webnovel

Chapter I

"Wuaaaaaaaaaaaaah! Mah, kenapa Pai gak dibangunin sih?" teriakan terdengar dari kamar atas diiringi suara gaduh dan gak berapa lama setelah itu suara langkah kaki yang tergesa-gesa menuruni tangga.

"Pai hati-hati, nanti kamu jatoh loh."

"Tenang Yah, anak kita mah gak akan jatoh cuman gara-gara tangga gitu doang. Tapi kalau disodorin kecoak mungkin reaksinya beda." jawab Mamah yang dari tadi sedang sibuk menyiapkan bekal untuk anak gadisnya itu.

"Ih apaan sih, pagi-pagi udah ngegosipin orang. Huhh.. Mah aku gak ikut sarapan yah, mau langsung cabut ke sekolah buat belajar bareng Linda sebelum masuk kelas ujian." kata Pai.

Dengan tergesa-gesa Pai mengambil bekal yang sudah disiapkan diatas meja makan dan menyimpannya ke dalam tas, pamit pada orang tuanya dan berlari keluar rumah menuju garasi tempat motor kesayangannya dan tancap gas menuju sekolah.

Aliya Paize Samudra, nama gadis hiperaktif yang gak tau berapa persen baterainya hingga tak akan tahan sepertinya untuk berdiam diri barang sebentar. Gadis berusia 17 tahun itu siap untuk melepas atribut sekolah menengah atas dan menikmati kehidupan dewasa alias masuk ke dunia perkuliahan. Anaknya keras kepala dan terkadang pemalasan jika disuruh bangun pagi, biarpun begitu dia sangat supel banget, saking supelnya ada saja yang selalu berbicara iri tentangnya. Entah apa yang menjadi pemicu netizen kelebihan micin itu, tapi yang pasti sih cewek yang sering disapa AL oleh teman-temannya itu tidak pernah mengegubris satupun lalat yang membicarakannya.

Sesampai di sekolah, dia memarkirkan motornya dan langsung menuju ke kelas.

"AL! Lo kesiangan nih, telat asupan gosip lo!" teriak Lisa, salah satu sahabatnya sesampainya di kelas.

"Hmm, paling juga gosip tentang siapa jadian sama siapa. Iya kan?" jawab AL

"Iya sih tapi ini gosip paling heboh! Kak Indra jadian sama Dewii! DEWI! How the shit is that?!" masih hebohnya sahabatnya itu cerita yang cuman ditanggapi dengan santainya oleh AL.

"Sans aja ngomongnya yaelah, make hujan lokal segala" maki AL kesal.

"Ah lu mah gak tau sih AL gimana patah hati nya kita kita ini. Lu tau kan kalau kak Indra itu pangeran sekolah kita, eh dia malah jadian sama Dewi si akhlak bobrok!" sambung Amel.

"Emang lu berdua tau dari mana kalau si Dewi akhlaknya bobrok? Dari sosmed atau dari gosipan lain?" tanya AL dengan muka malas.

"Tuh si Ditto yang bilang katanya kemarin dia liat si Dewi keluar dari diskotik terus ke hotel sama om-om." tunjuk Amel kearah Ditto yang sedang ngerayu cewek kelas sebelah.

"Itu kan katanya, Mel. Jangan cepet percaya coba, liat sendiri, denger sendiri terus kalau bisa konfirmasi sekali lagi sama orangnya. Kalau gak bener ntar fitnah loh." AL yang memang tidak terlalu peduli dengan gosip sekitarnya mulai memberi ceramah pada sahabat-sahabatnya itu, sebelum akhirnya guru masuk kelas dan ujian sekolah di hari terakhirpun dimulai.

***

Sepulang sekolah, AL dan sahabat-sahabatnya mampir ke mall untuk melepas stress setelah beberapa jam tadi sempat berpusing-ria menjawab ujian akhir sekolah. Memang selama dua bulan kebelakang mereka sudah mulai jarang bermain karena mempersiapkan diri untuk dua minggu ujian kelulusan sekolah, jadi wajar saja jika sesudah keluar dari ruang ujian mereka langsung merencanakan refreshing sebentar. Tak terasa sudah sekitar 1 jam mereka asyik mengelilingi mall sekedar untuk melihat-lihat store baju ataupun bersenda gurau di pojok foodcourt lantai atas dan waktu juga sudah menunjukkan jam 6 sore. Tiba-tiba telepon AL berdering tanda ada telepon masuk.

"Halo"

"..."

"Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?"

"..."

"A-apa yang terjadi?" Sontak wajah AL memucat mendengarkan berita yang disampaikan oleh pihak diseberang telepon itu.

Tanpa aba-aba airmata AL mengalir deras dan handphone yang dipegangnya jatuh, tubuh AL terasa lunglai seketika. Jika bukan karena Amel yang cepat menangkap tubuh AL, bisa dipastikan mungkin ia sudah jatuh tersungkur di lantai.

"AL, lo kenapa AL?" Amel panik saat melihat sahabatnya terduduk dengan wajah pucat serta air mata yang mengalir deras setelah menerima telepon entah dari siapa.

****

Ini pasti hanya mimpi, aku sedang bermimpi dan setelah bangun aku akan melihat pemandangan kedua orang tuaku di meja makan menyambutku dengan senyuman di pagi hari. Aku tidak boleh menangis. Putri dari Dewantara Samudra tidak boleh menangis.

Lama aku terdiam di depan ruang Unit Gawat Darurat dan masih berpikir bahwa semua yang aku dengar hanyalah kebohongan. Tetapi melihat pintu tempat orang tuaku ditangani oleh beberapa dokter tadi, aku akhirnya pasrah akan semua hal.

"Sayang, apapun yang terjadi kamu harus tetap percaya ya kalau kami sayang sama kamu." isak tangis mamah saat membelai pipi basahku

"Kami minta maaf karena udah menyembunyikan ini bertahun-tahun dari kamu, nak. Kami sayang sama kamu lebih dari apapun di dunia ini." ayah yang melihatku dengan sorot mata sayu dan keduanya menggenggam tanganku.

Rasa kecewa, marah dan takut kehilangan semuanya meringkup menjadi satu saat tau kalau aku gak akan bisa memegang kedua orang tuaku lagi.

"Bakal ada orang baru yang akan ngejemput buat ketemu sama orang tua kandung kamu. Ingat ya Pai, apapun yang terjadi, kamu harus pikirin baik-baik, jangan terbawa emosi. Ayah dan mama akan selalu ada buat jagain kamu dari jauh." Sambil tersenggal nafasnya ayah menjelaskan dengan pelan. Yang aku lakukan hanya mendengaarkan dan gak kerasa air mataku menetes deras di pipi.

Lama aku akhirnya melepas kedua orang tuaku untuk beristirahat panjang mereka. Aku hanya berdoa agar mereka selalu bersama dan bahagia di alam lain. Semoga apapun yang terjadi aku tetap menjadi anak kebanggaan mereka.

Aku terduduk di bangku panjang depan ruangan ayah dan mama berada. Yang ku lakukan saat ini hanya menangis. Sekarang aku sendirian di dunia ini, tanpa ada ayah dan mama, tanpa tau siapa aku sebenarnya.