webnovel

Darah Murni

Leo mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Ia coba menahan nafsu miliknya untuk segera melahap darah itu. Jantungnya mulai berdebar cepat, pikiran pun mulai tidak terkendali. Matanya yang berwarna biru berubah menjadi merah tua. Ia berusaha untuk menahan gejolak nafsu vampir dalam dirinya.

Kereta tujuan Jakarta-kota telah tiba. Leo segera berdiri dari duduknya dan berjalan cepat masuk ke dalam kereta. Tapi Fana segera mengikutinya dari belakang. Ia berjalan cepat dan duduk di seberang Leo.

Fana sudah mengelap darah di jari telunjuk kanannya. Ia sangat bingung dengan tingkah Leo yang sangat aneh. Kepalanya menunduk dan kedua tangannya mengepal seperti sedang kedinginan.

"kau baik-baik saja?" Fana menoleh ke arah Leo. Ia merasa khawatir dengan Leo. 

"Woy, hai, yo, bro?" 

Tidak ada tanggapan dari Leo. Fana merasa bingung. Ia seperti sendirian di gerbong 12 yang kenyataannya hanya berisi 5 orang termasuk dirinya dan Leo.

Gerbong tersebut sangat kosong, ia bahkan bisa rebahan sesuka hati di kursi yang ia duduki.

"Tolong katakan sesuatu, atau kau sudah pingsan?" Fana merasa bingung. 

Baru pertama kali ia bertemu dengan seseorang yang pasif saat diajak bicara.

"Ma-maaf, aku sedang tidak enak badan." 

Matanya yang terus berubah dari merah menjadi biru dan sebaliknya secara terus menerus. Ia terus menahan dirinya untuk tidak berubah menjadi vampir.

Kereta sudah melewati 3 stasiun. Fana akhirnya tidak memperdulikan Leo. Ia memilih menatap keluar jendela yang berada di belakangnya.

Tanpa disadari Fana, Leo mengintip Fana dan melihat lehernya. Gerai rambut hitam bergelombang sepanjang punggung begitu indah, tapi tidak seindah dengan leher putih penuh dengan pembuluh darah. Leo menelan salivanya, ia benar-benar haus saat merasakan suara detak denyut nadi Fana.

Saat kereta berhenti di stasiun ke 5, Leo berpindah tempat dengan cepat ke samping Fana, namun kali ini ia berdiri tepat di samping pintu.

Fana langsung terkejut saat melihat Leo tidak ada di seberang. Ia melirik ke sana kemari dan terkejut saat melihat Leo sudah ada di samping kanannya.

"Ba-bagaimana kau bisa pindah tempat?" Fana merasa bingung.

"Kenapa, terkejut?" Leo menundukkan kepalanya. Ia tidak ingin Fana menatap matanya.

Fana merasa tidak melihat Leo berpindah tempat, atau mungkin ia yang terlalu fokus pada pemandangan di luar jendela?

Kereta kembali melanjutkan perjalanan. Leo berdiri sambil menunduk dan tidak melakukan apa-apa. Fana yang melihatnya merasa bingung dan heran. Dirinya dalam mode siaga bilamana Leo melakukan sesuatu hal yang tidak-tidak.

"Nama kau siapa?" Fana merasa penasaran.

"Leo …." 

Kereta berhenti kembali saat memasuki stasiun ke 6. Fana bangun dan mendekat ke arah pintu keluar.

"Aku, Fana …."

Saat pintu terbuka, Fana segera keluar dari kereta. Ia melihat Leo tetap menunduk dan berdiri kaku layaknya patung di dalam kereta yang telah kembali berjalan.

"Dia itu kenapa? Aneh …."

Fana tidak menghiraukan Leo. Ia segera pergi keluar dari peron stasiun.

***

[Alfred, aku baru saja menemukan seseorang yang memiliki darah murni.] Pesan terkirim.

Leo berhasil mengendalikan perubahan dirinya. Ia kembali menjadi normal. Baginya, sangat susah untuk terus berakting menjadi manusia. Ia harus beberapa kali menahan dirinya dengan berbagai situasi yang mengharuskan dirinya menjadi vampir.

Kereta berhenti kembali, kali ini Leo turun dari kereta. Ia segera pergi menghampiri Alfred yang sudah menunggu di luar area stasiun.

"Kau sudah makan?" tanya Alfred.

"Belum, aku sangat kelaparan." Leo masuk ke dalam mobil mewah berlogo spirit of ecstasy berwarna hitam.

Alfred segera menjalankan mobilnya. Ia melirik Leo dari kaca tengah, wajahnya nampak lelah dan terlihat pucat.

"Aku sudah siapkan steak kesukaanmu, mengenai pesan chat yang kau kirimkan, apa kau yakin dia berdarah murni?" Alfred bertanya sambil melirik Leo dari kaca tengah.

"Entahlah, aku hanya mengikuti instingku saja." Leo meminum kembali darah dari botol minumnya.

"Artinya kau masih belum yakin? Tapi bila kau mau, kita bisa mengujinya." Alfred memberikan pilihan.

"Benarkah? Bagaimana caranya?" Leo merasa energinya terkuras habis. Walau sudah meminum darah lumayan banyak, tapi ia masih merasa lelah.

"Saat sampai dirumah nanti, aku akan memberitahumu." Alfred memacu mobilnya dengan cepat.

***

Fana sampai di rumah sakit. Ia segera menuju ke kamar ibundanya. Saat sedang berjalan di lorong rumah sakit, langkahnya berhenti saat melihat seorang anak membicarakan mengenai film vampir. Semua pembicaraan kedua anak laki-laki itu, mengenai ciri-ciri vampir yang berada di dalam film sama persis dengan ciri-ciri Leo.

Dalam benaknya, untuk sebentar saja, Fana merasa bila Leo adalah vampir, walaupun ia tahu bila vampir hanyalah sebuah legenda dan dongeng barat saja. Ia segera kembali melanjutkan jalannya. 

***

"Kau ingin langsung makan, atau ingin mandi dahulu?" Alfred menoleh ke arah Leo.

Leo segera menuju ke ruang makan. Ia meletakkan ransel miliknya di salah satu kursi klasik berlapis emas yang kosong. Ia segera duduk di salah satu kursi yang berjumlah 12 kursi. Meja makan berlapis marmer mewah dan emas menjadi tempat yang bagus untuk menghidangkan satu menu makanan mewah berupa steak. 

"Aku akan ke perpustakaan sebentar untuk mengambil sesuatu, bila kau perlu sesuatu, kau bisa memanggilku dengan menggunakan bel di meja."

Setelah menghidangkan dan menata makanan, piring dan minuman untuk Leo, Alfred segera pergi.

Leo memotong kecil steak miliknya, ia merasakan bumbu rempah ala Alfred. Sambil menyaksikan series drama favoritnya, ia menyantap steak itu dengan lahap.

"Bagaimana dengan cincin itu? Kau masih menggunakannya, 'kan?" Alfred telah kembali. Ia menggunakan kecepatan vampir miliknya.

Leo memperlihatkan sebuah cincin berwarna hitam polos dengan sebuah lambang mengitari cincin tersebut. Cincin tersebut adalah peninggalan dari kakek buyutnya yaitu Jonathan Michael Constantine, vampir yang telah hidup dari era Count Dracula. Keluarga Constantine memperkenalkan sebuah cincin yang mampu meredam panas matahari dengan cara memberikan pelindung kepada pemakainya dengan sebuah sihir hitam milik penyihir tua di era Dracula.

Dengan keahlian Michael Constantine sebagai vampir penempa dan ahli senjata, ia berhasil memperbanyak cincin tersebut dan dibagikan kepada seluruh anggota keluarga Constantine serta kepada vampir lainnya agar bisa bertahan di bawah terik matahari. 

Tapi sayangnya, cincin ini hanyalah baju zirah tidak terlihat agar tetap bisa berlindung dari matahari. Untuk urusan rasa lapar, para vampir masih harus mengkonsumsi darah, entah dari manusia ataupun hewan.

"Aku membawa sebuah buku yang menarik, darah murni adalah darah dari golongan manusia yang lahir pada bulan purnama pertama dalam 100 tahun sekali. Ia harus lahir pada purnama pertama di tahun tersebut dan bergolongan darah langka yaitu O." Alfred membalik halaman buku yang ia pegang.

"Lalu?" Leo masih mendengarkan.

"Legenda mengatakan, bila seorang vampir meminum darah murni sebanyak 5 liter, maka ia bisa menjadi manusia seutuhnya. Sayangnya, untuk bisa mengkonsumsi darah sebanyak itu dalam satu tubuh, berarti kita harus membunuh pemilik darah itu." Alfred menatap Leo.

"Apa ada cara lain?" Leo bertanya kembali.

"Untuk sekarang, hanya ini satu-satunya cara untuk menjadi manusia seutuhnya. Tapi, pertanyaannya adalah kenapa kau ingin menjadi manusia?" Alfred menutup buku tebal bersampul emas itu.

"Karena aku ingin merasakan kematian dan hidup menua." Leo telah selesai dengan makanannya.

"Kau ingin memiliki sebuah keluarga?" Alfred menebak keinginan Leo.

"Para vampir hanya bisa dibunuh dengan memenggal kepala mereka atau membakar tubuhnya. Mati dengan cara seperti itu bukanlah cara yang baik. Itu bukan kematian, melainkan hukuman. Aku ingin sekali mati karena penyakit atau karena diriku menua." Leo menghentikan series dramanya.

"Kutukan ini sudah ada sejak era vampir pertama, apa kau berpikir bisa lepas dari bayang-bayang kehidupan vampir?" Alfred merasa ragu.

"Bila ada kesempatan, aku ingin menikah dan memiliki anak sebagai manusia. Kita adalah iblis, Alfred. Dan mimpi terbesar iblis adalah ingin menjadi makhluk yang sempurna, yaitu manusia." Leo menyandarkan dirinya ke kursi.

"Ada konsekuensi dari perbuatan yang akan kau ambil. Terutama bila darah murni ini terdeteksi oleh anggota keluarga lain. Mereka pasti akan berbondong-bondong untuk mendapatkan si darah murni." Alfred merasa khawatir.

"Untuk apa mereka perlu darah murni? Bukankah mereka sudah sangat nyaman menjadi makhluk malam peminum darah?" Leo menyindir balik.

"Darah murni juga bisa digunakan untuk ritual evolusi. Bila dicampurkan dengan darah dari 13 keluarga royal blood, maka ia bisa mengubah darah itu menjadi ramuan yang luar biasa." Alfred membuka kembali buku yang sudah diletakkannya di atas meja.

"Ramuan macam apa?" Leo menoleh ke arah Alfred.

"Ramuan untuk kebal terhadap matahari tanpa menggunakan cincin. Lalu memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, serta evolusi menjadi lebih powerful." Alfred sampai merinding saat membacanya.

Leo mulai berpikir, ia tidak sengaja memikirkan Fana dalam otaknya.

"oh, begitu." Leo sempat tidak memperhatikan perkataan Alfred.