webnovel

Sialan

"Setan sial*n pergi kau! Jangan ganggu aku." bentak Reza , jalan didepannya buntu. Dia tidak bisa lari lagi . Hantu mulut robek itu melayang mendekat ke arahnya. Rahang bawahnya menggantung dan menggeluarkan darah.

"Kamu sudah mati, sudah seharusnya kamu di neraka." Reza terlihat panik. Kata-kata kasar terlontar supaya hantu itu pergi. Namun justru semakin mendekat. Dengan jarak beberapa centi, Reza bisa aroma busuk menyeruak dari mulut yang mengangga. kemudian dia merasakan tangan dingin memegang mulut bagian atas dan bawah reza.

"Jangan..jangan lakukan.! Ampuuuffnnn" teriaknya tidak jelas, karena hantu itu membuka mulut reza sampai terbuka lebar. Semakin lama tulang rahangnya semakin membuka dan.

"Tidak...tidak...!" Teriak Reza histeris sampai dia membuka mata. Mendengar suara gaduh, ibunya datang ke kamarnya

"Reza, bangun, kamu kenapa ?" seru ibunya yang bingung melihat Reza yang mengigau. Sontak, ibunya mengoncang-goncang tubuhnya. Reza terbangun, membuka matanya lebar-lebar, dadanya naik turun tidak beraturan.

"Kamu mimpi buruk ya? ini minum dulu biar tenang." Ujar ibu sembari menyodorkan segelas air putih.

Tapi Reza tidak bergeming, dia masih terbayang dengan mimpi buruknya Setelah ketakutannya mereda, dia meraih gelas berisi air putih dan meminumnya dengan sekali tegukan.

Kenapa akhir-akhir ini dia sering di teror oleh hantunya Muis. Dia membulatkan mata, seolah menyadari sesuatu. Dennis! Tiba-tiba dia mengingat salah satu anggotanya yang memutuskan untuk berhenti mencuri. Dia adalah pemilik kekuatan magis. Setiap kali bersamanya, dia pasti aman dari gangguan ghaib. Tapi karena, Dennis sakit hati dengan Reza, maka Reza tidak mendapatkan lagi "perlindungan" dari penjaga Dennis.

Kalau saja dia bisa sedikit menurunkan egonya pada waktu itu, dengan tidak mencela Dennis habis-habisan ketika dia memutuskan keluar. Tentu mereka masih bia berhubungan baik dan Reza pun tidak segan meminta bantuan kepada mantan anggotanya itu . Sayangnya, semua tidak seperti yang dia bayangkan, dia menyesal.

"Sudah, tenangkan dirimu Nak, ibu mau pergi takziah dulu." Tutur ibunya seraya bangkit dari tempat tidur Reza. Ibunya sudah bersiap dengan menggunakan pakaian busana muslim untuk pergi takziah.

Ibunya Reza tidak mengetahui jika Reza adalah pencuri yang selama ini menjadi buronan polisi. Ibunya sama sekali tidak curiga dengan kebiasaaan Reza yang suka keluar malam-malam dan pulang pagi harinya. Yang dia tahu, anaknya itu kerja sebagai pelayan di diskotek di kota. Meski ibunya sebenarnya tidak ingin anaknya masuk ke dunia malam. tapi lebih baik Reza bekerja daripada menganggur.

Selama ini Reza berhasil mengelabuhi ibu dan tetangganya. Kerja di Distotik itu hanya sebuah alibi untuk menutupi kecurigaan orang-orang tentang kejahatannya yang lebih besar!

"Takziah kemana Bu?" tanya Reza.

"Kamu tidak tahu ya? Pak Minto meninggal karena kecelakaan, mobilnya masuk jurang."

Reza terbelalak. Temannya berbuat jahat meninggal dengan cara yang tragis. Pasti kematiannya karena gangguan.... Reza tidak mampu berkata-kata, pikirannya sangat kalut. Setelah Pak Minto, apa mungkin mahluk itu akan membunuhku? Batin Reza ngeri.

"Mas, kita harus pergi dari sini sebelum warga menemukan kita, Aku punya tempat rahasia yang aman" Ujarnya sembari bersiap mengendarai motornya.

Ketika aku bangun tidur, aku terkejut melihat sesosok tubuh terkulai di depanku. Soleh? kok bisa disini? Mataku berkunang-kunang saat bangun tidur, aku memapah tubuh Soleh itu diranjang. Aku mengingat kejadian semalam. Namun semakin aku berusaha mengingat kepalaku semakin pusing. Aku menepuk-nepuk wajah Soleh, dia tak kunjung membuka mata. Sudah beberapa hari Soleh pingsan, dan belum jelas penyebabnya apa. Aku menduga ini masih ada kaitannya dengan wewe gombel itu.

Aku memasangkan kalung itu di leher Soleh, berharap supaya sang kakek berjubah putih itu, bisa menarik sukmanya. Kemudian sayup-sayup terdengar suara pengumuman orang meninggal dari masjid.

"Innalillahiwainailaihirrojiun...innalillahiwainailahirojiun, sampun katimbalan ing ngarsa dalem Allah SWT, inggih menika Bapak Manto bin Japar...." ( sudah berpulang kehadirat Allah SWT, yaitu Bapak Manto bin Japar)."

Aku tercenung beberapa saat mendengar pengumuman berita lelayu (kematian) itu. Tidak salah lagi itu nama ayahku yang disebut. Aku buru-buru pergi ke sana, meninggalkan tubuh Soleh yang tanpa kusadari mengejang-ngejang hebat.

Rumahku sudah dipenuhi orang, terlihat tenda tratak yang sudah dipasang didepan rumah. datangku yang tiba-tiba menjadi perhatian banyak orang. Tapi mereka tidak menghalangiku seperti biasa. Benar-benar keterlaluan jika mereka menghalangiku bertemu dengan Ayah di saat-saat terakhir seperti ini.

Benar saja, sosok ayahku terbujur kaku di ruang tamu di kelilingi oleh sanak keluarga yang mengitarinya, termasuk ibu yang tersedu-sedu dan Tama yang tampak tegar disisinya. Kondisi jenazah ayah cukup mengenaskan, kepalanya hampir terbelah gara-gara terkena serpihan kaca mobil. Mobil yang Ayah pakai itu mobilku, mobil satu-satunya di rumah ini. Kata Tama, mobil itu tidak langsung jatuh ke dasar jurang tapi tersangkut di pohonn di sisi jurang.

Perasaanku bergemuruh. Meski hubunganku dengan beliau tidak terlalu dekat, tetap saja rasanya sangat kehilangan. Baru semalam, niat jahat Ayah dan Reza terbongkar. Dan sekarang Ayah pergi menghadap Sang Khaliq. Kematian Ayah yang tidak wajar setimpal dengan kematian Pak Rangga.

Tinggal Reza, iya Reza harus bertanggung jawab atas kematian Pak Rangga, supaya beliau tenang di alam sana. Setiap kali membayangkan kejadian semalam, rasanya ingin sekali aku menghajar Reza karena kelakuannya yang tidak manusiawi. Tapi bagaimana aku membuktikan jika Reza adalah pembunuh Pak Rangga? Bisakah Membawanya ke jalur hukum tanpa barang bukti?

Pusing.

Biarkanlah aku pikirkan nanti soal Reza, sekarang masih masa berkabung. Segala kesalahan semasa hidupnya berguguran. Semoga Ayah diterima di tempat terbaik di sisi Tuhan. Aku duduk bersimpuh sembari berujar lirih, "Ayah, Maafkan aku, tidak bisa menuruti keinginan Ayah."

Tiba-tiba datanglah tiga orang wanita, mereka histeris saat mendapati jenazah Ayah. Aku terheran-heran, sepertinya aku tidak pernah melihat mereka, "Kalian siapa?"

Mereka menjawab sambil terisak-isak. "Kami Istri siri Mas Manto." Semua orang di sana terkejut mendengar pernyataan mereka.

"Istri Siri?" Ibu bertanya, menyakinkan dirinya bahwa apa yang dia dengar itu adalah salah.

Mereka mengangguk serempak, ibu terlihat memegang dada, menahan nyeri di hati. Aku hanya terdiam melihat pemandangan itu. salah satu wanita itu menggoncang-goncang tubuh Ayah, beberapa warga memeganginya, mencegahnya.

"Heh, apa yang kamu lakukan?"

"Mas, Bangun mas, aku hamil Mas, hamil anakmu...huhuhu." Tangisnya pecah membahana. Tentu sangat hancur melihat suami meninggal, disaat istri mengandung. Tapi lebih hancur Kami. Aku, Tama dan terutama ibu yang merasa dikhianati oleh almarhum Ayah.

Setelah acara pemakaman selesai. Semua orang satu persatu meninggalkan tempat itu. kini hanya tersisa aku, Tama, ibu dan ketiga wanita itu. para istri siri itu mendekat ke ibu, satu diantaranya yang paling tua berbicara dengan Ibu, " Kami tidak tahu jika selama ini Mas Manto sudah punya keluarga, bahkan kami saja baru saling bertemu hari ini. Saat berkenalan dengan alharhum mengaku bujang. Sekarang kami merasa dibohongi."

"Memang Ayah bajingan." Semua mata beralih ke sumber suara. Tama terlihat kesal dengan kelakuan Ayah. Wajar saja, anak mana yang enggak emosi jika ayahnya menikah lagi bahkan tiga istri sekaligus. Pantas ayah jarang di rumah. Tapi rasanya tidak baik mengungkit kesalahan orang yang sudah meninggal.