webnovel

TAK ADA YANG BERUBAH

Tapi Brian menghiraukan semua panggilan Fatma, dia mempercepat langkahnya guna meredakan amarah di dadanya.

" Kenapa kamu lakukan ini?" tanya Fatma pada pria yang melepaskan pelukannya setelah Brian menghilang.

" Itu sebagai balasan atas kemunafikan lo! Dan asal lo tahu, Brian tetaplah Brian yang playboy dan brengsek! Sekuat apapun lo membuat dia kembali ke agamanya, dia tetaplah Brian yang menyukai wanita seksi!" ucap pria itu tersenyum sinis lalu pergi meninggalkan Fatma yang terduduk di lantai depan toilet.

Fatma menangis tertahan, dia tidak mengerti kenapa ada orang yang tidak menginginkan seseorang berubah menjadi lebih baik.

" Kamu nggak papa?" tanya Brian di dalam mobil.

" Nggak! Hanya sedikit kram saja!" jawab Vero senang.

" Kita ke rumah sakit!" kata Brian.

" Nggak perlu! Selama kamu ada disisiku, dia akan baik-baik saja!" jawab Vero cepat.

Dia takut kalo Brian akan tahu jika dia hanya berpura-pura saja. Semua rencananya berjalan dengan lancar, bahkan melebihi ekspektasinya.

" Seharusnya kamu tidak perlu menalak dia, baby!" kata Vero pelan.

" Dia pantas mendapatkannya! Aku tidak percaya jika selama ini aku menikahi wanita munafik seperti dia!" kata Brian marah.

" Lalu anak-anak bagaimana?" tanya Vero.

" Apa kamu keberatan mengasuh anak-anakku?" tanya Brian kecewa.

" Apa? Tentu saja aku tidak keberatan! Aku menyayangi mereka, bahkan aku akan mencintai mereka melebihi ibunya!" kata Vero bersemangat.

Dia memang menyukai anak-anak Brian, karena menurutnya mereka tampan dan cantik dan terutama karena mereka adalah anak Brian.

" Baguslah!" jawab Brian terharu.

Ternyata Vero memang sangat mencintai dirinya dan dia menyesal telah menyia-nyiakan wanita itu. Dia bahkan tidak berhubungan dengan satu priapun selama mereka berpisah.

Setelah kejadian itu Brian sama sekali tidak pulang ke rumahnya, dia hanya menelpon anaknya setiap hari. Dia bilang jika dia sedang bekerja di luar kota. Brian dan Fatma menutup rapat-rapat tentang keadaan pernikahan mereka. Brian membawa Vero ke kota lain agar keluarganya tidak tahu. Brian bahkan sudah mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan lewat pengacaranya dan Fatma hanya menerima saja semua keputusan Brian.

Sidang yang harusnya dihadiri keduanya, hanya dihadiri oleh Fatma saja. Hingga 3 kali persidangan, Brian tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Brian meminta hak asuh Iza, tapi Fatma menolak, karena menurutnya Iza masih di bawah umur. Brian memaksa dengan mengancam Fatma akan memberitahukan keluarganya jika dia menolak. Fatma tidak mau kalau orang tuanya akan kecewa padanya dan Brian terlebih dengan akan hadirnya anak seorang anak dari wanita lain.

" Abi au ajak Ija cemana?" tanya Iza saat Fatma memasukkan pakaiannya ke dalam koper.

" Ke tempat yang indah dan banyak taman bermainnya!" jawab Fatma menahan airmatanya.

" Ummi jak icut?" tanya Iza.

" Ummi kan harus jagain adik Zib!" balas Fatma.

" Kak Jab?" tanya Iza.

" Kak Zab harus sekolah karena nanti mau masuk pesantren!" jawab Fatma lagi.

" Ija jak au auh dali ummi!" kata Iza yang memang menolak masuk pesantren karena tidak mau jauh dari ummi dan abinya.

" Iya! Terserah Iza! Nanti Iza bilang Abi, ya!" kata Fatma sabar.

" Holeeee!" teriak Iza.

Brian membawa Iza sesuai permintaannya dan Fatma tidak bisa menahan airmatanya setelah mereka pergi meninggalkan rumah.

" Ustadzah!" sapa Embun.

" Saya nggak apa-apa! Astaughfirullah!" ucap Fatma menghapus airmatanya.

" Ummi!" sapa Zibran.

" Zib!" sahut Fatma memeluk putranya itu.

" Zib akan selalu bersama Ummi! Zib sayang Ummi!" ucap Zibran memeluk erat Fatma.

" Iya! Ummi tahu! Ummi juga sayang sama Zib!" balas Fatma tanpa bisa membendung lagi airmata yang tadinya surut.

Bau apapun walau kita sembunyikan dengan baik dan rapat pasti akan tercium juga. Setelah 7 bulan menyimpannya, berita perpisahan Fatma dan Brian telah diketahui kedua orang tua masing-masing. Kebetulan saat Briana sedang pergi ke luar kota, tanpa sengaja melihat Brian, Vero dan Iza sedang berjalan bersama.

" Kak Ian!?" ucap Briana samar.

Briana yang awalnya sangat senang langsung terkejut saat melihat perut besar Vero. Briana bertanya-tanya dalam hati tentang si ayah dari janin di perut Vero. Briana melihat ke sekitar mereka, barangkali ada suami Vero bersama mereka. Tapi hingga mereka pergi, tidak ada siapa-siapa selain mereka bertiga. Kemudian Briana mengikuti mereka kemanapun mereka pergi dari kejauhan, karena dia takut jika kakanya itu mengetahui keberadaannya. Brian dan Vero pergi meninggalkan Mall saat menjelang malam dan Briana mengikuti hingga parkiran dan melihat nomor polisi mobil Brian. Dengan cepat dia turun ke lantai dasar agar bisa memakai taksi untuk mengikuti mereka. Kembali Briana merasa terkejut saat melihat mereka bertiga memasuki sebuah mansion mewah dan semua turun lalu masuk ke dalamnya. Briana menunggu hingga jam menunjuk angka 10 malam, karena dia masih berpikir jika kakaknya akan pergi dari rumah itu.

" Ya Allah! Jika apa yang hamba pikirkan adalah benar, apa yang harus hamba lakukan jika Daffa mengetahui semua ini? Apa yang akan terjadi dengan hidup hamba?" ucap Briana ambigu.

Airmatanya luruh di kedua pipi mulusnya, bayangan wajah Daffa menari-nari di pelupuk matanya. Akhirnya Briana nekat mendatangi rumah yang dimasuki Brian dan Vero. Briana turun dari taksi yang disuruhnya untuk menunggu.

" Permisi!" sapa Briana pada satpam yang berjaga di pos rumah Brian.

" Ya? Mencari siapa?" tanya satpam itu.

" Saya Briana, adik Kak Brian!" ucap Briana sambil menunjukkan foto mereka sekeluarga.

" Oh! Mari, Nona! Silahkan masuk!" kata Satpam itu membukakan pintu pagar yang kecil.

" Kakakku ada di dalam?" tanya Briana basa-basi.

" Iya, Nona! Tadi sekitar jam 7an Tuan dan Nyonya datang!" kata satpam itu lagi.

Deg! Nyo...nya...! batin Briana.

" Nyonya?" tanya Briana membeo.

" Iya! Istri Tuan Brian! Kakak ipar Nona!" kata satpam itu lagi.

" Apa mereka menikah di catatan sipil?" tanya Briana.

" Iya! Apa Nona nggak tahu?" tanya satpam itu lagi.

Jderrrr! Bagai petir di sianghari, tubuh Briana bergetar tak percaya dengan ucapan satpam itu.

" Ka...kapan?" tanya Briana lagi.

" Sebulan yang lalu!" kata satpam itu lagi.

" Kak...Ian?!" ucap Briana kecewa.

Berbagai pertanyaan yang berputar di benak Briana, hingga tanpa terasa dia telah sampai di depan pintu rumah Brian. Lalu seorang PRT membukakan pintu rumah, sepertinya satpam tersebut menghubungi PRT di rumah Brian dan memberitahu kedatangan dia.

" Selamat Malam, Nona! Silahkan masuk!" kata PRT itu.

" Trima kasih!" balas Briana lalu masuk ke dalam rumah Brian.

" Apa saya perlu membangunkan Nyonya sekarang?" tanya PRT itu dengan wajah takut.

" Karena sepertinya Nyonya telah tidur!" ucap PRT itu lagi.

" Tidak perlu, biar saya langsung ke kamar kakak aja, saya memang ingin memberikan kejutan!" kata Briana yang melihat ketakutan pada wajah PRT itu.

" Baik! Kamar Tuan dan Nyonya berada di ujung lorong sebelah sana!" kata PRT menunjuk sebuah lorong.

" Trima kasih!" ucap Briana.

" Sama-sama, Nona!" balas PRT itu.

Briana melangkah pelan menuju ke kamar Brian, semakin dekat dengan pintu kamar, jantungnya semakin berdetak kencang.

Hening! Briana tidak mendengar apa-apa. Tok! Tok! Tok!

" Kurang ajar! Siapa yang berani mengganggu!" ucap Vero marah.

Next chapter