16 KEKASIH HALAL

"Assalamualaikum, Dek Arsyla," sapa Rayyan Ketika melihat Arsyla berada di taman belakang rumah. Setelah saling tukar nomor ponsel tadi, gadis itu langsung berlari ke belakang rumah karena masih merasa malu dan canggung di depan suami dan mertuanya. Ya, Arsyla sudah memiliki suami. Tapi, atas kesepakan keluarga, mereka masih dianggap tunangan, ijab siri hanya menghindari zina saja.

"Waalaikum, Ma Rayyan." Gadis itu tertunduk malu, meskipun tubuhnya sudah berhadapan dengan imamnya.

"Kok tiba-tiba berada di belakang rumah saja? Mas nyariin lo," canda Rayyan sambiltersenyum memandang kecantikan wajah istrinya.

"Di dalam hawanya sangat panas," jawab Arsyla, mencari alasan.

Rayyan hanya tersenyum saja. Di lihat dari ekspresinya, seoertinya, Arsyla memang tidak pernah dekat dengan laki-laki. Beberapa kali gadis itu mencoba menyembunyikan rasa canggungnya dan berusaha untuk tetap tenang di hadapannya masih saja tidak bisa. Jadi, tidak ada pilihan lain selain dia ikut pulang bersama kedua orangtuanya. Terus memaksa Aryla juga kasian. Alangkah lebih baik jika komunikasi lewat chat saja agar lebih enak, dan mengajari Arsyla membiasakan diri dengannya.

"Dek, karena ini sudah larut, mas pamit dulu, ya? Kita lanjut ngobrol via chating saja."

"Baik, Mas," jawab Arsyla, bahkan untk berbasa-basi saja ia tidak bisa.

Rayyan tersenyum lembut, membuat ketampanannya kian terpancar saja, seperti matahri pagi yang memberi kehangatan di pagi hari. Awalnya, pria itu ragu untuk mendekati Arsyla. Tapi, ia berfikir, toh keduanya sudah halal. Anggap saja, pacarana. Beberapa Langkah saja, Rayyan sudah berada dekat sekali di depan Arsyla, dengan gentle, pria itu memeluk lembut tubuh Aryla dan mencium keningnya. Memang, itu hanya singkat, tidak sampai tigapuluh menit terjadi. Tapi, cukup membuat aliran darah Aryla terasa terhenti dan tubuhnya gemetaran hebat.

"Assalamualaikum," ucapnya lirih di dekat telinga gadis tersebut.

"Wa… waalaikumssalam," jawab Arsyla tergagap.

Rayyan hanya tersenyum dan melangkah ke dalam. Dia membiarkan istrinya yang belum diakui oleh negara itu mengatur napas dan pikirannya. Dia, juga tidak menertawakan Arsyla, sama sekali tidak. Senyumannya tadi adalah rasa bangga dan bersyukurnya karena sudah mendapatkan pasangan hidup seperti Arsyla.

"Nduk, mas Rayyan dan mertuamu mau pulang. Ayo, cepat temui dia," ucap umi Halimah dalam rumah.

"Iya, Umi," jawab Arsyla, tersentak dan kemudian berlari ke depan. Meskipun sebenarnya ia sangat malu sekali.

"Nduk, kami pulang dulu, jaga diri baik-baik, ya?" ucap Hj.Nafisa, ibunda Rayyan sambil memeluk dan mencium kedua pipi menantunya.

"Hati-hati, Umi." Kemudian, gadis itu bersalaman dan mencium tangan abah mertuanya, dan terakhir dengan suaminya yang baru saja dengan sangat berani memeluk singkat dirinya dan mencium keningnya.

Arsyla, abah dan uminya mengantarkan rombongan keluarga Rayyan sampai pintu gerbang. Sampai mobil-mobil mereka lenyap dari pandangan, mereka bertiga berbalik badan dan masuk ke dalam rumah. Tapi, tanpa kedua orangtua Arsyla ketahui, Arsyla mengambil napas dalam-dalam dan mengekuarkannya dengan panjang. Sepertinya lega, melihat mereka semua pergi. Karena, perlakuan Rayyan di belakang rumah tadi, membuat ia menjadi kian canggung saja.

Namun, tanpa gadis itu sadari, kesibukannya sehari ini melaksankan acara lamaran dan ijab siri sukses membuat pikirannya tentang Jordhan jadi teralihkan.

Sementara di dalam mobil Alphard warna hitam dengan nopol K.2705M, seorang wanita paruh baya terus ngobrol panjang lebar dengan putra kesayangannya. Bukan bermaksut untuk pilih kasih. Dia memiliki dua orang anak, yang satu laki-laki, dan yang satunya lagi perempuan. Jadi, kalau dia adalah putra kesayangan, maka sang adik adalah putri kesayangannya.

"Bagaimana, Le? Sudah ada berapa banyak hal saja yang kalian obrolkan saat berdua tadi?" tanyanya, semangat.

"Masih belum ada, Umi. Arsyla sangat pemalu."

"Apakah kamu juga diam saja, tidak berusaha mengajaknya bicara? Kalian itu sudah halal, bersentuhanpun jadi pahala dan melebur dosa," ucap Hj, Husnia, semangat.

"Ya, Sydah, Mi. Dia sangat grogi, jadi Rayyan beri dia waktu dulu lah. Kelak kalau sudah terbiasa, juga tidak akan demikian," jawab pemuda itu dengan bijak sana.

"Ya, kalau tidak Latihan dari sekarang, mau sampai kapan malu-malu begitu, Rayyan? Di aitu wanita. Wajar jika jadi pemalu begitu. Kamu, yang seorang pria, bersikaplah gentle!"

"Iya, Umi. Semua aka nada masanya," jawab Rayyan tidak mau berdebat.

Sementara Abahnya Rayyan dan Nafisah adik perempuannya yang duduk di depan menemani sang abah menyopir hanya tersenyum saja mendengar obrolan dua insan di belakangnya itu. Si anak tetap dengan karakternya yang kalem tenang dan cenderung santai, smeentara uminya, kebalikannya, heboh, ga sabaran dan sedikit buru-buru.

Tiba di rumah, selepas sholat magrrib, pak Arif mengajak putranya menikmati kopi di atas balkon. Sementara istri dan putrinya berada di dapur untuk menyiapkan makan malam.

"Kenapa menikah di KUA nya tidak menunggu tahun depan saja, Le? Setelah pangkatmu menjadi Lettu?" tanya pak Arif memulai percakapan.

"Karena Rayyan ingin, saat kenaikan pangkat nanti, tidak hanya dihadiri oleh abah, Umi dan Nafisah saja. Tapi, Ada Arsyla sebagai istri. Siapa tahu, kami sudah punya bayi saja, kan?"

Pak Arif hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala saja mendengar jawaban putranya yang kini menjadi perwira TNI AD dengan jabatan Letda senior.

"Kenapa abah bertanya demikian?"

"Tidak apa-apa. Cuma ingin tahu saja. itu bagus juga, Le. Ingat pesan abah, jadilah imam yang baik dalam keluarga, ya?"

"Iya, Bah. Insyaallah. Rayyan akan berusaha baik dan tidak berbuat menyakiti hati istri."

"Bagus," ucap pak Arif sambil menepuk bahu kekar putranya dengan rasa bangga.

"Abah, Mas Rayyan, dipanggil Umi, makan malam sudah siap," ucap gadis dengan berhijab lebar itu dengan suaranya yang selalu memancarkan keceriaan.

"Baik, kami akan segera turun," jawab abah, lalu memberi isyarat pada putranya turun untuk makan malam.

avataravatar
Next chapter