webnovel

SELAKSA CINTA UNTUK BIDADARI

Ini karya romance religi perdanaku, ya?sebenarnya sudah lama aku tulis. Tapi, hanya kuterbitkan secara online di beberapa episode saja. Di novel ini, aku menulis kisah seorang gadis shalihah bernama Arsyla yang hidup dalam kalangan keluarga religius. Seperti halnya gadis normal lainnya, Arsyla juga merasakan yang namanya cinta pada lawan jenisn. Tapi, dia memilih tetap diam dan memendam perasaannya pada pria tersebut, dan dengan rela melepaskannya demi rasa cintanya pada robb serta agamanya. Karena, pria itu beragama kristen. Arsyla tak peduli, meskipun Jordan sudah berkali-kali mengatakan padanya mau memeluk islam dan menjadi mualaf selama Arsyla mau menikah dengannya. Tapi, Arsyla tetap bersikeras mengatakan tidak. Gadis itu tak rela agamanya dibuat mainan. Dipeluk hanya demi mendapatkannya. Kelak, jika rasa cintanya sudah memudar, kemungkinan besar Jordan akan kembali pada agamanya yang dulu. Hingga akhirnya, Arsyla dojodohkan dengan seorsng TNI pilihan kyai pengasuh ponpes tempat dia menimba san mendalami ilmu agama. Mereka pun menikah dan memiliki anak. Di sisi lain, Jordan telah memutuskan memeluk islam bukan karena cinta pertamanya. Tapi, dari islam ia merasa hatinya tenang dan hidupnya damai. Maka, ia memutuskan mencari seorang kyai yang bisa mengislamkan dirinya dan memberi arahan serta bimbingan bagaimana agar bisa menjadi seorang muslim yang baik. Hingga suatu hati, tanpa sengaja Asyla kembali dipertemukan dengan Jordan di sebuah tempat yang sangat tak terduga. Saat itu Arsyla mengantarkan putra dari pernikahannya bersama Fikri sang TNI ke madrasah. Ia melihat sosok yang tak asing di matanya. Tapi, pakaiannya terlihat beda. Arsyla terkejut ketika putranya mengatakan kalau dia adalah ustadz nya, yang tak lain, dulu dia teman sejak SMA nya, Jordan. Bagaimana bisa? Sementara status Asyla sendiri kini adalah seorang janda. Karena, Fikri sang suamai telah gugur di medan prang.

All1110 · Teen
Not enough ratings
293 Chs

TUNANGAN

Selepas mencurhatkan permasalahan asmaranya pada Arsyla malam itu, kini berangsur-angsur suasana hati mbak Nur kian membaik. Tidak ada yang salah denga napa yang Arsyla katakana padanya. 'Benar, mungkin memamgn mas Rayyan bukanlah jodohku. Ke depannya aku tak usah lagi memikirkan tentang dia, dan mengirimkan surat padanya. Yang penting aku fokus saja ada diriku sendiri. Memperbaiki diri agar datang jodoh yang sepadan.' Batin mbak Nur dengan semangat.

Waktu berjalan sangat cepat. Tanpa terasa, kini sudah mendekati hari di mana Rayyan dan Arsyla akan melangsungkan acara lamaran., yang rencananya sekalian nikah siri, agar, jika Rayyan saat tidak sedang bertugas, sudah tidak ada dosa diantara keduanya jika mungkin ia ingin mengantar jemput Arsyla ke kampus, atau ke pondok pesantren untuk mengajar. Selain itu, jika pulang terlalu larut pun juga tidak menimbulkan fitnah dari tetangga sekitar.

"Kurang dari satu minggu lagi sudah acara tunagan kamu, Nduk. Apakah kamu tidak mengundang teman kamu dari pondok? Mbak, Nur, atau Ruroh itu yang dulu sering main ke sini?" tanya bu Halimah tiba-tiba Ketika melihat putrinya tengah membaca buku di halaman belakang menikmati suasana sore hari yang teduh.

"Tidak, Mi. biarkan saja mereka akan Syla undang nanti setelah pernikahan," jawab gadis itu berusaha tenang.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Oh, iya, Syla lupa belum sholat ashar tadi, Umi. Syla ambil wudlu dulu, ya?" ucap gadis itu, kemudian segera bergegas meninggalakan uminya.

Umi Halimah yang mendapati hal tak wajar drngan putrinya hanya menggeleng kepala saja. Bagaimana tidak, Syla yang selalu berbagi kebahagiaan dengan dua sahabatnya itu dari sejak MTS, kenapa tiba-tiba berubah menjadi demikian. Bukankah acara tunangan itu adalah hal yang bersejarah bagi wanita dan pria remaja? Tidakkan Aryla ingin mebagikan moment bahagia ini dengan teman-teman seperjuangannya yang sangat dekat itu?

Umi Halimah hanya diam dan mengelengkan kepala saja. ia masih berfikir dan berusaha keras mendapatkan jawban itu. Tapi… sepertinya nihil.

"Umi, kenapa melamun di belakang sendirian? Arsyla mana?" sapa pak Ahmad.

"Dia ada di dalam kamarnya, Bah. Bah, Umi kok merasa aneh dengan putri kita. Kira-kera kenapa ya?"

"Kenapa, Mi?" tanya pak Ahmad, pentuh antusias jika selalu berkaitan dengan putri sematawayangnya itu.

"Begini, kan sebentar lagi, dia akan melangsungkan acara tunagannya dengan nak Rayyan. Umi coba tanya, mengundang Nuraini dan Ruroh apa tidak? Dia tidak menjawab dan terkesan malah menghindar. Apakah mereka sedang dalam masalah?"

Pak hamdad berkerut kening. Ia melihat putrinya selama ini dengan dua sahbatnya itu saat di pesantren sepertinya juga baik-baik saja. tak nampak ada masalah atau kesalahpahaman sedikitpun diantara mereka bertiga.

"Ah, mungkin dia malu jika tunangan sekarang Bu. Kan selama ini dia pernah bilang, tidak akan menikah sebelum tamat kuliah. Tapi… sepertinya Allah berkehendak lain saja."

"Apa, iya?" Umi Halimah seoertinya kurang yakin dengan jawaban yang diberikan oleh suaminya.

"Kalau penasaran dan ingin tahu yang sebenarnya, coba saja, panggil dia dan tanyakan saja. Agar kita tahu."

"Baoak benar. Tapi dia sangat keras kepala. Mana mau dia bercerita atau memberi alasan?"

"Ya sudahlah, Umi. Toh in ikan Cuma tunangan saja. kalau dia tidak mengundang di acara pernikahan nanti, barulah, kita bisa mempertanyakan itu."

"Ya, Abah benar," ucap umi Halimah kemudian beranjak menuju dapur menyiapkan makan malam.

Sementara Arsyla yang berada di balik pintu yang tanpa sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya kini bernapas lega sambil memegang dadanya. Awalnya gadis itu hendak keluar untuk menemui abahnya. Hanya saja, belum sempat ia membuka pintu uminya sudah membuka obrolan terlebih dahulu pada abahnya tentang dirinya yang aneh. Aneh memang. Dia sendiri juga tidak tahu ini akan sampai kapan.

***

Waktu yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Arsyla masih berada di kamarnya setelah selesai di rias. Dari balik korden jendela kamar, ia mengintip suasana di luar sana, tamu tamu dari pihak pria sudah berdatangan. Artinya, sebentar lagi dia akan keluar untuk melaksanakan acara tunangan tersebut.

Jantungnya bedegup kian kencang bersaan dengan hatinya yang sudah sejak tadi berdebar-debar. Karena, ia akan melaksanakan tunagan dengan seorang pria yang bahkan tidak dia kenal sama sekali. Tapi, bukan itu yang jadi masalah, melainkan, pihak keluarga calon suaminya menyarankan agar mereka lamaran sekaligus menikah siri dulu supaya jika Rayyan memboncengnya keduanya sudah halal. Karena, mengurus pernikahan seorang abdi negara itu tidak semudah masyarakat biasa, begitupun sebagai calon istri, ada berbagai tes yang akan ia lakukan sebagai persyaratan, tak hanya tentang dirinya masih virgin atau tidak, namun juga di tes tentang wawasan pengetahuan umum, serta agamanya.

"Arsyla, apakah kau sudah siap, Nduk?" sapa umi Halimah yang entah sejak kapan, tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Iya, Umi. Insyaallah sudah siap," jawabnya sedikit tergagap.

"Abahmu meminta agar kau segera keluar bersama umi, ayo, Nak!"

Dengan patuh Aryla pun berjalan menghampiri uminya. Keduanya berjalan beriringan dengan lengan saling berkaitan menuju ke ruang tamu, tempat yang memang sudah didekorasi untuk acara tunangan sekaligus ijab siri.

Di sana, pandangan mata Arsyla langsung tertuju pada seorang pemuda dengan postur tubuh tegap, tinggi dan gagah dengan potongan rambut pendek, tipis bagian pinggir serta terdapat garis di sebelah nanannya memandang ke arahnya sambil tersenyum simpul. Arsyla menununduk malu. Ia tidak tidak mampu menatap terlalu lama pria dengan balutan baju koko berwarna maroon san sarung berwarna senada dengan corak klasik.

Ia pun duduk di belakang abahnya, tidak langsung berjajan dengan Rayyan. Selain masih belum menjadi mahram, acara itu juga dihadiri oleh kyai dan bu nyai pengasuh ponpes Baittil Jannati.

Acara pun berlangsung dengan hikmat dan lancar, mulai dari akad nikah siri, lamaran sampai pasang cincin. tentunya, acara pernikahan siri ini tidak diketahui oleh kesatuannya. Sekarang, mereka memberi waktu untuk dua pasangan baru itu untuk saling mengenal dan bertukar nomor ponsel.