webnovel

Kisah Anak SMA

Sebenarnya di dunia ini cuma butuh channel kalau mau sukses. Tapi ada juga yang dari awal berjuang keras tanpa ada channel, tergantung orangnya aja.

Helen emang paling tahu apa yang aku mau, kalau saja dia cowok, sudah pasti kukencani karena kami berdua punya cara masing-masing untuk bertahan sejauh ini, untuk berjuang ngehadapin segala masalah yang datang. Dia membawaku berkenalan secara online dengan Kak Putri, dia membuatku menghidupkan ide cerita yang terpendam oleh kemalasanku.

Sekarang, akan kuceritakan tentang kisah anak SMA. Aku bukan pemeran utamanya. Jika saja waktu bisa terulang kembali, aku mau jadi pemeran utama dari kisah SMA yang aku tulis ini. Sebuah dongeng romantis, cinta yang tak bisa dipegang dengan satu tangan. Cinta itu asam, pahitnya membuatku menangis, tapi aku ingin menggigit rasa manisnya.

Andai waktu aku SMA, ada cowok romantis yang mengatakan padaku seperti ini, "Apa yang bisa aku lakukan untuk mengurangi stress kamu? Aku di sini untukmu."

Mungkin aku tidak berada di sini sendirian, menghalu dan berharap suatu saat menemukannya dalam kisah nyataku sendiri.

Baiklah, sekarang kita mulai. Dengan tokoh utamanya yang kunamai, namaku sendiri. Moza Agustina.

***

Surabaya, 6 Desember 2017

Tepat pada saat itu, aku pindah ke Surabaya dengan ayahku dan kedua adikku. Umurku baru menginjak tujuh belas tahun. Tidak banyak yang dapat aku harapkan meski kini aku akan membuka lembaran baru di kota metropolitan ini.

Ayah mendaftarkanku sekolah di salah satu SMA yang cukup favorit, beruntungnya nilaiku di sekolah sebelumnya selalu baik dan selalu mendapatkan ranking satu. Sehingga sekolah swasta yang katanya cukup mahal ini tidak memberatkan aku. Lantaran aku mendapatkan beasiswa yang ditawarkan langsung oleh kepala sekolahku. Nasib baik terlihat untuk langkah pertamaku.

"Selamat bestie, akhirnya udah sweet seventeen juga," ucap Helen yang merupakan sahabat baruku di kota ini. Tapi aku juga punya sahabat lama yang mengucapkan selamat ulang tahun lebih dulu.

"Thank you Helen, pertama karena baru beberapa bulan aku di sini kamu udah baik banget sama aku. Mungkin aku nggak sekaya anak-anak lain yang bisa ngadain pesta mewah di halaman belakang rumahnya yang ada kolam renangnya sambil ngundang MC, live music trus satu angkatan disuruh dateng semua. Karena bisaku hanya merayakan hari ini denganmu, dan Clarissa di rumah nyamanku," tuturku dengan penuh keceriaan karena suasana hatiku saat ini benar-benar baik.

Helen dan Clarissa langsung memberikan pelukan hangat. Kami bertiga resmi menjadi sahabat karena kami merasa satu frekuensi.

"Nggak masalah. Umur yang bertambah patut disyukuri, bukan dimeriahkan." Clarissa menanggapi ucapanku yang tadi, aku mengangguk setuju.

"Kalian tahu kapan terakhir kali aku mengadakan pesta ulang tahun?" Kami pun saling berbagi pandangan, kulihat alis Helen saling bertautan.

Clarissa bergumam lirih. "Saat umurmu enam belas tahun?"

"Salah." Aku menggeleng sambil terdenyum singkat.

"Saat umurmu lima belas tahun?" sahut Helen seraya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.

"Hampir benar, jawabam yang paling tepat lima tahun, saat itu aku merasa hidup karena banyak orang yang datang dan memberiku selamat." Aku tersenyum lembut, kemudian mengambil piring-piring kecil untuk memotong kue dan memberikannya kepada dua sahabatku.

Kami sedang menikmati sepotong kue dengan sirup jeruk yang kubuat. Sementara adik-adikku bersama ayahku sedang berada di ruang tengah, tidak ingin menggangguku karena aku sudah memberikan kue juga untuk mereka.

"Ibumu sudah mengucapkan selamat ulang tahun, Zaa?" tanya Helen secara random ketika kami kehabisan topik.

Clarissa mengedipkan sebelah matanya kepada Helen karena telah menanyakan hal sensitif kepadaku. Namun aku tampak biasa saja dan sudah mengira bahwa mereka akan menanyakan hal itu. Walaupun beberapa bulan mengenal mereka, kami bertiga sudah saling bercerita tentang latar belakang masing-masing.

"Belum, mungkin lupa." Aku hanya mengedikkan bahu acuh, lalu meraih gelas sirup milikku untuk kuteguk sampai habis.

"Tapi kalian masih saling save nomer kan? Meski hubungan enggak baik-baik aja?" Helen bertanya dengan penuh kehati-hatian, walaupun Clarissa sudah melototinya agar ia menghentikan topik ini.

"Ah, Moza harus cari pacar kayaknya!" seru Clarissa yang langsung berdiri di hadapanku untuk mencuri perhatianku dan mengalihkan topik Helen sebelumnya.

"Pacar?!"

Clarissa cukup terkejut karena aku dan Helen berteriak di depannya secara bersamaan. Perlahan Clarissa menganggukkan kepalanya. "Iya nyari pacar gitu kan udah tujuh belas tahun, di sini yang belum ada ayang cuma kamu doang, emang nggak mau nikmatin hidup sekali-sekali sama ayang?" celetuk Clarissa yang menambahkan beban pikiranku.

"Mau sih... Tapi kan," aku belum selesai berbicara, tetapi Clarissa segera menyahut.

"Oh, ayolah Moza, kamu bukan idol yang dilarang punya pacar. Lagian punya ayang bukan kejahatan kok," seru Clarissa lagi yang tampak meyakinkanku.

"Tapi punya pacar bisa jadi nambah beban masalah, Clarissa. Udah deh biarin aja kehidupan Moza berjalan sesuai alur. Pacar nggak usah dicari, nanti juga muncul sendiri."

"Emang setan muncul sendiri Hel?"

Tuh kan, Clarissa dan Helen jadi berdebat. Aku hanya bisa mendengus kesal, dari pada semakin panjang perdebatan mereka, maka aku segera menyela. "Nanti deh aku pikirin."

"Nah, cakep! Kadang kamu juga harus butuh seseorang yang bisa nemenin kamu ke mana-mana kalau pas nggak lagi sama kita," ungkap Clarissa yang kadang ada benarnya.

Walaupun aku sudah terbiasa sendirian ke mana-mana kalau tidak ada mereka berdua, tapi sangat terasa kesepian kala melihat dua insan romantis yang saling bergandengan tangan.

***

"Wah parah Tiara Andini sama Alshad udah mulai ngepublish hubungannya!"

"Hari patah hati nih, udah kalah duluan sama Tiara. Selen udah nemeuin maminya."

"Kalau Uti mah aku ikhlas aja sih, karena dia emang cocok sama Alshad dari pada sama kamu nggak rela aku, mending kita berdua sama-sama nggak bisa ngedapatin Alshad."

"Jahat banget sih, Chaa!"

Aku menahan diri untuk tidak tertawa terlalu keras karena mendengar obrolan dari teman sekelasku. Mereka adalah penggemar Alshad Ahmad. Kamu tahu kan siapa dia? Pria idaman yang masih muda dan penyayang terhadap binatang. Tak heran jika kaum hawa sangat mengidolakannya. Karena aku sendiri juga sempat mengikuti kontennya, apalagi akhir-akhir ini dia selalu update tentang Selen, nama harimau putih miliknya.

Membicarakan Alshad, tiba-tiba ada notifnya masuk ke ponselku. Karena ini masih jam istirahat dan aku tidak ikut ke kantin dengan kedua sahabatku, lantaran mereka bersama kekasihnya masing-masing, maka lebih baik di kelas ini aku menonton konten terbarunya. Belum juga membuka video tersebut, suara teriakan dari para cewek teman sekelasku membuat telingaku hampir pecah.

Aku mendengus sebal, melanjutkan video yang sempat terjeda. Kuperhatikan apa yang sedang dilakukan Alshad, selama melihat konten tersebut, tiba-tiba aku memiliki ide cemerlang. Mungkin ini bisa jadi solusi dari apa yang disarankan temanku, aku bisa mencobanya juga seperti Alshad.

Kuulangi beberapa kali saat Alshad menjelaskan tentang aplikasi dating yang ia coba. Katanya yang menggunakan aplikasi tersebut memosting foto aslinya. Setelah mengunduh aplikasi tersebut dari play store, aku pun mengikuti cara mendaftarnya. Lalu memasukkan beberapa informasi data pribadi agar lawan jenisku dapat mengenalku terlebih dahulu sebelum mereka memasukkanku dalam daftar kecocokkan. Ah, di sana juga ada tingkat kecocokkan berdasarkan zodiak.

Sialnya, saat aku sudah menemukan beberapa pasangan dan kecocokkan untuk lanjut ke chattingan bersama mereka, bel masuk berbunyi, istirahat sudah berakhir. Sebelum ada kedua sahabatku dan mengetahui apa yang sedang kulakukan, maka aku segera menyimpan ponselku di tempat teraman.