8 memulai berjelajah kedalam hutan

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.45, Nafisah sudah siap dengan memakai jaket, celana training panjang dan juga membawa satu buah senter. tidak lupa obat pribadi, Nafisah memakai syal berwarna coklat dilehernya. ini adalah syal kesayangan Nafisah, karena Bibi yang membuatkan ini saat musim dingin tahun lalu.

Nafisah keluar dari kamarnya dan sudah ada Nasmira yang baru saja menutup telponya saat mendengar Nafisah sudah keluar dari dalam kamar.

"kau sudah siap?". tanya Nasmira basa basi, Nafisah hanya mengangguk. "Besok malam akan ada pengawal pribadiku yang membawakan handphone untukmu, Mommy titip pesan agar kau mau berteman denganku. katanya bertahanlah dengan kekacauan dari mulutku yang suka sekali bicara, Mommy benar benar jahat sekali terhadap anak sendiri". Nasmira mendesah kesal saat mengatakan hal itu pada Nafisah, Nafisah hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Terimakasih ya, katakan pada Mommymu bahwa aku akan berusaha betah dengan suaramu Yang banyak bicara, Nafisah sengaja meledek Nasmira yang semakin cemberut saja. "Sudah sudah, wajahmu jangan dibuat jelek seperti ini. kau harus tersenyum karena nanti kak Nandra tidak akan suka padamu jika melihat wajahmu yang jelek". Nafisah merangkul bahu Nasmira dan seketika itu Nasmira langsung tersenyum dengan manis.

"Kau benar, aku tidak boleh terlihat jelek. aku harus selalu tersenyum, karena senyuman akan memancarkan aura kebaikan disekeliling kita. ayo kita keluar". Nafisah mengangguk dan mereka berjalan keluar kamar secara bersamaan. hiruk pikuk siswa yang juga berjalan bersama untuk mengikuti game malam ini. Nafisah bahkan harus menggandeng tangan Nasmira karena jalan mereka begitu sempit untuk bisa sampai ke lantai bawah. semua siswa menggunakan tangga karena lift sengaja dimatikan untuk malam ini, Nafisah harus mendesah kasar beberapa kali karena bahunya tersenggol lumayan kencang. kenapa mereka begitu terburu-buru? mereka bisa berjalan dengan tenang dan semua akan sampai pada waktunya.

Dengan susah payah akhirnya Nafisah dan Nasmira bisa turun ke lantai bawah dan mulai berlari kecil untuk ke belakang sekolah, dimana disana adalah start untuk mereka masuk kedalam hutan. Nafisah memasang baik baik matanya untuk melihat dimana kelompok mereka berada, tapi karena banyaknya manusia dan suara bising, membuat Nafisah tidak dapat menemukan Kak Nandra ataupun teman kelompoknya yang lain.

"Aku tidak melihat kelompok kita sama sekali Mira". kata Nafisah.

"Aku juga belum melihat mereka, coba kita berjalan ke arah dimana tempat tadi sore kita berkumpul saja. siapa tau mereka disana". kata Nasmira memberi ide, Nafisah setuju dan mereka mulai berjalan di sisi sebelah kanan dimana seingat mereka, di titik itu mereka berkumpul tadi sore.

"Nafisah, Nasmira!". Teriakan seorang laki laki mampu ditangkap oleh Indra pendengaran mereka berdua, memastikan baik baik dari mana sumber suara. saat mata Nafisah memincing dan menemukan seorang laki laki bernama Steve melambaikan tanganya, barulah Nafisah tau dimana mereka.

"Mereka disana Mira". Nafisah langsung menarik Nasmira pelan untuk berjalan ke arah Steve.

Melewati beberapa siswa yang sedang tertawa dan sebagian juga sedang diberi instruksi oleh pembimbing mereka. Nafisah tersenyum saat steve menyambut mereka dengan senyum hangatnya.

"Terimakasih Steve". kata Nafisah pelan.

"Sama sama, Kak Nandra sudah menunggu kalian daritadi. dia tepat waktu sekali, bahkan kurang dari waktu yang ditentukan". kami tertawa mendengar ucapan Steve, Steve berjalan dan kami disuruh untuk mengikuti. pantas saja daritadi kami tidak melihat kelompok sendiri dan pembimbing. ternyata Kak Nandra ada dibawah pohon besar dan cukup gelap. Orang satu ini suka sekali menyusahkan secara tidak langsung, batin Nafisah saat mereka sudah berada di depan Nandra.

"Baiklah, karena kalian semua sudah berkumpul disini. aku ingin memastikan bahwa kalian tidak memiliki penyakit serius, apakah disini ada yang mempunyai trauma atau fhobia akan sesuatu?". tanya Nandra pada kami berlima. Nafisah sempat berpikir sebentar, apakah bagus jika Nafisah memberitahu bahwa Nafisah memiliki fhobia? tapi jika Nafisah di cemooh bagaimana?. "Katakan yang jujur, karena kita bisa mengantisipasi sebelum hal hal tidak terduga terjadi didalam hutan nantinya". Nandra melanjutkan perkataannya, itu membuat Nafisah mau tidak mau mendesah nafasnya pelan. sepertinya lebih baik Nafisah mengatakan saja.

"Kak, Aku punya fhobia akan sesuatu". kata Nafisah pelan, bahkan lebih terdengar seperti mencicit.

"Katakan saja, tidak usah takut". kata Nandra yang sudah memberikan seluruh perhatiannya pada wajah Nafisah saat ini, begitupun teman Nafisah yang lainnya. Nasmira bahkan memegang erat lengan Nafisah.

"Aku punya fhobia dengan darah Kak, aku tidak bisa melihat darah mengalir. Dan juga aku tidak bisa mendengar suara teriakan yang terlalu kencang". kata Nafisah akhirnya, Nafisah memandang takut ke arah wajah Nandra yang menatap lekat ke arah bola mata Nafisah. bahkan Nafisah sudah menahan nafasnya takut takut jika ternyata Nafisah di keluarkan dari kelompok dan bahkan dikeluarkan dari sekolah, bagaimana ini?.

"kalau begitu, kau jangan jauh dari sisiku. untuk yang lain, semaksimal mungkin bantu Nafisah agar hal hal yang menjerumuskan ke fhobia Nafisah tidak akan bangkit saat kita di dalam hutan nanti. karena kerjasama dan tolong menolong diperlukan saat kita berada di dalam hutan, saat kita sudah melewati perbatasan tembok yang berbentuk kawat berdiri nanti. maka itu sudah memasuki hutan belantara, dimana itu adalah hutan yang terdapat banyak hewan liar dan lainnya. apakah ada yang memiliki fhobia selain Nafisah?". tanya Nandra menatap 4 orang lainnya, namun mereka ber empat hanya menggelengkan kepala. Nandra mengangguk dan tersenyum.

"Baiklah, untuk memulai game ini. masing masing dari kalian diharuskan memiliki senjata". Nandra mengambil tas yang ada di samping pohon dan membukanya, Nandra mengeluarkan isinya. ternyata didalam saja sudah ada beberapa macam senjata yang memang cocok di pegang oleh siswa baru seperti mereka berlima.

Ada panah dan busur, pedang, senapan bius, cemeti(pecutan), dan juga tombak. Nafisah bahkan dibuat bingung dengan alat itu, apa yang cocok untuk dirinya yang tidak pernah belajar bela diri?.dan kenapa game ini rasanya seperti film action? Nafisah tidak mengerti arti dari game dan kenapa bisa ada sekolah yang membiarkan siswanya memakai senjata seperti ini?.

"Kalian bisa pilih masing masing senjata ini, tentukan berdasarkan keahlian kalian". Saat kak Nandra mengatakan hal itu, empat teman Nafisah sudah mengambil senjatanya masing masing. Nafisah dibuat terbengong karena mereka sepertinya biasa akan hal seperti ini. apa mereka memang di training sebelumnya? atau memang mereka sudah mempersiapkan banyak hal sebelum masuk ke sekolah luar biasa ini? sepertinya hanya Nafisah saja yang tidak punya persiapan apa apa.

Didepan Nafisah sekarang hanya terdapat Cemeti(pecutan). Nafisah akhirnya pasrah saja dan mengambilnya, walaupun Nafisah tidak tau bagaimana cara memakainya. Nafisah dapat melihat Nasmira mengambil senjata panah, Steve mengambil tombak, Adell mengambil senapan bius, dan Rose mengambil pedang. Nafisah dibuat terkagum saat melihat lima temannya seperti pendekar dalam film, dan hanya dirinya yang seperti babu penjaga cemeti(pecutan).

avataravatar
Next chapter