webnovel

Sang Putri Merah Tua

Konon pada zaman dahulu, terdapat mitos penguasa dunia bawah yang dikenal dengan nama Putri Merah Tua. Ia digambarkan sebagai gadis muda yang kejam dan angkuh akan kemampuan sihirnya yang luar biasa. Ia juga digambarkan sebagai pengendali iblis raksasa jahat bermata tiga. Akan tetapi, ia hanyalah mitos di mata semua orang, yaitu dongeng pengantar tidur anak-anak. Namun benarkah begitu? Bab baru setiap Sabtu.

NAF12 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

Chapter 0: Irkalla

Hidupku berubah drastis setelah bertemu makhluk jahanam itu. Tidak… TIDAAK!!! Aku tak ingin melihatnya lagi, makhluk itu begitu besar dan mengerikan, mungkin dialah yang terkuat di antara semua makhluk dunia bawah itu! Hentikan kekonyolan ini… HENTIKAN! Aku lebih baik berhenti sebagai prajurit daripada bertarung melawan makhluk iblis raksasa itu!

Enam jam yang lalu…

Mimicry adalah sekelompok petualang yang terdiri atas tujuh orang gabungan dari berbagai ras. Mereka disebut sekelompok petualang atau disebut juga party. Mereka menerima pekerjaan pengintaian terhadap daerah lembah yang tertutup oleh hutan yang luas nan lebat. Tentu saja bayaran mereka mahal mengingat perjalanan mereka yang cukup panjang dan melelahkan.

Ketua party mereka adalah kelas ksatria suci atau dikenal juga dengan crusader. Sedangkan sisanya adalah gabungan antara kelas penyihir dan kelas petarung. Mereka semua mempunyai level dan pengalaman yang hebat bahkan dikenal sebagai salah satu party terkuat di negeri mereka.

"Hati-hati, tempat ini mungkin dipenuhi oleh monster."

"Siap pak ketua!"

Mereka mulai melangkah masuk ke dalam hutan. Bukan sembarang hutan yang mereka masuki, hutan itu adalah Hutan Agung Mawara. Tentu saja, kelompok Mimicry mengetahui hal tersebut dan bergerak dengan sangat hati-hati. Melihat banyak sekali pepohonan yang memiliki wujud tak lazim membuat mereka terkesima. Belum lagi warna dedaunan di hutan tersebut didominasi warna merah tua seperti layaknya warna merah bunga mawar. Dan ya, bunga mawar bertebaran banyak di sekitar hutan itu.

"Pak ketua!" seru salah satu anggotanya. "Ada minotaurus berkeliaran pak! T-Tampaknya mereka membawa senjata-senjata besar."

Anggota-anggota yang lain serta si ketua party melihat ke arah sekumpulan minotaurus yang bergerak meninggalkan hutan sambil membawa sesuatu yang tampaknya seperti tandu dan di atasnya terdapat banyak sekali kantung berlumuran darah.

Minotaurus adalah ras monster yang berwujud seperti manusia besar berkepala banteng. Mereka mempunyai akal pikiran layaknya manusia, namun insting hewan buas tidak hilang dari dalam diri mereka. Mereka adalah pemakan segalanya, tumbuhan, hewan lainnya, bahkan manusia sekalipun. Karena itu, mereka menjadi salah satu sasaran serangan para petualang.

Si ketua beranggapan bahwa kemungkinan besar itu adalah hasil buruan mereka. Ia menarik pedangnya dan di saat bersamaan ia memerintahkan anggotanya untuk menyerbu kawanan minotaurus tersebut.

"Jangan biarkan satupun lolos. Bunuh semuanya."

"Siap, ketua!"

Kawanan minotaurus yang sedang lewat membawa tandu berisi buruan itu terkejut bukan main. Bagaimana tidak, salah satu dari mereka seketika terpenggal kepalanya sehingga hujan darah menciprati tubuh-tubuh mereka. Tandu bawaan mereka langsung dijatuhkan ke tanah dan mereka mengambil sikap siap dan menghunuskan kapak-kapak raksasa mereka sambil mencari siapa yang menyerang mereka.

Namun mereka tak dapat menemukannya. Malahan, satu per satu dari mereka mati terbunuh hingga akhirnya tersisa satu. Monster itu gemetaran ketakutan karena kawanannya mati semua. Ia menghembuskan napas panjang dan mengayunkan kapaknya membabi buta. Hingga akhirnya, si monster menyadari, bahwa para penyerang tersebut bersatu dengan alam. Namun naas, ketika menyadari pergerakan mereka, ia telah mati terpenggal.

Sesaat kemudian, tiap-tiap anggota kelompok Mimicry menunjukkan diri mereka. Ada yang menggunakan jurus penghilang, ada yang mengenakan perlengkapan ghillie, ada yang menyatu dengan pepohonan, bahkan ada yang berpura-pura menjadi batu. Nama party mereka bukanlah isapan jempol belaka. Mereka dapat menyembunyikan hawa keberadaan mereka sebelum menyergap musuh mereka dengan cepat dan mematikan.

"Kerja bagus."

"Uwek, bau apa ini? Pak ketua, lihat kantung ini!"

Si ketua melihat kantung yang berlumuran darah itu. Dari lubang kantung itu ia melihat ada suatu benda.

"Apa itu…?" Ia melihat lebih dekat lagi. "Astaga!" Ia terkejut melihat apa yang terdapat di dalam kantung itu. Terdapat potongan-potongan tubuh manusia di dalamnya. Dalam seketika si ketua merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang benar. Setelah itu, ia mengajak anggotanya untuk mengubur potongan-potongan tubuh tersebut. Walaupun jijik, namun mereka berhak mendapatkan penguburan yang layak.

Setelah itu, mereka melanjutkan misi mereka, yaitu pengintaian. Sebenarnya si ketua sedikit ragu terhadap misi yang diterima party-nya, yaitu 'apa' yang harus mereka intai.

Selama berjam-jam mereka mengitari hutan tersebut. Membantai monster-monster level menengah kebawah yang menyerang mereka sambil meneliti tanaman-tanaman unik yang berada di sekitar hutan itu.

Hingga suatu ketika, salah satu dari mereka menemukan objek besar.

"Pak ketua! Datanglah kemari!"

Si ketua lantas datang dengan segera beserta anggota yang lain. "A-Apa-apaan ini?"

Di depannya terbentang sebuah lingkaran sihir raksasa terbuat dari bebatuan. Motif yang membentuk adalah lingkaran raksasa dengan segitiga sama sisi serta lingkaran kecil ditengahnya. Ia kemudian meminta salah satu penyihirnya untuk menghancurkan lingkaran sihir itu. Namun anehnya, lingkaran sihir itu tak hancur walau dihantam sihir jenis apapun, baik itu api, udara, air, dan petir sekalipun.

Setelah dua jam mencari tahu maksud keberadaan lingkaran sihir itu, ia berpikir mungkin inilah yang perlu mereka intai. Namun ia penasaran, sejak kapan ada lingkaran sihir yang luar biasa raksasa seperti yang ia lihat sekarang? Ia pernah melihat sihir tingkat atas, dan itupun tidak memiliki lingkaran sihir yang besar seperti yang ia lihat sekarang.

Si ketua memiliki sebuah ide. Karena lingkaran sihir tersebut memiliki titik tengah yang tampaknya memang ditujukan untuk suatu benda agar 'ditancapkan' didalam titik itu. Pedang yang ia gunakan merupakan pedang sihir suci, ia berpikir kemungkinan akan terjadi sesuatu jika ia melakukannya.

Namun di sisi lain, anggotanya memperingati sebaiknya ia tak melakukan hal tersebut. Si ketua tentu menyadari hal tersebut, akan tetapi ia tak mau melompong tak menghasilkan apapun untuk dilaporkan dalam pengintaian mereka yang aslinya juga tidak jelas harus melakukan apa.

"Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin itu."

Ia meyakinkan anggota-anggotanya dan menghunuskan pedang sucinya di titik tengah lingkaran sihir itu. Lantas, ia menancapkan pedangnya ke tanah lalu ia rapalkan sihir suci.

"..."

"…tampaknya tidak terjadi apa-apa."

"Yah, mungkin tempat ini adalah peninggalan seseorang."

"Apa sebaiknya kita pulang saja ya?"

"Tetapi kita belum mendapatkan apapun di sini…"

Si ketua semakin heran dan curiga. Apa maksud pemberi misi itu? Setelah dipikir-pikir lagi, ia menyadari bahwa mungkin mereka dikirim ke sebuah jebakan. Apa yang mesti mereka lakukan saja sudah rancu, tentu saja ini jebakan, pikirnya.

Ia memerintahkan anggota-anggotanya untuk melangkah pergi dari hutan itu, secepatnya karena si ketua merasa sesuatu yang janggal.

Namun sebelum mereka melangkah pergi, tiba-tiba lingkaran sihir raksasa itu bereaksi dan menyala-nyala, mengagetkan semua yang ada di sekitar lingkaran sihir itu. Si ketua langsung menyerukan semuanya untuk kabur secepat kilat. Namun semuanya sudah terlambat, ia dan kelompoknya menghilang dalam sekejap mata.

Mereka diteleportasikan ke tempat lain.

..

.

Si ketua membuka matanya, mendapati dirinya dan kelompoknya berada di tempat yang ia tak ketahui. Untungnya, kelompoknya masih tampak sehat-sehat saja. Ia bersyukur karena tak terjadi hal yang buruk. Namun masalahnya adalah…

"…Tempat apa ini?"

Ia melihat langit-langit yang jauh tertutup kristal dan bebatuan yang menyinari tempat mereka berpijak. Tempat itu seperti labirin raksasa. Memerhatikan sudut-sudut tempat itu membuatnya merinding ngeri. Belum lagi udara yang amat lembab dan tidak nyaman untuk dihirup.

Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tempat apa ini? Bahkan gua-gua yang biasa mereka kunjungi tak semegah ini.

"Apa mungkin… tempat ini adalah tempat yang seharusnya kami intai?" tanyanya dalam hati. Anggota-anggota lainnya pun juga beranggapan sedemikian.

Setelah melirik sekitarnya beberapa saat, ia memutuskan untuk meneruskan misinya.

"Ayo. Kita lanjutkan misi ini."

Beberapa gemetaran, namun tak ingin mengecewakan ketua mereka, mereka pun mengiyakan perintahnya.

Seiring waktu berjalan, mereka semakin masuk ke labirin itu. Awalnya aman-aman saja, namun ketika mereka merasa mereka seperti melakukan tur perjalanan santai, disitulah mereka disadarkan, bahwa mereka berada di daratan tak terjamah sebelumnya oleh manusia.

"Awas!" teriak salah satu anggota kelas petarung sambil membendung hujaman batang pohon yang berbentuk seperti tentakel dengan duri-duri besar. Saking kuatnya pohon tersebut, si petarung terlempar jauh dan menabrak dinding batu. Untungnya ia memutar tubuhnya agar tak menerima banyak luka berarti.

"M-Makhluk ap-ap-apaan itu…?" Beberapa anggota mereka tak berkutik di hadapan pohon aneh itu. Kaki mereka seperti membeku di mana mereka berada.

Sang ketua lantas melakukan jurus pedangnya dan menebas habis pohon yang menggeliat itu. "Jangan takut! Selama kita bersatu, kita takkan kalah! Satukan jiwa kalian, jangan menyerah!"

Anggota-anggota petarung lainnya bergabung dengan sang ketua lalu menghajar habis sisa pohon tersebut. Si ketua terus menyerukan anggotanya untuk tak menyerah, tetap semangat, dan terus maju. Ia percaya bahwa sekuat apapun musuh mereka, jika bersatu maka mereka pasti berhasil.

Seruannya membakar semangat anggotanya, menghilangkan segala rasa takut mereka dan mengembalikan keberanian mereka. Dalam waktu sesaat, kelompok Mimicry menyerang balik bersamaan dengan munculnya belasan monster tingkat menengah yang terpanggil akibat sihir suci sang ketua.

Pertempuran berlangsung hebat, puluhan panah diluncurkan, pedang dihujamkan ke tubuh monster-monster, sihir elemen dilepaskan ke kumpulan monster dan sihir penyembuh mengembalikan fisik anggota lainnya seperti sedia kala.

Dua puluh menit berlalu, mereka berhasil menghabisi semua monster yang memojokkan mereka. Akan tetapi, belum lagi menghirup udara lega, sebuah monster ular raksasa bercangkang keras bagaikan baja dan berwujud tajam seperti tumpukan duri muncul dari bawah tanah. Monster itu sangatlah besar. Mungkin tiga kali lebih besar dari pohon tentakel aneh itu.

"Wah… wah… tampaknya memang mereka tidak membiarkan kita istirahat ya…"

"Benar sekali pak ketua… dan mungkin ini adalah pemimpin mereka. Lihatlah sinar merah yang ada di kepala monster itu…"

"Ya, mungkin kau benar. Ayo kita habisi dia!"

Sesaat kemudian, pertempuran meletus kembali. Monster ular itu sangatlah tangguh, jauh lebih tangguh dari belasan monster yang mereka lawan sebelumnya. Tubuhnya sangat keras, bahkan pedang suci milik sang ketua tak mampu menembusnya.

"Tsk, ini benar-benar gawat. Jika pedangku tak mampu membelahnya, maka apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya?"

Monster itu menggeliat sangat liar, mengguncang dataran tempat itu. Sembari meliuk-liuk, monster itu dihujam bola api yang amat banyak oleh anggota-anggota penyihir Mimicry. Sang ketua kemudian berpikir bahwa monster itu mungkin lemah terhadap sihir.

"Teruskan sihir kalian!"

"Laksanakan, ketua!"

Si ketua bersama tiga anggota petarung lainnya bergabung, memikirkan dengan cepat apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk mengalahkan monster itu.

"Aku sarankan kita hancurkan penglihatannya. Jika makhluk bedebah itu tak bisa melihat, kita bisa menghabisinya tanpa khawatir serangannya."

"Akan tetapi sobat, ia pasti akan lebih liar lagi. Sudah menjadi hal yang lumrah jika monster kehilangan penglihatannya akan langsung menyerang membabi buta."

"Benar, tetapi dengan begitu, kita bisa menyerangnya dari jauh bukan?"

"Benar juga… kita memiliki penyihir-penyihir kelas atas. Pasti kita akan menghabisinya."

"Berarti sepakat ya. Kita hancurkan penglihatannya."

"Tetapi di mana 'mata' monster itu?"

Mereka melihat monster ular tersebut yang menggeliat entah ke mana-mana karena disambar gabungan sihir udara, api, dan petir sekaligus dan bertubi-tubi.

"Sebenarnya, pak ketua… dari tadi aku bertempur dengan monster bedebah itu, aku menemukan hal unik."

"Apa itu? Sebutkanlah!"

"Kau lihat yang bersinar merah dari ujung kepalanya yang tajam itu?"

"Ya…?"

"Aku yakin sekali itu 'mata'-nya. Karena ia melihat pergerakanku dengannya."

"Oke. Kita coba hancurkan itu."

Mereka kemudian membuat formasi tempur. Sang ketua memerintahkan penyihirnya untuk berhenti menyerang. Sesaat kemudian, monster itu melihat kea rah formasi anggota petarung, lantas, ia menyerbu dengan kecepatan penuh. Ular raksasa itu menyeruduk tanah dan ke udara, sebelum akhirnya tepat beberapa meter di depan mereka.

"…SEKARANG!"

Dalam sekejap, para petarung menyebar dan melompat membentuk arah busur. Kemudian bersamaan, mereka menggunakan jurus penghantam tanah ke monster itu, membuatnya terpaku dengan bumi dengan sangat keras. Sang ketua dan satu lagi petarung mendarat di atas cangkang keras ular itu lalu berlari meluncur ke kepala ular tersebut. Bersamaan mereka di atas kepala ular itu. Si petarung dengan tangan bajanya menahan kepala ular tersebut sedangkan si ketua melompat ke depan kepala ular tersebut.

Mata mereka saling bertemu. Yang satu mewujudkan mata keberanian dan ketahanan hidup sedangkan yang satunya lagi mewujudkan kejahatan tak terbandingkan. Sang ketua pun mengayunkan pedangnya dan tepat di titik tengah matanya, ia menancapkan pedangnya dengan kuat. Darah monster itu bercucuran keluar, dan kemudian matanya yang bersinar merah pun tak lagi menyala. Monster ular itu menggeliat dengan lasaknya.

Sang ketua mendarat dengan aman di depan ular tersebut, namun para petarung belum turun dari tubuh ular itu. Mereka terus-terusan menghajar tubuh ular tersebut walaupun mereka tahu jika ular tersebut tak akan terlukai oleh serangan mereka. Mereka hanya ingin melampiaskan amarah mereka.

Tiba-tiba…

Ular tersebut berhenti bergerak, mematung di tempat dan bertahan. Pukulan-pukulan para petarung tak membuatnya berkutik, ia tetap teguh dan tak tergoyahkan. Pada detik berikutnya, ular tersebut mendaratkan kepalanya dan dengan kencang menyapu tanah dengan amat kencang, menghancurkan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Dua petarung mati mengenaskan akibat serbuannya tiba-tibanya itu. Sang ketua terkejut, bukankah ular tersebut sudah buta? Apakah matanya lebih dari satu?

Ular tersebut kemudian bergerak berkali-kali lipat lebih kencang dari sebelumnya, mengalahkan kecepatan para petarung yang berusaha menghindar. Sisa petarung lainnya pun terbunuh oleh sapuan tubuh ular bercangkang tajam itu.

"Tidak…" sebutnya pelan. Anggota penyihir tampak ketakutan setelah melihat tubuh teman-temannya tercincang habis oleh ular itu.

Ular tersebut lalu tak kembali bangkit seperti sebelumnya. Ia tetap memeluk tanah.

"Pantas saja aku kebingungan dari tadi… pantas saja aku merasa ada yang tidak beres dengan monster gila ini…"

Ular itu kemudian bergerak maju dengan kencang dan kemudian berusaha menyapu bersih lawannya. Para penyihir langsung menyalakan pelindung absolut dan syukurnya mereka berhasil menahan sapuan ular tersebut.

"Ba-bagaimana ini, pak ketua?!"

"…hah… benar saja…"

"Pak ketua!!! Monster ular ini terlalu kuat! Kita harus mundur!!!"

"…monster…? Hahahaha… akhirnya aku sadar mengapa aku bingung dari tadi. Sedari awal kita bertemu, monster ini tak sekalipun mengeluarkan suara teriakan yang melengking seperti halnya monster-monster yang kita lawan sebelumnya. Ia tak mengeluarkan suara apapun dari mulutnya. Karena sejatinya, makhluk ini… bukanlah 'monster' sesungguhnya. Dia adalah…

…bagian dari monster yang sesungguhnya."

Akhirnya, para penyihir kehabisan tenaga mereka, dan mereka tergiling oleh sapuan monster itu. Banjir darah bercucuran dari sapuan monster itu dan bercampur dengan debu yang keluar dari tanah. Entah mengapa, monster itu berhenti tepat sebelum menyentuh si ketua, seolah-olah ia dibiarkan hidup.

Si ketua tak berkutik. Ia tahu bahwa dirinya akan mati bahkan sebelum ia mengedipkan matanya. Ia begitu takut, hatinya akan meledak karenanya. Jiwanya akan hancur berkeping-keping, tubuhnya pun tak akan bersisa. Ia yakin sekali.

Kemudian, suara gelak tawa yang amat keras dan mengerikan terdengar. Sesaat kemudian, bumi bergetar, si ketua pun tak mampu menahan beban takut tubuhnya. Di depannya, muncul monster yang luar biasa besarnya.

"Ah… kau… kau adalah… hihihihi, hahahaha, sekarang aku tahu aku sedang berada di mana…" Si ketua tanpa anggota tersebut telah menjadi gila melihat monster bermata tiga dengan kepala yang berujung runcing-runcing dan membentuk seperti mahkota. Monster ular tadi yang ia lawan adalah ekor dari monster super besar yang ada di hadapannya.

"Kau adalah iblis! Penguasa tempat ini!"

Monster itu pun buka suara. "Benar sekali, wahai manusia. Namun itu adalah pada zaman dahulu kala. Sekarang yang memimpin kami semua adalah beliau."

Si ketua melihat ke atas perlahan, ia pun menyadari bahwa terdapat kristal besar berwarna merah tua dan terdapat banyak sekali bunga besar yang mengitarinya. Dan dari dalam kristal itu, ada seseorang… yang telah menyaksikan pertempurannya sejak awal.

"Sayang sekali kau tak berhasil menghiburnya. Tapi tak apa, karena aku terhibur oleh usahamu dan teman-temanmu."

Si ketua tak sadar mengeluarkan air mata, lendir, dan air liur. Jiwanya telah hancur. Ia mungkin akan mati hanya dengan hembusan iblis di depannya.

"Yha… thempat ini… adhalah…

…Irkalla… tanah kematian… dunia bawah…

…tempat sang Putri Merah Tua berada…"

Si ketua pun kehilangan kesadarannya. Namun iblis raksasa di depannya malah menyembuhkan dirinya, dan ia dikembalikan ke dunia permukaan. Alasannya sangatlah sederhana, karena iblis itu merasa terhibur akan pengetahuannya.

Dengan demikian, kelompok Mimicry… telah hilang dari muka bumi. Dan kekejaman sang Putri Merah Tua telah menghancurkan jiwa ketua kelompok itu, dan akan terus begitu.

Sepuluh tahun pun berlalu…