webnovel

Wanita Perebut Ayahku

Erland langsung berbalik. Menatap wanita bercadar itu.

"Dari mana kau tahu ayahku selingkuh?" tanya Erland. Tak banyak yang tahu soal perselingkuhan Eric. Hanya keluarga inti. Victoria, Sisilia, Bara dan Erland. Bahkan Renata saja tidak tahu. Perselingkuhan Eric sangat ditutup rapat oleh Keluarga Dewangkara. Meski Eric harus diusir dari rumah besar itu.

"Ta-tadi aku tak sengaja menguping pembicaraan nenek dan ibu," jawab Arisha. Terbata-bata menjawab pertanyaan Erland. Dia tahu Erland tidak suka masalah itu dibahas.

"Oh, tadi kau berdiri di depan pintu untuk menguping pembicaraan mereka?" tanya Erland. Tak disangka wanita bercadar itu berani sekali menguping pembicaraan nenek dan ibunya.

"Aku tidak sengaja, kebetulan aku melewati ruang kerja nenekmu dan mendengar pembicaraan itu," jawab Arisha sambil menundukkan kepalanya.

Wajah Erland berubah dingin. Mood-nya berubah drastis dari senang menjadi kesal. Perselingkuhan Eric menjadi kekecewaan terbesarnya pada sosok ayah yang selama ini begitu dihormatinya. Dia ingat betul ketika Eric lebih memilih wanita itu dari pada Sisilia.

Arisha menaikkan pandangannya. Menatap wajah Erland yang berbeda dari yang tadi.

"Erland aku minta maaf, lain kali aku tidak akan membicarakan hal ini lagi," ucap Arisha. Mungkin ke depan dia tidak akan membahas masalah Eric.

Dari pada membuat Erland marah padanya.

"Wanita itu sudah membuat ayahku mengkhianati orang yang tulus mencintainya," ujar Erland.

"Wanita? Kau kenal dia?" tanya Arisha. Penasaran dengan wanita yang disebut Erland. Sampai hati merebut Eric dari Sisilia dan keluarganya.

Erland menggeleng.

"Tidak ada yang tahu siapa dia selain ayahku," jawab Erland. Awalnya dia tidak ingin mengatakan apapun tentang perselingkuhan Eric tapi dengan bercerita pada wanita bercadar itu membuat hati Erland lebih lega.

"Terus bagaimana bisa nenek tahu ayahmu berselingkuh?" tanya Arisha.

Erland ingat betul hari di mana Eric menemui Victoria. Saat itu Erland masih kecil. Dia tak sengaja mendengar percakapan Eric dan Victoria di ruang kerja neneknya. Kala itu Erland membawa mainan baru untuk ditunjukkan pada Victoria tapi justru menguping pembicaraan mereka berdua.

"Bu, aku sangat menyayangi Sisilia dan kedua putraku. Tapi aku ..., aku mencintai seseorang. Aku ingin menikah dengannya," ujar Eric yang duduk di sofa bersama Victoria. Dia terlihat gugup saat mengatakan keinginannya.

"Apa kau bercanda Eric?" tanya Victoria. Terlihat dingin dan menatap tajam putra semata wayangnya.

"Tidak, aku mencintai seorang wanita, kami sudah lama menjalin hubungan. Aku ingin hidup dengannya," jawab Eric. Berbicara sambil menundukkan kepala.

Victoria terdiam. Raut wajahnya tampak kesal. Penuh rasa kecewa pada putra semata wayangnya yang seharusnya jadi penerus Keluarga Dewangkara.

"Tinggalkan wanita itu! Kalau kau masih ingin hidup dengan semua fasilitasku." Victoria mengancam Eric agar meninggalkan wanita itu. Dia yakin Eric tidak akan bisa hidup tanpa fasilitas darinya.

"Aku tidak akan meninggalkannya. Aku sangat mencintainya Bu," sahut Eric. Dia sudah dibutakan oleh cinta. Istri dan anaknya tidak lebih berharga dari wanita itu. Hal yang paling dia inginkan menikahi wanita itu dan hidup bersamanya.

"Eric!" pekik Victoria dengan suara yang keras. Tak pantas seorang suami bicara seperti itu hanya demi wanita lain. Seolah keluarganya tidak ada artinya di hati Eric.

"Maafkan aku Bu." Eric tak berani menatap mata Victoria yang marah. Dia sudah tahu hal ini akan terjadi.

"Siapa wanita itu? Aku akan membuat dia membayar semua yang sudah dia lakukan!" ujar Victoria berapi-api. Dia tak terima ada wanita yang berani menggoda anaknya.

Eric langsung bangun dari sofa. Dia berlutut di depan Victoria dan menundukkan kepalanya.

"Aku yang salah Bu bukan dia. Hukumlah aku! Jangan sakiti dia! Ku mohon!" ucap Eric. Dia tahu Victoria bisa melakukan apapun untuk menyakiti wanita yang dia cintai. Victoria sangat berkuasa apapun bisa dilakukannya. Termasuk menyingkirkan wanita itu dari hidup Eric.

"Kau memohon demi wanita itu?" bentak Victoria. Suaranya mengelegar hingga memenuhi ruangan itu. Membuat mainan di tangan Erland terjatuh. Namun Erland tetap diam. Matanya berkaca-kaca melihat dan mendengar semua itu.

"Aku sangat mencintainya Bu, aku sangat mencintainya." Eric berbicara sambil menangis. Dia takut Victoria murka.

"Lalu bagaimana dengan Sisilia? Dia istrimu!" pekik Victoria. Emosinya naik ke ubun-ubun. Tak disangka Eric yang kerap diam menyimpan rapat rahasia perselingkuhannya.

"Ibu tahukan aku tidak pernah mencintainya. Aku menikah dengan Sisilia atas keinginan ibu," jawab Eric. Dari pertama bertemu dan menikah dengan Sisilia, Eric tidak pernah mencintainya. Semua dia lakukan demi mengikuti keinginan Victoria.

"Setelah sekian lama kau baru mengatakan itu?" ujar Victoria.

Eric terdiam. Tak berani berbicara lagi. Dia tahu betul apa yang dikatakannya salah.

"Sekarang aku memberimu pilihan. Tinggalkan wanita itu atau ke luar dari rumah ini!" Victoria memberi dua pilihan agar Eric memilih salah satunya. Apa dia mau meninggalkan wanita itu atau meninggalkan rumah itu beserta kehidupannya di Kelurga Dewangkara?

Eric terdiam sesaat. Dia mengingat wajah istri dan kedua anaknya. Semua kenangan yang sudah dilaluinya meski tanpa cinta dengan kenangan saat bersama wanita itu.

"Aku akan pergi dari rumah ini Bu," jawab Eric. Keputusan besar yang harus dipilihnya. Dia harus meninggalkan istri, anak dan semua yang ada di Keluarga Dewangkara.

"Eric!" pekik Victoria. Tak habis pikir kenapa Eric lebih memilih wanita itu dari keluarga dan semua yang dimilikinya. Wanita itu sudah membuat seorang Eric tunduk pada cintanya.

Eric bangun. Dia berjalan menuju pintu dengan menundukkan kepalanya, meski Victoria terus meneriakinya. Eric tak menggubris. Keinginan Eric untuk hidup bersama wanita itu lebih besar dari semua yang telah dimilikinya. Eric melewati pintu, tak sengaja melihat Erland menangis di depan pintu. Menatap wajahnya penuh dengan air mata.

"Ayah!" ucap Erland.

Eric berjongkok di depan Erland. Menyeka air matanya. Hati Eric hancur melihat Erland yang mungkin mendengar pembicaraannya dengan Victoria.

"Maafkan Ayah, kau harus menjadi lelaki yang kuat. Jaga Ibu dan kakakmu!" ujar Eric. Matanya berkaca-kaca. Berat untuk meninggalkan keluarganya tapi dia begitu egois dengan cinta yang kini dirasakannya.

"Ayah! Jangan pergi!" sahut Erland.

Eric langsung memeluk Erland. Pelukan itu menjadi pelukan terakhir karena setelah itu Eric tak pernah kembali ke rumah Keluarga Dewangkara. Dia juga tidak diperbolehkan bertemu anak-anaknya.

"Ayahku lebih memilih wanita itu. Aku, kakak dan ibu tak ada artinya padahal kami sudah lama bersama. Mengukir banyak kenangan, tapi wanita itu sudah membutakan mata hatinya," ujar Evander. Matanya terlihat berkaca-kaca. Teringat saat Eric meninggalkan semuanya demi seorang wanita.

Arisha langsung memeluk Erland. Dia tahu apa yang dirasakan Erland saat ini. Pelukan dari Arisha membuat Erland terkejut tiba-tiba dipeluk. Jiwa mesumnya merajalela. Apa salahnya membalas pelukan itu. Tubuh wanita bercadar itu wangi, hangat dan mungkin baru pertama kali memeluk laki-laki. Erland menikmati pelukan itu mumpung wanita bercadar itu memberikan secara sukarela.

"Empuk juga dipeluk olehmu, sering-sering aja," ucap Erland.

"Erland, aku ikut bersimpati kenapa kau mesum sih?" sahut Arisha melepas pelukannya. Udah berbaik hati memeluk Erland malah dimesumin.

"Habis kau nempel, otakku travelinglah! Sudah beberapa hari tak menyentuh wanita haus juga," ujar Erland.

"Katanya mau insyaf? Ternyata tobat sambel toh," kata Arisha. Kembali mengingatkan keinginan Erland untuk berhenti meniduri banyak wanita.

"Oke, mulai besok. Bantu aku mendapatkan sekretaris berhijab itu!" pinta Erland.

"Eee ... gimana ya?" Arisha bingung. Masa dia mau membantu Erland mendapatkan hatinya.

"Sekretaris berhijab itu aku juga Erland. Bagaimana ini?" batin Arisha.

"Ayolah! Kau berhijab seperti Arisha. Pasti tahu bagaimana cara mendekatinya. Kali aja aku bisa jatuh hati padanya dan setia," ujar Erland.

"I-iya," jawab Arisha.

"Aduh, senjata makan tuan menyuruh Erland insyaf," batin Arisha. Niat hati agar Erland insyaf berujung terperangkap ucapannya sendiri.

"Ayo tidur sayang!" ajak Erland sambil merangkul Arisha.

"Bisakah kau amankan tangan mesummu?" tanya Arisha. Melotot ke arah lelaki tampan itu.

"Sabar sayang! Jangan ugal-ugalan lagi perutku sakit," jawab Erland. Dia tak sanggup jika wanita bercadar itu menggelitik perutnya atau bagian tubuh lainnya. Erland langsung melepas tangannya dan berbaring di ranjang. Begitupun dengan Arisha yang berbaring di sampingnya. Dia tidur membelakangi Erland. Takut cadarnya terlepas saat tidur.

"Aku pernah melihat wanita yang dicintai ayah," ujar Erland.

Arisha yang hampir tertidur, membuka mata lebar-lebar kembali dan berbalik.

"Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Arisha. Penasaran dengan wanita yang sudah menjadi duri dalam pernikahan Eric dan Sisilia. Bahkan Eric lebih memilih wanita itu.

"Sekali. Saat itu aku bolos sekolah untuk mencari ayah. Aku tersesat, untung ditolong seorang wanita yang baik hati. Tapi ternyata wanita itu ..." Erland mengingat masa lalunya saat berusaha mencari Eric karena dia rindu padanya.

"Wanita itu kenapa?" tanya Arisha.

"Wanita itu wanita yang dicintai ayahku," jawab Erland. Dia ingat betul wanita yang sudah merebut ayahnya dari istri dan keluarganya.

"Apa kau masih ingat wajahnya?" tanya Arisha.

Erland terdiam. Wajahnya tampak serius saat mendapatkan pertanyaan dari Arisha.

"Masih, jika aku bertemu dengannya lagi. Mungkin aku akan memakinya dan membalas semua yang sudah dilakukan wanita itu pada ibuku," jawab Erland. Saat itu dia masih kecil tidak bisa berbuat apa-apa tapi sekarang dia sudah dewasa dan berkuasa. Wanita itu harus mendapatkan balasan karena menjadi perebut suami orang.