webnovel

SATRIA

Siti_Handriani · Teen
Not enough ratings
44 Chs

Sartria

Suara pukulan itu terus terulang memenuhi ruangan yang banyak dengan peralatan olahraga lainnya. Pagi dan sore yang selalu dipenuhi dengan latihan, latihan, latihan.

Selalu!!!

Dan tak akan pernah berhenti jika belum tiba waktunya.

"Lebih keras!"

Bughh

"Lagi!"

bugh

Bugh ... bugh

"Lagi, Satria!"

Bugh..

"Lelah ... lelah ... lelah .... Satria lelah grandpa." Kalimat itu hanya bisa ia ungkapkan dalam batin nya.

Bugh...

Bughh...

Bugghhhhhh...

Pukulan terakhirnya membuat samsak yang sedari tadi ia gunakan hancur dan mengeluarkan isinya.

"Good ... kamu memang cucuku."

Satria diam tak menjawab, ia hanya menatap datar seseorang yang kini berada di hadapannya.

Robert Evan Jack, ya, dia adalah ayah dari Faysa Caroline Jack sang ibu dari Satria.

Jack adalah marga dari Kakeknya Robert sang ketua pembunuh bayaran paling ditakuti, bukan hanya Robert, bahkan ibunya pun adalah sang pembunuh bayaran.

Satria adalah anak tunggal, seharusnya ia menjadi seorang kakak saat ini, namun karena sebuah misi yang menyebabkan Faysa sang ibu keguguran karena tak tau akan kehamilannya dan yang paling menyedihkan adalah diangkatnya rahim Faysa dan menyebabkan Faysa tak bisa mengandung lagi.

Mereka tak apa, mereka tak larut dalam kesedihan, karena mereka tau, ada seorang anak yang harus mereka jaga, perhatikan dan mereka sayangi saat ini hingga nanti yaitu Satria.

〰〰〰〰〰

Kaki kecil itu melangkah keluar dari ruang latihan yang memang tersedia di mansionnya.

Ia berjalan menuju dapur, terdengar suara penggorengan bersatu dengan harumnya masakan yang tercipta dari seseorang yang spesial dalam hidupnya.

"Mommy."

"Hai sayang ... bagaimana latihannya?"

Satria tak menjawab, ia hanya menunjukkan kepalan tangannya pada sang mommy.

"Astaga ... ini berdarah, ayo kita obati sayang." Dengan segera Faysa mengangkat tubuh Satria dalam gendongannya.

"Mommy, Satria berat loh ...."

"Engga sayang ... biar cepat, mommy harus segera bersihin lukanya." Faysa begitu khawatir akan keadaan Satria.

Anaknya dilatih keras oleh sang Ayah, Robert. Sama seperti dirinya di waktu kecil.

Setelah sampai di ruang tamu, Faysa segera berlari ke tempat dimana ia menyimpan kotak P3K nya. Faysa berlari kembali menghampiri Satria.

Satria melihat itu, gurat hawatir dari mommy nya, senyum yang selalu hadir saat berbicara dengannya , serta kelembutan yang selalu ia dapat dari sang mommy, membuat Satria amat menyayangi wanita yang berjasa dalam hidupnya ini.

Satria menatap manik mata Faysa yang kini masih terfokus pada lukanya .

Usapan lembut, tiupan yang menyejukkan, itu lah yang selalu ia dapatkan dari sang mommy.

"Mommy."

"Ya sayang?" Fay menjawab tapi tak mengalihkan pandangannya.

"Satria laper." Ucapnya yang di akhiri dengan bunyi perut yang begitu menggelikan.

"Astaga! Mommy lupa." Pekik Faysa seraya menepuk keningnya dan membuat Satria terkekeh.

"Setelah obati Satria, kita makan ya."

"Iya mommy, daddy mana mom?"

"Daddy sedang kerja sayang, lupa yaa?"

"Ia ... lupa mom hehe ..."

"Masih kecil udah jadi pelupa." Faysa dengan gemas mencubit hidung Satria membuat sang empunya meringis geli.

"Satria sudah 10 tahun mom, Satria sudah besar."

"Oh ya?"

"Iya mom ... Satria kan udah tinggi, sekolah dan—"

"Satria." Ucapan satria terpotong karena seseorang memanggilnya.

"Ya, Grandpa?"

"Besok kamu akan melatih kemampuan teknologi kamu."

"Iya." Satu kata yang terkesan sangat dingin untuk seumuran anak 10 tahun.

"Dad ... biarkan Satria istirahat minggu ini, dia juga butuh main dad."

"No ... kamu pun saat kecil tak pernah meninggalkan latihan Faysa."

"Tapi dad ...."

Satria menggenggam tangan Faysa dan menatap Faysa seolah mengatakan "jangan!!! biarkan saja mom"

Faysa melihat itu, akhirnya ia menganggukkan kepalanya setuju. Robert pergi dari hadapan mereka .

"Sayang ... mommy tak ingin kamu seperti mommy dulu ... cukup mommy saja yang menderita."

"No mom, Satria justru ingin lebih hebat dari mommy agar bisa membuktikan pada grandpa kalau latihan yang Satria lakukan selama ini tak sia-sia."

"Mommy akan mendukung keputusanmu sayang."

"Thanks, Mom." Tiba-tiba, suara kecupan dari Satria pada kening Faysa membuat sang empunya terharu.

Akhirnya mereka pun bangkit dan berjalan menuju ruang makan.

"Mommy gak ke rumah sakit?"

"Nanti sayang, Mom ambil tugas malam."

"Kenapa, Mom? Kan Mommy nanti gak akan bisa tidur."

"Bisa kok, kamu jangan khawatir ya,"

"Hm ... okey, Mom."

Akhirnya mereka pun makan dalam diam .