webnovel

SEIN KIRI, BELOK KANAN

Hallo, terima kasih buat yang tetap setia baca meski udah digembok... insyaallah cerita ini kuupadate 3 bab sehari. ------------ Kisah cinta Nada, yang akhirnya berbelok arah. Ia menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan Aldo, tapi, tak kunjung dinikahi, sementara kedua orangtuanya sudah sangat resah mengingat usia yang semakin matang. Di perjalanan, ia malah dijodohkan dengan Alan, sosok yang dibenci. Pertemuan mereka diawali insiden menyebalkan, yang membuat Nada tak pernah bisa ikhlas menerima perjodohan dengannya. Pada akhirnya, Nada tidak mampu membantah orangtua, terutama Ayahnya sendiri. Menikah dengan orang yang dibenci, lantas meninggalkan sosok yang dicintai. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Alan menaklukkan hati Nada, atau malah melepas Nada di tengah jalan demi bersama Aldo.

da_pink · Teen
Not enough ratings
219 Chs

MENGOREK INFORMASI (1)

Saat hendak masuk ke dalam mobil, aku sengaja berdiri di belakang. Dugaanku benar, ia dengan santainya nyosor saja duduk di depan. Ingin tertawa rasanya, menertawakan dia dan diri sendiri. Entah siapa yang waras di antara kami. 

"Yani, lebih baik kamu duduk di belakang aja, supaya bisa berbaring. Di depan ini tempat istri saya."

Aku sudah membuka pintu belakang, tetapi demi mendengar titah Alan, segera kubantu wanita sakit ini untuk pindah ke belakang. 

Alan berkali-kali mengatakan, kalau diriku adalah istrinya. Artinya apa? Tidak mungkin 'kan, ia menegaskan status itu pada wanita lain, yang menurut dugaanku adalah istrinya juga. Sudah fix wanita ini ulet bulu, bakal-bakal pelakor. Aku harus super duper waspada, jika tak ingin kehilangan Alan. 

Yani menepis kasar tanganku, saat akan membantunya untuk turun. Ya amplop, jika saja bukan demi mempertahankan harga diri sebagai wanita cantik nan elegan, sudah dari tadi kupatahkan tulang belulangnya ini. Berani sekali berlaku kasar kepadaku, padahal ia sudah menjadi benalu buat kami, aku dan suami. 

Sesampainya di klinik, Alan tidak turun, ia justru memintaku yang menemani wanita ini ke dalam. Meski sangat enggan, tapi tetap kutemani dia masuk. Tak lama, sebentar saja, kami sudah kembali lagi ke mobil. 

Alan tak banyak tanya, yang penting semua penumpangnya sudah lengkap, sopir tampan ini segera melaju mengantarkan si sakit ke rumahnya. Sebab, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Kasihan Alan, besok dia juga harus bekerja. Hei, apa kabar aku? Besok 'kan juga kerja.

"Makasih, Alan, Mbak siapa?" 

Wanita ini benar-benar menguji kesabaran sekali, ya.

"Panggil Nada saja, secara usia, saya jauh lebih muda dari Mbak." Aku menjawab tanpa turun dari mobil. Sengaja membiarkan dia berjalan sendiri masuk ke dalam rumahnya, dia tidak sakit kok, dari tadi coba kubantu, ia tolak terus, ya sudahlah.

Alan juga tak menegur, artinya tindakanku tidak salah. 

"Oke, kami balik dulu." Tak menunggu waktu lagi, Alan segera melajukan mobil meninggalkan rumah yang berwarna sil ... ver.

Aku mengalihkan pandangan ke Alan. Apa ini kebetulan? Rumah wanita itu, baru kusadari, juga didominasi warna silver. 

"A'." Rasanya ingin segera mengonfirmasi soal ini.

"Apa Nada?" Alan terdengar seperti malas saja meladeniku. Dahinya berkerut, matanya juga sudah terlihat berat. Dia mengantuk sepertinya. 

"Nggak jadi, besok aja."

"Iya, besok aja ya, saya nggak sabar pengen sampe kasur ini." Alan menginjak pedal gas lebih dalam, mumpung jalan sudah mulai sepi. 

Kami sampai di rumah pukul satu lewat lima belas menit. Alan benar-benar tidak bisa menahan rasa kantuk. Sesampainya di dalam kamar, ia langsung saja tepar. 

*

Pipiku terasa ditepuk-tepuk, membuatku seketika membuka mata. Alan sudah siap dengan busana ke masjidnya. Baju koko, kain sarung dan peci. 

"Saya mau ke masjid dulu. Kamu salatlah lagi."

Tak berapa lama setelah mengucapkan itu, ia pun bergegas keluar, karena adzan sudah selesai. Beruntung masjid kompleks ini hanya berjarak lima rumah saja dari sini. 

Rasanya benar-benar mengantuk sekali. Aku bahkan tanpa sadar terlelap lagi. 

Kembali, pipiku terasa ditepuk-tepuk.

"Duh, apa sih?" Kesal sekali rasanya diganggu, saat sedang enak-enaknya tidur. 

"Kamu itu kesiangan. Gimana malaikat mau mengaminkan doa kamu, subuhnya aja hampir masuk waktu syuruq, malaikat keburu pergi."

Mataku masih ingin menutup, meski Alan sudah membawa sebagian kultum subuhnya pulang. 

"Hei, bangun! Nada!" 

Buset, aku sampai terkejut mendengar teriakannya tepat di telinga. 

"Apa sih, A'? Bangunin tu, lembut dikit napa?" protesku sambil bangkit dari tidur. 

"Pake cara lembut, nggak digubris. Pake cara keras, marah. Gimana sih? Kalo kamu kayak gini terus, entar saya terseret ke neraka juga lho."

"Makanya, besok-besok nggak usah ladenin ulet lagi. Nyusahin banget hidupnya." Aku tidak mau kalah, mengomel saja sampai ke dalam kamar mandi. Gara-gara urusin orang satu itu, makanya aku pun ikut tidur kemalaman, malah tidak bisa langsung tepar seperti dia. Banyak prosesi yang kulakukan, hingga akhirnya bisa memejamkan mata.

***