah pelukan untuk meyakinkan Rara bahwa semua baik-baik saja. Rara yakin tidak ada perasaan apapun diantara mereka. Namun setelah Rara selesai melakukan pemeriksaan Rey sudah tidak ada lagi kelihatan. Rey pergi begitu saja.

Suara ponsel berdering, Rara melihat dilayar siapa yang meneleponnya. Rey. Rara tak tau harus berkata apa karena sejak pemeriksaan hari itu Rara belum ada lagi bertemu atau berbicara dengan Rey. Rara memutuskan untuk mengangkat panggilan telepon itu.

"Halo"

"Hai"

Secara bersamaan mereka memulai pembicaraan. Sejenak keheningan melanda mereka. Rara merasa sangat canggung, karena ini pertama kalinya Rey menghubungi dirinya. Rara memang sudah mendapatkan nomor ponsel Rey dari Dokter Alex namun Rara tak pernah menghubunginya.

"Aku menghubungi mu untuk menanyakan bagaimana kabar mu. Dan juga maafkan aku. Saat kau sedang melakukan pemeriksaan, aku pergi begitu saja. Aku harus balik ke kantor dan aku tak sempat untuk memberitahumu" Rey menghela napas di sebrang telepon. Rara tak tau harus berkata apa. Rara berpikir untuk apa Rey meminta maaf padanya. Jika Rey ingin pergi, pergi saja tak perlu untuk menghubungi dirinya. Karena jika Rey melakukan hal itu, menghubungi Rara saat Rey akan pergi. Rara akan merasa seperti sedang dibutuhkan dan diperhatikan. Rara sudah lama sekali tidak merasakan hal itu.

"Aku baik-baik saja. Aku rasa kau tidak perlu untuk meminta maaf padaku. Kau juga tak perlu untuk memberitahu ku. Dan aku juga tak punya hak untuk meminta kau tetap tinggal." Rara merasa jawabannya terlalu berlebihan. Namun apalah daya Rara sudah terlanjur mengatakannya dan tak bisa ditarik lagi.

"Ya kau benar. Aku senang kalau kau baik-baik saja" Entah mengapa hati Rey terasa sakit saat mendengar Rara mengatakan bahwa dirinya tak punya hak untuk meminta Rey tetap tinggal. Memang tak ada hubungan apapun antara Rey dan Rara. Kalau begitu apa pelukan yang Rey berikan saat itu juga tak berarti apa-apa bagi Rara. Memang pelukan itu sebenarnya adalah pelukan untuk mengatakan pada Rara bahwa semuanya baik-baik saja. Tindakan Rey itu sebenarnya sangat tidak pantas dilakukan karena mereka baru saja bertemu dan tidak terlalu mengenal satu sama lain.

Namun, saat itu Rey sangat ingin melakukannya karena Rey melihat kekhawatiran yang wanita itu rasakan dan tanpa pikir panjang Rey langsung mendekapnya. Benar saja wanita itu menangis. Tangisannya membuat hati Rey terasa seperti dicabik-cabik.

"Apa hanya itu saja yang ingin kau katakan? Aku punya urusan lain untuk dikerjakan" Rara tak mengerti Rey yang tiba-tiba diam saja dan tidak mengatakan apapun lagi. Sebenarnya apa yang dipikirkan Rey tentang dirinya. Akhir-akhir ini selalu terlintas dalam benak Rara tentang sosok Rey. Tapi Rara hanya mengabaikannya. Rara berpikir mungkin itu hanya perasaan sepintas saja.

"Ah maaf aku tadi sedang memikirkan hal lain. Apa Alex sudah menghubungi mu. Dia mengatakan pada ku bahwa hasil tes nya keluar hari ini. Aku ingin mengajak mu pergi bersama mendengar hasil tes nya. Kalau kau tidak keberatan. Aku akan menjemputmu" Rey diam dan hanya terdengar tarikan napas Rara yang teratur.

"Aku belum mendapatkan kabar dari Dokter Alex. Tapi jika memang seperti itu. Aku mau pergi bersama mu mendengar hasil tes nya" Ucap Rara begitu saja. Rara sepertinya sudah kehilangan akal menerima begitu saja penawaran Rey untuk pergi bersama ke rumah sakit. Tapi itu hanyalah niat baik Rey yang ingin menjemput Rara pergi mendengar hasil tes nya. Jika Rara langsung menolak penawaran Rey bukankah Rara sangat jahat dan seperti tidak memiliki hati nurani. Rara berusaha untuk menggaris bawahi bahwa Rey hanya ingin melakukan niat baik dengan menjemputnya untuk pergi ke rumah sakit bersama.

Rey yang mendengar itu langsung menarik kedua sudut bibirnya dan membentuk senyuman lebar. Saking lebarnya Rey merasa seperti seorang Joker. Namun entah mengapa Rey sangat bahagia mendengar apa yang baru saja Rara katakan. Dan entah bagaimana itu berhasil meningkatkan mood Rey 180 derajat.

"Baiklah, aku akan menjemputmu pukul 3 sore. Kirimkan saja pada ku alamat mu" Kata Rey girang dan sambil menahan senyum. Rey takut Rara bisa mendengar kebahagiaan yang dirasakan Rey yang terucap jelas dari nada bicaranya.

"Ya, nanti akan ku kirimkan. Terima kasih Rey. Sampai jumpa nanti"

"Baiklah. Sampai jumpa nanti"

Sambungan telepon pun terputus. Walaupun sudah tidak berbicara dengan Rara lagi namun Rey masih saja tersenyum dengan lebarnya.

"Maaf pak, saya datang untuk memberikan dokumen yang berisikan tentang wanita itu seperti yang bapak minta" Raditya, sekretaris Direktur Utama HNS Company bingung melihat bos nya bisa tersenyum dengan lebar seperti yang baru saja dilihatnya. Sejak hari pertama Raditya bekerja untuknya, baru kali ini dia melihat Rey tersenyum seperti itu. Pantas saja bos nya tidak mendengar ketukan pintu Raditya, ternyata dia sedang sibuk tersenyum sampai tak sadar bahwa Raditya datang

Rey yang kedapatan sedang tersenyum lebar, langsung mengontrol kembali raut wajahnya.

"Apa kamu sudah kehilangan sopan santun? Kenapa kamu tidak mengetuk pintu terlebih dahulu" Raut wajah Rey sudah kembali seperti sedia kala. Dingin, jutek dan tak berbelas kasihan.

"Saya minta maaf pak. Namun saya sudah mengetuk pintu. Sepertinya bapak yang tidak mendengarnya." Raditya justru mengatakannya sambil menahan senyum di bibirnya. bos nya ini pasti sedang menahan malu karena kedapatan tersenyum lebar.

"Baiklah kamu boleh pergi. Terima kasih untuk ini. Ah dan juga kamu langsung pulang saja, tidak usah menunggu saya karena saya mau kerumah sakit." Jawab Rey seraya memegang dokumen yang diberikan Radit. Mendengar itupun Radit mengangguk mengerti dan segera keluar dari ruangan Rey.

Dokumen yang berada ditangan Rey berisi data pribadi seseorang. Dan seseorang itu adalah Kazura. Setelah mengetahui bahwa Rara lah yang akan mendonorkan ginjalnya. Rey langsung meminta Raditya untuk mencari informasi tentang wanita itu. Kini dokumen itu sudah berada ditangannya. Entah mengapa segala hal yang berhubungan dengan Rara terasa sangat menarik perhatiannya.

****

Rey sudah berada di depan sebuah rumah sesuai dengan alamat yang di kirim oleh Rara. Sudah sekitar 15 menit Rey sampai di tempat itu, namun Rey belum menghubungi Rara. Karena Rey datang lebih awal, Rey takut Rara belum siap jika Rey meneleponnya sekarang. Pada akhirnya Rey hanya menunggu di mobil saja sambil menanti pukul 15.00 wib.

Namun tiba-tiba saja, seorang wanita keluar dari dalam rumah dan memutuskan untuk duduk di teras sambil menunggu kedatangan seseorang. Tak lain itu adalah Rara, tanpa pikir panjang Rey langsung keluar dari mobilnya dan menghampiri pagar rumah Rara.

"Kazura, aku sudah datang" Rey seperti nya mengagetkan Rara karena Rara terlihat jadi gelagapan. Buru-buru ia mengunci pintu rumahnya dan berlari menuju pagar dimana Rey sedang menunggu.

"Aku sudah selesai. Apa kau sudah datang dari tadi?" Tanyanya salah tingkah sambil membenarkan pakaiannya padahal pakaiannya tidak kusut sama sekali. Entah mengapa Rey jadi ingin tersenyum. Namun segera ditahannya.

"Pukul 14.45 wib aku sudah berada disini. Aku sengaja tidak menghubungi mu karena takut kau belum siap jadi aku menunggu di mobil. Namun ketika aku melihat mu duduk di teras rumah, aku langsung keluar dari mobil dan menghampiri mu" terang Rey panjang lebar. Masih dengan tampang datar, Rara hanya tersenyum tipis. Tipis sekali sampai itu tak bisa disebut senyuman.

"Ayo, kita berangkat sekarang" Semangat Rara langsung muncul begitu saja. Dia sudah tak sabar mendengar hasilnya.

****

"Kau juga datang Rara. Saya baru saja mau menghubungi mu" Senyum Dokter Alex sangat terpancar pada wajahnya. Siapa saja yang melihat senyumannya pasti akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa cara Dokter Alex tersenyum sangat memikat. Rara pun tersenyum menanggapi Dokter Alex. Mungkin ini kabar baik. Batin Rara

"Aku yang menghubungi Kazura untuk pergi bersama ke rumah sakit. Tak usah basi-basi lagi. Jadi bagaimana hasilnya. Ku harap itu hasil yang baik" Entah mengapa Rey berbicara dengan nada ketus tertuju pada Alex. Dia tak suka melihat Alex tersenyum dengan cara seperti tadi pada Rara. Itu sangat mengganggunya.

Rara cukup terkejut mendengar Rey berbicara seperti itu. Padahal sudah Rara katakan untuk memanggil Rara saja. Namun tetap saja Rey memanggilnya Kazura. Rara sudah lama sekali tak mendengar ada orang yang memanggil dirinya tanpa nama panggilan. Tapi memang tak ada orang lain yang memanggil dirinya seperti itu selain Rey. Dan entah bagaimana itu membuat Rara senang.

"Hasil pemeriksaannya menunjukkan kalau antara pendonor dan penerima donor memiliki kecocokan. Persentasenya cukup tinggi sekitar 80% cocok. Itu artinya kita bisa melakukan operasi transplantasi." Dokter Alex menerangkan sambil menunjukkan kertas hasil pemeriksaannya.

Rara dan Rey sama sama terdiam. Masih terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Akhirnya harapan Rara bisa terkabul juga. Dengan ini Rara bisa melunasi Uang sewa kontrakan yang sudah tertunggak 3 bulan lamanya. Begitu pun Rey, harapan Rey terkabul. Akhirnya ada ginjal yang cocok untuk kakek. Rey merasa sangat senang sekali. Mereka bertiga sibuk dengan pikirannya masing-masing, namun suara Dokter Alex membangunkan mereka dari kebisuan.

"Saya hanya berharap semoga tubuh pasien tidak mengalami penolakan ginjal baru." Kata Dokter Alex memecah keheningan.