4 Arwah Sekar

Kirana pikir ia memang sedang berhalusinasi karena ada suara yang mengajaknya berbicara, namun setelah Kirana kembali ke bilik kamar suara wanita itu kembali terdengar.

"Akulah Sekar" suara itu terdengar lagi dengan sangat jelas.

Kirana berbalik dan kembali mencari sumber suara itu, tapi lagi-lagi ia tidak menemukan siapapun di rumah kayu yang hanya ada ada sang Raden dan juga dirinya.

"Sekar?"

Berarti pemilik Rumah ini sudah pulang, itu artinya aku sudah tidak harus menyamar lagi menjadi dirinya dan aku bisa kembali ke duniaku. Bisik Kirana dalam hati.

"Sekar, untunglah kau pulang" ucap Kirana sambil mencari Sekar ke seluruh rumah. "Keluarlah Sekar! Aku tidak ingin bercanda dan tolong jangan mempermainkan aku!" ucap Kirana mulai kesal karena tak kunjung menemukannya.

"Aku tidak mempermainkanmu"

"Jadi kamu... Sekar yang asli?" lega rasanya, ada sedikit secerca cahaya karena si pemilik rumah sudah datang. "Keluarlah Sekar, agar warga disini tidak mengira aku adalah kau! Dan aku bisa pulang ketempat asalku. Kau dimana? Aku tidak bisa melihatmu?"

"Aku berada di dalam dirimu"

jawab suara itu lagi. "Kau tidak perlu mencariku, percuma. Karena sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa melihatku."

Kirana terdiam mematung, mencoba untuk mencerna kata-kata Sekar barusan.

"Tunggu, maaf aku sama sekali tidak mengerti maksud ucapanmu" ucap Kirana merasa kalau otaknya tiba-tiba ngelag dan sulit untuk berfikir.

"Kau tidak perlu mencariku, karena aku berada di dalam dirimu"

"Apa maksudmu kau ada di dalam diriku? Jika kau ada di dalam diriku itu berarti aku sedang berbicara dengan diriku sendiri begitu? Haha konyol sekali" ucap Kirana tertawa geli.

"Itu memang benar, aku ada di dalam dirimu. Tidak akan ada satu orangpun yang bisa mendengarkan aku kecuali kau"

"A... Apa? Ayolah. Berhenti bercanda! Sekarang tunjukkan dirimu, biar orang-orang disini tidak memanggilku Sekar lagi. Aku ingin pulang" ucap Kirana.

"Aku tidak bisa kembali" jawab Sekar.

"Tidak bisa kembali? Kenapa?"

"Seperti yang di ceritakan oleh paman dan bibi. Sebenarnya aku sudah mati dan sekarang ragaku digantikan olehmu"

"A... Apa? Mati?" Kirana mulai gemetar.

"Jangan takut! Aku yang akan membimbingmu selama kau menggantikan posisiku. Menurutlah apa yang aku ucapkan maka kau akan selamat"

Kirana melangkah mundur sampai ia tersandar di pagar kayu, ia kembali menyeka bilik menggunakan pandangannya. Kirana tetap tidak bisa melihat sosok Sekar.

"Dengarkan aku Kirana, lanjutkan tugasku, maka aku akan berterimakasih padamu"

"Tugas? Tugas apa?" Kirana sama sekali tidak mengerti.

"Rawatlah dan jaga Raden Sastra sampai dia pulih, agar dia mampu merebut kembali kerajaan yang telah dirampas oleh pamannya"

Ini benar-benar gila, Kirana masih bingung untuk beradaptasi dengan dunia barunya tapi ternyata dia mendapatkan tugas yang sama sekali diluar kemampuan dan logikanya.

"Tapi bagaimana caranya?" tanya Kirana.

"Sudah aku bilang, aku akan membimbingmu. Meskipun waktuku terbatas, aku akan berusaha membimbingmu. Wajah kita sama, keteguhan hati kita juga sama, kamu juga wanita tegar dan baik. Mungkin ini sebabnya dewa mengirimmu kesini, karena aku tidak sanggup lagi menjalankan tugasku. Tapi aku tidak khawatir setelah kau hadir disini, dengan begitu aku bisa pergi dengan tenang"

"Tidak. Aku tidak mau selamanya terjebak disini. Aku juga ingin pulang" ucap Kirana hampir menangis. "Sekar! Kenapa kau diam?" bentak Kirana.

Suara itu sudah tidak terdengar lagi. Jika dengan merawat Raden Sastra lalu Kirana mendapatkan jalan untuk pulang, mungkin ia akan mencobanya. Kirana berharap Sekar tidak mempermainkannya. Tugas pertama yang harus ia lakukan adalah merawat Raden Sastra hingga sembuh.

Kirana mencoba menenangkan dirinya, kemudian ia mencoba untuk melakukan apa yang di beritahukan oleh arwah Sekar kalau dirinya harus mengoleskan bubuk obat. Tapi sebelum itu, ia menyeka tubuh Raden Sastra terlebih dulu. Kirana mengambil air dan kain bersih yang tersimpan di bilik kamar, Ada rasa canggung karena ini baru pertama kalinya merawat seorang pria. Berkali-kali Kirana menahan ngeri karena melihat luka sayatan yang begitu parah di tubuh Raden Sastra.

"Sangat luar biasa, dalam keadaan luka parah seperti ini, tidak sadar selama berhari-hari, tanpa infus, tanpa peralatan medis, tapi manusia masih bisa bertahan hidup. Apa begini yang dijuluki orang sakti?" gumam Kirana dalam hati. Jika semua itu terjadi di dunia nyata, maka orang sakit parah seperti ini pasti sudah jadi almarhum.

Setelah selesai menyeka tubuhnya, kini giliran Kirana menyeka bagian wajah Raden Sastra. Namun sebelum itu, Kirana kembali mengganti dengan air yang lebih bersih. Perlahan-lahan Kirana menyeka wajah sang Raden dan berdoa semoga pria yang terbaring itu tidak sadar saat dirinya mengusap wajahnya, ada luka di kening namun mulai mengering.

Kirana terdiam sambil mengamati wajah tampan Raden Sastra, wajah yang begitu tegas, kulitnya yang kuning Langsat, dan bentuk tubuh yang kuat dan kekar.

"Sudah Kirana! Lakukan saja tugasmu. Berhenti berfikiran yang tidak-tidak dan kau bisa pulang setelah ini." bisiknya dalam hati.

Usai menyeka tubuh Raden Sastra, Kirana mengambil bubuk obat dan menaburkannya diluka yang mulai mengering itu. Rasa ngeri dan juga takut menyelimuti ketika Kirana menabur obat, ia tidak kuat dan tidak tega.

"Tugas pertama selesai sudah, tapi tugas ini membuatku lapar. Apa ada makanan di rumah ini?" gumamnya sambil melangkah ke dapur.

Ada sebuah tudung saji yang terbuat dari anyaman bambu namun bentuknya lebih kecil dari yang biasanya, beruntung sekali ada ubi rebus didalamnya. Entah sudah berapa lama ubi itu tapi rasanya masih lumayan enak, lebih baik daripada tidak ada makanan sama sekali kan. Setelah kenyang Kirana harus berfikir dimana ia harus tidur. Hanya ada satu tempat tidur dan satu kamar di rumah ini, ia menggeledah rumah Sekar untuk menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk alas dan selimut.

"Hey Raden... Mau sampai kapan kau tidur seperti ini? Tapi jika kau macam-macam saat aku tidur, aku tidak akan segan memencet lukamu!"

Kirana mulai menyiapkan alasnya, kemudian ia merebahkan diri di lantai. Seumur-umur Kirana belum pernah tidur tanpa kasur dan bantal, meski selama ini ia ngekos tapi selalu ada bantal, selimut dan kasur untuk tidur. Berhubung Rasanya lelah sekali, Kirana terpaksa menerima keadaan itu. Ia termenung sejenak, membayangkan orang-orang yang ia sayangi. Butiran cairan bening meluncur dari ujung matanya, Kirana sedih, takut, karena sekarang ia berada entah dimana dan jauh dari keluarga, sahabat dan dunianya.

Perlahan mata Kirana terpejam, ia tidur dalam hati yang hampa. Berharap kalau besok ada keajaiban yang membawanya pulang, berharap jika esok ia masih di sini, tidak akan ada masalah yang menimpanya. Kirana masih perlu belajar banyak dan beradaptasi dengan dunia asing.

avataravatar
Next chapter