webnovel

Tidak Berani Sendiri

Mulai malam ini, Tama menemaniku di rumah kosong itu. Dia datang jam sepuluh malam dan pulang sebelum subuh, untuk menghindari penglihatan warga agar tidak curiga. Tama adalah adik yang sangat mengerti dengan kondisiku, dia adalah orang kedua setelah ibu yang paling dekat denganku. Untuk itulah dia mau menemaniku di rumah kosong ini, walaupun, resikonya warga akan murka jika ketahuan. Tapi mau gimana lagi? Daripada aku mati ketakutan disini, setidaknya dengan adanya teman akan meminimalisir rasa takut itu.

Tama membelikanku ponsel baru  plus simcardnya, Langsung aku gunakan untuk menghubungi call center  bank guna melakukan pemblokiran kartu ATM atas namaku supaya pencuri itu tidak bertindak terlalu jauh.

Namun, aku terlambat

Call centre menyebutkan saldo rekening tersisa nol rupiah. Penarikan terakhir dilakukan tadi pagi. Pasti ini kerjaan maling sialan itu.  Aku masih ingat betul di rekeningku itu masih ada dua ratus juta sekian, hasil kerja selama berbulan-bulan di kapal raib dalam satu malam,  tentu maling ini memiliki kemampuan IT yang handal apalagi mengingat data pribadi dan dokumen kelautan semua ada di tasku yang di curi itu. Wajahku berubah pias.

"Mas? Kenapa?' tuturnya cemas, dia melihat pandanganku kosong seperti orang shocked. Rasa marah, kesal, kaget, takut bercampur jadi satu sampai aku tidak bisa berkata apa-apalagi. Uang dengan nominal yang besar yang seharusnya untuk modal menikah itu hilang tak berbekas. Sudah kurang lebih lima tahun aku bekerja di kapal , dan hasilnya aku bisa memilki rumah, tanah, dan mobil yang dipakai Tama ketika menjemputku kemaren. Aku juga sudah bertunangan dengan pacarku itu , dan aku berjanji setelah pulang kontrak ini akan melangsungkan pernikahan dengannya tentu setelah selesai masa karantina. Tapi jika mendengar berita ini, apakah pacarku masih mau menerima keadaanku?

"Uang di rekeningku ludes Ham.." lirihku sembari membenamkan wajah diatas lipatan tangan. Mataku menghangat,  tak terasa air mata menetes di pelupuk mata. Rasanya dada sesak sekali, nyeri sampai ulu hati. Tama membiarkanku menumpahkan kesedihan. Tama dengan sigap menelfon polisi untuk mengupdate kasus  pembobolan ATM itu. Dia terus mencoba menenangkanku, dia bilang polisi sudah bekerja keras untuk menemukan siapa pelakunya. Bisa dibilang maling ini bukan maling sembarangan, kelasnya sudah kelas kakap.

"Polisi pasti bisa meringkus malingnya Sabar saja, semua barang-barang Mas pasti akan kembali. Mending sekarang Mas tidur, aku juga mau tidur, besok sebelum subuh, aku harus sudah sampai di rumah ."

"Udahlah Ham, ngapain pulang? disini saja temenin kakak sampai karantina selesai,  nanti biar ibu saja yang kesini buat nganter makanan" ujarku yang terkesan egois.

"Maaf Mas enggak bisa gitu, 'kan aku masih kerja di swalayan Mas, masih punya tanggung jawab. Lagian warga pasti curiga jika aku tidak terlihat berhari-hari." Perkataanya terdengar sangat dewasa. Aku sebagai abangnya malu karena harus merengek minta ditemenin, udah kayak anak kecil aja. Tapi, teror semalam itu sukses  meruntuhkan mentalku yang sekarang menjadi penakut dan parno apalagi menjelang malam hari.

Tama keluar dari kamarku, dia tidur di ruang tamu, sebenernya masih ada dua kamar kosong di sebelah kamar yang aku tempati ini. Satu kamar yang terbuka di bagian depan, masih layak digunakan untuk tidur, dan kamar tengah yang dibiarkan kosong tanpa ada barang sama sekali.

Lalu dengan segera aku melihat Tama tidur di sofa ruang tamu.

Aku sedikit  membuka pintu, supaya merasa aman karena aku bisa melihat Tama. Aku merebahkan diri didalam kamar. Berusaha memejamkan mata, tapi entah kenapa mata ini seolah terus terjaga. Berulangkali aku mendengar suara kriekan bambu yang tertiup angin. Kadang samar-samar aku mendengar kriekan itu seperti suara tawa yang memecah keheningan malam. Begitupun suara  tokek yang terdengar sangat jauh. Katanya mahluk seperti kuntilanak dan wewe gombel suka nangkring di pohon bambu, apalagi sepintas aku melihat pohon itu terlihat sangat lebat di belakang rumah. Aduh kenapa pikiran seperti itu bisa terlintas di otakku? Bulu romaku mendadak berdiri.

Kemudian aku membuka youtube, untuk memainkan video murotal dengan volum yang paling keras. Aku mencoba memejamkan mata. Namun suara seperti isak tangis terdengar di sela murotal, terdengar samar-samar.  Aku mencoba menajamkan pendengaran. Tidak salah lagi itu memang seperti suara orang menangis. Lalu, aku stop videonya. Anehnya suara itu tidak terdengar . Lalu aku kembali memplay videonya. Suara itu terdengar lagi justru lebih keras dari murotal. Aku matikan lagi, untuk kesekian kalinya suara itu tidak terdengar.

Aku yang semula berbaring, mengambil posisi duduk dan bergeser hingga merapat ke tepi ranjang itu. aku melihat dengan cepat seluruh sisi kamar itu kecuali kolong ranjang, mustahil aku menengok ke kolong itu, bagaimana jika sesuatu yang mengerikan ada dibawah sana? Seluruh indraku seolah sensitif dengan suara atau apapun itu.

Beberapa saat suasana menjadi sangat hening, hening sekali sampai tak terdengar angin yang berhembus mengoncang pohon bambu diluar. Lalu terdengar suara cekikikan, sangat lirh dan jauh sekali. aku kembali memainkan video, kali ini bukan video murotal, Tapi video ayat kursi. Tanganku gemeteran saat mengetik ayat kursi. Aku berdecak kesal. Entah darimana, aku tercium bau anyir seperti bau  darah. Terlintas difikiranku tentang hantu yang mungkin ada disekitarku. Yang kapan saja bisa menampakan wujud.