webnovel

SEMUA KARNA HUJAN

Fatma duduk di single sofa dan Harun duduk di sebrangnya, mereka terdiam sesaat sementara diluar air hujan turun dengan derasnya.

" Mulai besok pagi saya akan pergi dari rumah Ustadz!" kata Fatma datar.

Harun menghela nafasnya, dia sadar jika ini pasti akan terjadi suatu saat nanti, tapi dia tidak menyangka jika kan terjadi secepat ini.

" Baik! Aku selalu berdo'a semoga kamu menemukan kembali kebahagiaanmu bersama keluargamu!" ucap Harun dengan bibir bergetar.

Fatma tidak percaya jika Harun mendo'akan dirinya dan Brian, padahal dia selalu membuat pria itu sedih.

" Aamiin!" jawab Fatma.

" Aku tetap akan memberitahu Anil siapa Ummi dan Abinya suatu saat nanti jika dia sudah mengerti tentang semua ini, itu juga jika kamu tidak keberatan!" kata Harun dengan berat hati.

Deg! Itu adalah putramu! Darah dagingmu! Dan aku yang telah berdosa membohongi kamu! batin Fatma.

" Ini sudah masuk waktu shalat maghrib, apa kamu..."

" Dimana mushallanya?" tanya Fatma.

" Kita bisa shalat disana!" kata Harun menunjuk sebuah bilik di pojok ruangannya.

" Saya mau wudhu!" kata Fatma.

" Masuklah ke kamar itu!" kata Harun menunjuk sebuah pintu.

Fatma berjalan menuju pintu yang ditunjuk Harun dan membukanya. Fatma melihat sebuah kamar tidur dan 2 kamar mandi. Sebuah sofa di dekat jendela dan ranjang berukuran King size berada di tengah kamar, ada lemari berkaca juga. Fatma melihat kedua kamar mandi, yang kiri ada shower dan closednya dan yang kanan hanya ada sebuah kran di tengah-tengah. Fatma masuk ke kamar mandi yang sebelah kanan. Setelah selesai, dia keluar dan melihat Harun yang berdiri di dinding kaca ruangannya.

" Ustadz!" panggil Fatma.

" Mau shalat jama'ah untuk pertama dan terakhir?" tanya Harun yang menoleh ke arah Fatma.

Fatma hanya diam saja, Harun terlalu yakin jika Fatma masih mau melakukan sesuatu bersamanya. Dia berjalan masuk ke dalam kamar tadi dan tidak berapa lama dia keluar. Harun melihat ke seluruh ruangan, dia tidak melihat Fatma disana. Pasti dia sudah shalat! batin Harun. Astaughfirullah! Aku sudah suudzon padanya! batin Harun.

Harun berjalan ke arah bilik di pojok ruangannya. Deg! Harun terpaku saat melihat Fatma yang sedang duduk sambil membaca Al Qur'an.

" Bisa kita mulai?" tanya Fatma setelah menutup Al Qur'an dan meletakkannya di sebuah rak.

" Eh, iya!" jawab Harun malu.

Untuk pertama kalinya Harun mengimami istrinya dan mungkin juga untuk terakhir kalinya hal ini terjadi.

" Assalamu'alaikum Wr. Wb! Assalamu'alaikum Wr. Wb!" ucap Harun melakukan salam yang diikuti Fatma.

Kemudian dia berdzikir dan berdo'a dalam hati. Ponsel Harun bergetar di atas meja saat mereka telah kembali duduk di sofa. Harun meraih ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Bibirnya menyunggingkan senyum ceria dan semua itu tidak luput dari penglihatan Fatma.

" Assalamu'alaikum, Nis! Apa Anil sehat?" tanya Harun lembut.

Deg! Nisa? batin Fatma. Tanpa dia sadari kedua tangannya mengepal di balik khimarnya. Tiba-tiba hatinya merasakan amarah yang teramat besar pada Nisa.

" Wa'alaikumsalam, Kak! Alhamdulillah dia sehat dan sedang bobok!" kata Nisa.

" O, bobok! Apa kamu ada perlu?" tanya Harun lagi.

" Iya, Kak! Nisa minta tolong nanti pulang belikan pampers dan juga Tissue basah!" kata Nisa.

" Hanya itu?" tanya Harun.

" Emmm...itu...!"

" Apa? Bilang saja!" kata Harun.

" Anu...bisa nggak saya nitip vitamin E?" tanya Nisa.

" Vitamin E? Tentu saja bisa! Nanti akan saya belikan!" jawab Harun tersenyum.

Fatma tidak suka melihat senyum Harun yang merekah karena sedang menerima telpon dari Nisa. Dan apa itu? Vitamin E? Cuihhh! Emangnya Kak Harun itu suaminya apa? batin Fatma kesal.

" Maaf, Zaa! Itu tadi Nisa, dia minta tolong dibelikan pampers buat Anil!" kata Harun.

Harun melangkah ke dalam kamarnya dan meletakkan ponselnya diatas nakas, lalu dia mengambil sesuatu dari dalam lemari.

" Apa Brian akan membantumu mengambil barang-barangmu?" tanya Harun setelah dia kembali duduk.

Jdarrrrr! Petir menyambar diluar gedung perkantoran Harun.

" Astaughfirullahhhhh!" teriak Fatma sambil menutup mata dan telinganya.

Fatma memang sangat takut pada petir. Tiba-tiba saja lampu di ruangan Harun padam.

" Aaaaaa, Kak Harunnnn!" Fatma semakin berteriak sambil memanggil nama Harun.

" Zahirah!" panggil Harun yang reflek berdiri kemudian berlari ke arah Fatma.

" Aduh!" rintih Harun yang tulang keringnya terbentur ujung meja, tapi dia terus saja mendekati Fatma.

Jdarrrrr! Kembali petir menyambar diluar gedung, sesaat keadaan di dalam ruangan menjadi terang dan membuat Harun bisa memeluk Fatma.

" Kak! Takut!" keluh Fatma memeluk erat Harun.

" Tidak apa! Ada Kakak disini!" ucap Harun menenangkan.

Fatma menempelkan kepalanya ke dada suaminya itu dengan tangan gemetar memeluk pinggang Harun. harun memapah Fatma masuk ke dalam kamar miliknya karena disana tidak terdapat dinding kaca.

" Ayo kita pindah agar kamu tidak melihat petir itu lagi!" kata Harun yang diikuti anggukan dari Fatma.

Mereka sampai di dalam kamar dan suhu udara menjadi sangat dingin didalam kamar karena Ac dan udara dingin dari luar.

Didalam ruangan Harun memang ada jendela kaca tapi tidak terlalu besar dan hanya menampakkan sinar dari petir itu saja. Harun dan Fatma masih dalam keadaan saling berpelukan. Fatma bisa mendengar debar jantung Harun yang terdengar kencang di telinganya. Fatma perlahan melerai pelukannya dan mendongak ke arah wajah Harun. Bola mata mereka bertemu, bibir Fatma yang sedikit terbuka membuat hasrat Harun perlahan timbul. Ingin rasanya dia mencium bibir istrinya itu, tapi dia sudah berjanji untuk tidak menyentuh Fatma lagi.

Tapi tubuh dan hatinya tidak sejalan, perlahan wajah Harun mendekat dan tanpa diduga Fatma memejamkan kedua matanya. Harun yang merasa mendapatkan lampu hijau, langsung menyesap bibir istrinya dan melumatnya dengan penuh kelembutan dan kehati-hatian. Harun sedikit terkejut saat merasakan Fatma membalas semua perbuatannya.

Dalam hati Harun berdo'a lalu meniupkan ke atas kepala Fatma setelah melerai bibir mereka. Dengan penuh kelembutan pula dia melepaskan khimar yang menutupi kepala Fatma. Masya Allah! Indah! batin Harun saat dia melihat keindahan rambut istrinya walau dalam ruangan yang minim cahaya. Kembali dia bermain di bibir Fatma yang dirasakannya sudah ikhlas menerima sentuhan darinya.

Pakaian Fatma sudah terlepas, begitu juga Harun, kemudian Harun membaringkan Fatma dan mencumbu tubuh istrinya dengan menyelimuti tubuh keduanya. Malam itu Harun dan Fatma berusaha melakukan penyatuan tanpa adanya paksaan dari siapapun dan semua dilakukan karena rasa cinta walau Fatma belum menyadarinya.

" Kakkkk!"

" Maaf, Ummi! Apakah....sakit?"

Fatma berkaca-kaca mendengar Harun memanggilnya seperti itu, dia mengangguk pelan, wajahnya sudah merona karena malu, untung saja keadaan ruangan tidak begitu terang, jadi Harun tidak bisa melihat dengan jelas wajah istrinya.

" Maaf, aku akan pelan!"

Fatma benar-benar bisa merasakan ketulusan dan cinta Harun padanya malam itu. Harun begitu lembut dan sangat berhati-hati, walau Fatma sudah pernah melahirkan beberapa anak.

" Alhamdulillah, Ya Allah!" ucap Harun bersyukur saat tubuhnya menitipkan benihnya ke dalam rahim istrinya.

Harun menahan tubuhnya agar tidak mmberatkan Fatma, setelah merasa lega, Harun bergeser ke samping Fatma dan Fatma memiringkan tubuhnya.