webnovel
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Teen
Not enough ratings
268 Chs
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

"Kamu Gak Akan Rugi"

Saheera berjalan cepat, berlari-lari kecil kemudian, menyusul Iqbaal yang tak kalah cepatnya berjalan menuju kamarnya di lantai dua asrama putra. Perkumpulan di lapangan basket itu baru saja berakhir, atau tepatnya ... diakhiri sendiri oleh Iqbaal yang benar benar merasa terpojokkan. Saheera memanggilnya sejak tadi, namun tak sedikitpun dijawab. Menoleh pun tidak.

"Bang Iqbaal ..."

Iqbaal berhenti di tengah-tengah tangga akhirnya, begitu Saheera menarik sedikit ujung kemeja lengan pendeknya.

Sudah, begitu saja. Tak ada Iqbaal berbalik dan bertanya ramah pada Saheera seperti biasanya.

"Kapan ... Kita mau bicara? Kamu gak mungkin mau diem aja kan?" tanyanya hati hati.

Iqbaal menelan salivanya sendiri. Bingung, karena jujur saja, Ia terlalu malu saat ini, pun entah sampai kapan.

"Bang Iqbaal ..."