webnovel

Menyerah?

Semua yang dilakukan memang memiliki konsekuensinya masing-masing. Tanpa dikatakan oleh Evano, harusnya Aleena sudah memahami itu.

Disaat tanda tangan sudah terlukis indah di kertas perjanjian, disaat itu juga, Aleena harus menerima jika sesuatu terjadi kedepannya. Tidak ada yang bisa menyangkal sesuatu hal terjadi, termasuk jika suatu hari Aleena dipecat dari pekerjaannya.

Tapi, ucapan Evano tentang mencarikan pekerjaan untuk Aleena, itu sudah membuat Aleena sangat tenang. Setidaknya, dirinya bisa bertumpu kepada Evano jika sesuatu terjadi kepadanya.

"Bagaimana Nona Aleena? Kenapa kau hanya berdiam diri? Kau pasti bahagia bukan jika hidupmu terjamin setelah misi ini selesai dengan sangat bagus?"

"Iya Tuan Evano. Terima kasih banyak atas semuanya. Anda memang yang paling baik," puji Aleena dengan terpaksa.

"Jika kau melakukan dengan sangat baik, maka hidupmu akan nyaman dan bahagia. Saya akan memberikan semua kebutuhan kamu, tapi kembali lagi, jika kau bisa menjalankan tugas dengan baik dan pada akhirnya Aslan bisa menderita dengan sangat hancur," ujar Evano.

Aleena melihat jelas jika ucapan Evano penuh dengan dendam. Tidak ingin ikut campur tentang masa lalu Evano. Yang pasti, Aleena hanya diperintahkan untuk menghancurkan Aslan, tanpa mengetahui lebih lanjut kenapa Evano melakukan semua ini. Padahal, posisinya Aslan dan Evano merupakan rekan kerja yang terlihat berhubungan baik.

"Nona Aleena, sekarang kau pikirlah, cara terbaik untuk mendekati diri kepada Tuan Aslan. Jangan terlalu lama, ini bisa membuat kerja sama kita malah semakin lama. Kau paham sampai disini, kan?"

"Iya, Tuan Evano. Saya mengerti dengan sangat."

"Baguslah, sekarang turunlah."

"Turun?"

"Iya, kau turun."

"Anda tidak mengantarkan saya pulang?"

Gelak tawa langsung terdengar nyaring di telinga Aleena. Terdengar tawa meremehkan yang diciptakan oleh Evano. Apa yang salah? Aleena seolah mengulang kembali ingatannya tentang ucapan yang barusan dirinya lontarkan.

'Tidak, saya tidak mengucapkan hal aneh. Harusnya tidak masalah jika saya memintanya mengantarkan saya. Toh, saya ini kan rekan kerja samanya. Harusnya dihormati dengan baik,' pikir Aleena.

"Nona Aleena, kau jangan melunjak. Kita baru menjalin kerja sama. Kau baru melakukan satu misi. Jadi, tidak mungkin saya langsung mengantarkan kamu pulang ke rumahmu," ucap Evano.

'Jadi, kau mengajak saya ke dalam mobil hanya membicarakan pembalasan dendam? Keterlaluan!' kesal Aleena di dalam hatinya.

"Tuan, kan tidak ada salahnya anda mengantarkan saya. Lagipula, rumah saya tidak terlalu jauh dari sini. Jadi, hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai disana setelah itu anda bisa pergi."

"Maaf Nona Aleena. Saya tidak bisa, karena ada pekerjaan yang lainnya. Urusan saya bukan hanya tentang anda. Jadi, turunlah. Saya juga tidak ingin ada yang melihat kita bersama. Kau mengerti kan?"

'Sombong sekali. Padahal anda yang membutuhkan saya. Tapi kenapa seolah-olah saya yang membutuhkan anda dalam misi ini?' batin kesal Aleena.

"Yasudah, saya pergi. Terima kasih Tuan sudah membantu saya untuk merasakan rasanya duduk di mobil mewah walaupun mobilnya tidak bergerak." Aleena langsung keluar dari mobil tersebut. Dengan kencang, Aleena menutup pintu mobil tersebut hingga membuat Evano yang di dalam mobil merasa kaget.

"Hei, kau gila yah. Ini mobil mewah. Sombong sekali, jangan karena saya memberikan uang banyak, dia langsung semena-mena begitu," kesal Evano. Tapi percuma saja, ucapan Evano sama sekali tidak terdengar oleh Aleena yang sudah menjauh dari mobil Evano entah kemana.

Sementara itu, Aleena kini berjalan pulang ke rumahnya. Berhubung jarak restoran dan rumahnya tidak terlalu jauh, hanya setengah jam jika berjalan, Aleena memutuskan untuk berjalan demi menghemat uang yang dia punya. Jarak setengah jam sebenarnya lumayan membuat kaki sakit dan pegal namun Aleena tidak pernah mengeluh sama sekali.

***

Kini setengah jam berlalu, Aleena telah sampai di rumahnya. Lebih tepat rumah kontrakan yang ditinggali oleh Aleena, Faraya dan juga Hanum.

"Kau jalan kaki?" tanya Hanum yang melihat Aleena sampai di rumah, tepat jam tujuh malam.

"Iya, tadi jalan sambil menikmati malam," jawab Aleena yang lesu.

"Kenapa tidak mengajak kami?" tanya Faraya lagi.

"Maafkan saya, tadi itu saya tidak berencana sama sekali."

"Yasudah kalau begitu, masuklah dan bebersihlah. Kami ada di ruang televisi," ujar Hanum.

"Baiklah."

Kini, Aleena berjalan lunglai menuju ke kamar miliknya. Biar satu rumah kontrakan, namun Aleena, Faraya dan juga Hanum memiliki kamar masing-masing untuk menjaga privasi mereka satu sama lain.

'Entah ini kesialan atau keberuntungan, dihadapkan dengan misi sulit, membuat saya seolah lagi uji diri,' batin Aleena.

Entahlah, Tuan Aslan akan dekat dengan Aleena atau tidak? Yang pasti, jika Aleena gagal, kehancuran hidup akan Aleena alami karena pastinya Tuan Evano akan siap menghantam kehidupan Aleena.

"Tidak, saya tidak bisa menyerah sekarang. Belum saatnya. Sebaiknya saya berjuang dahulu. Tapi, sekarang apa yang harus saya lakukan? Bagaimana saya bisa menaklukkan hati Tuan Aslan, biar saya bisa menjadi bagian dari dirinya dan dengan mudah menghancurkannya?" Aleena terdiam merenungi bayang-bayang wajah Tuan Aslan ketika marah. Menyeramkan, itulah yang dirasakan oleh Aleena yang membuat nyali Aleena seketika menciut.

Namun, disaat terbayang wajah Tuan Aslan disaat dirinya marah, disaat itu pula Aleena juga membayangkan uang banyak yang kini ada di dalam koper, tepatnya uang tersebut sudah berada di kamarnya. Tidak ada yang tau bahwa banyak sekali uang yang ada di kamar Aleena.

Aleena langsung kembali memikirkan rencana selanjutnya. Rencana kali ini tidak boleh asal-asalan. Semua harus direncanakan dengan sangat matang karena yang dihadapinya bukan orang biasa, melainkan Tuan Aslan yang terkenal akan dinginnya.

'Rencana apa yang harus saya lakukan?' pikir Aleena.

Dret! Dret!

Sebuah pesan berhasil masuk ke ponsel milik Aleena. Dengan segera, Aleena mengambil ponsel yang ada di saku celananya.

Tertera nama Tuan Evano di layar ponsel milik Aleena. Aleena langsung menghela nafasnya perlahan.

'Ada apa lagi ini? Apa yang ingin dia beritahukan saya? Ah, kenapa ini sulit?' batin Aleena.

Aleena mulai membuka pesan tersebut dan membacanya dengan seksama.

[Minggu depan ada acara pameran di Mall Alva Plaza. Kau bisa menyusun rencana untuk kesana. Pastinya pameran itu hanya bisa diisi oleh orang-orang-orang penting. Tapi, saya bisa mengatasi semuanya. Saya akan memakai jasa restoran kalian dan pastikan kalau kau yang akan diutus untuk mengurus catering yang akan kami pakai nantinya.]

Aleena kembali menghela nafasnya dengan perlahan. Berusaha memikirkan kembali rencana-rencana yang pastinya tidak akan merugikan pekerjaanya.

'Rencana di tempat pameran? Apa? Saya sungguh tidak tahu apa-apa tentang pameran yang akan diadakan itu. Bagaimana saya bisa menyiapkan rencana untuk mendekati Tuan Aslan?' pikir Aleena.

"Hanum. Ya, satu-satunya hanya Hanum yang bisa membantu saya saat ini. Dia pasti bisa menolong saya untuk acara di pameran nantinya," ujar Aleena.