webnovel

Gila!

Dengan susah payah aku melakukannya. Berharap setan itu bisa pergi sejauh mungkin dari hadapanku. Aku sangat ingin cepat bebas dari rasa takut ini. Dasar setan kenapa mereka tidak berhenti untuk menganggu kehidupanku?

Bahkan ponselku sampai beberapa kali terjatuh seakan ada yang sengaja ingin mencegahku menyetel youtube. Sungguh ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Memang sangat mengenaskan dibandingkan dengan yang lain. tapi harus bagaimana lagi. Ini adalah cara yang bisa aku lakukan untuk mengusir hantu tersebut.

Akhirnya lantunan ayat kursi terdengar, aku sebenernya sangat hafal dengan ayat-ayat ini karena semasa kecil aku mondok dan khatam kitab suci di usiaku yang baru sepuluh tahun. Namun semakin tumbuh besar, justru aku semakin jarang beribadah. Inilah yang sedang aku sesali. Apalagi ketika di luar negeri. kerjaan yang begitu banyak sampai melalaikan ibadah, membuat jiwa ini sangat rapuh. Dengan sepenuh hati aku memejamkan mata, mengikuti lantunan di video itu,

Kuasa Tuhan! Baik suara aneh dan bau darah itu menghilang dengan sekejab. Aku mengucapkan syukur kepada Tuhan yang telah melindungiku, hati menjadi lebih tentram. Aku merilik jam tangan yang aku keletakan di atas nakas dekat dengan ranjangku,  sudah jam dua pagi. Aku memutuskan untuk tidak tidur sampai subuh, untuk membangunkan adiku supaya tidak keblabasan.

Dua jam kemudian

"Tam, bangun sudah subuh," seruku membangunkan adiku itu. Tama adalah tipe orang yang sensitif dengan sentuhan ketika tertidur, jadi digoncang sedikit saja dia sudah bangun. Lalu dia duduk sejenak dan ke melangkah kamar mandi untuk mencuci muka.

"Ya udah mas , aku pulang dulu." Ujarnya setelah selesai dari kamar mandi. Dia menggunakan jaket hoodie dan masker, dan sengaja dia melepas plat motornya, untuk menghindari kecurigaan warga. Aku mengantarnya sampai ambang pintu. Dia mulai mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Setelah itu, aku menutup pintu dan bergegas ke kamar mandi untuk bersuci. Lantas aku berganti pakaian koko yang dibawa Tama tadi malam, lalu  duduk di ruang tamu sambil terus menerus membaca ayat kursi. Entah kenapa, aku lebih nyaman di ruang tamu daripada di kamarku sendiri. Tak berapa lama terdengar suara azan subuh yang bersahut-sahutan, menghangatkan jiwa.

Aku menggelar sajadah di lantai ruang tamu untuk menjalankan ibadah. Ibadah pertama setelah sekian lama aku tidak melakukannya selama bekerja di kapal. Begitu banyak dosa yang kuperbuat, betapa sombongnya aku sampai aku melalaikan-Mu, sehingga Engkau memberikanku peringatan semacam ini. Dalam keheningan, aku bersujud dengan khusyuk, Memohon pertolongan-Nya.

Aku tidak mengalami gangguan sampai matahari sudah merangkak jauh dari peraduannya.

"Selamat Pagi Mas, wajahnya cerah sekali pagi ini? Jadi senang melihatnya," sapa Tama sumringah.

"Alah, lebay kowe!" sahutku terkikik. Mungkin ini efek beribadah tadi subuh.

"Ini Mas sarapannya, di makan dulu biar enggak panik."

"Bisa aja kamu." Aku menerima bungkusan plastik itu setelah menggunakan handsanitizer sesuai protokol kesehatan, "Oh iya, gimana udah ditemukan pelakunya?"

"Belum ada kabar dari kepolisian Mas."

Aku  ber 'O' pendek, terdengar sangat kecewa. Yang aku sesali tidak hanya uang yang hilang, tapi juga  koper yang berisi barang-barang kesayangan dan oleh-oleh yang kubawa jauh-jauh untuk orang-orang terdekat.

"Yang sabar ya Mas, pasti ketemu kok," tuturnya menyemangatiku, " Oh iya, nanti malam aku lembur, mungkin aku datang kesini agak larut, sekitar jam dua belasan.

"Ok , Ham. yang penting kamu datang Mas sudah senang. Mas tunggu ya."

Aku melongok ke sebelah rumah, rumah Pak Rangga. Sebenernya ini adalah moment yang tepat untuk bertanya dengan Tama perihal Pak Rangga, tapi dia sudah terlanjur pergi.  Ada berbagai pertanyaan yang menghinggapi benakku, apa benar sosok yang menampakan diri di depan cafe dan depan rumah kosong itu hantu Pak Rangga? Apa beliau sudah meninggal? Terus apa penyebab dia meninggal?

***

Dan malam pun tiba...

Buk!

Aku terjatuh dari sofa, seolah ada yang mendorongku. Aku terkejut lalu terbangun, jantungku berdebar-debar. Aku melihat jendela, ternyata diluar sudah gelap gulita.  Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Astaga aku ketiduran! padahal tadi sore aku niatnya  hanya rebahan saja di sofa. Mungkin efek begadang tadi malam sehingga tidurku jadi nyenyak sekali. 

Tenggorokanku rasanya kering. Mungkin karena cuaca panas sehingga ruang di rumah yang pengap itu juga menjadi panas. Aku berjalan terhuyung-hung ke dispenser dan minum air sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan dehidrasi. Tak berapa lama perutku berbunyi, biasanya Tama datang jam 7 malam untuk mengantar makan malam. aku mencoba mengecek diluar. Ternyata ada bungkusan yang tergantung di kunci gerbang. Karena perutku keroncongan aku bergegas untuk mengambilnya.

Ardi.. ardi

Sesampainya di pintu gerbang langkahku terhenti. Ada yang memanggilku. Suaranya seperti dari atas genteng. Mataku membulat, Nafasku menggebu. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuh tetapi di satu sisi aku juga penasaran. Aku pun menoleh dengan cepat ke sumber  suara. Tidak ada siapa-siapa.

Ardi.. Ardi.. hihihihihi.

Aku menoleh lagi, kali ini di luar pagar. Tidak ada siapa-siapa. Namun, aku seperti menyadari sesuatu. Cepat-cepat aku mengambil bungkusan itu, lalu berlari menuju rumah. Aku bersembunyi dibalik pintu. Dadaku naik turun. Tuhan suara tawa yang aku dengar tadi mirip seperti suara di kamar kemaren malam. Langsung aku meraih ponselku. Sial  lowbat lagi. Aku berlari ke ke kamar untuk mengambil charger. Ketika menancapkannya ke ponsel, terdengar suara orang mengetuk pintu.

"Siapa?" sahutku reflek.  Yang biasa datang ke sini cuma Tama, tapi dia bilang akan datang pukul dua belas malam. kalau bukan Tama, lantas siapa yang mengetuk pintuku malam-malam begini? dan bodohnya aku menyahutinya.

Tak berapa lama terdengar suara cekikikan. Tidak lirih seperti biasanya tetapi lebih keras!  Aku terperanjat. Gila Setan ini sudah tidak segan lagi menunjukan eksistensinya!

Tanganku dengan segera  menghidupkan ponsel yang baru  dicas. Hidup! Lalu suara murotal ayat-ayat suci terdengar kepenjuru ruangan. Suara cekikikan itu menghilang. Aku bisa bernafas lega.

Kemudian aku teringat Tama. Tak menunggu waktu lama lagi, aku menghubungi nomernya. Tidak aktif. Sekali lagi aku telfon, tidak aktif. Aku menggigit bibir. Aku butuh Tama untuk segera datang kesini. Adakah orang lain yang mau menemaniku disini? Jika aku menghubungi ibu atau bapak, mereka pasti akan menertawaiku karena mereka tipe orang yang tidak percaya dengan adanya hantu. Walaupun mereka termasuk orang jaman dulu, tapi mereka cukup berpendidikan dan menganggap hantu hanya khayalan saja. Hal itu yang diajarkan kepadaku sejak kecil. Tapi sejak masuk ke rumah kosong ini, ANGGAPAN ITU TERBUKTI SALAH BESAR.