Ren bangun pagi sekali, saat dia bangun suara wanita terdengar di kepalanya. "Hei, master aku baru tahu dan mengakui bahwa kau adalah yang terbaik di tempat tidur." Roh itu tertawa di dalam pikiran Ren.
Ketika Ren mendengar suara wanita ini dia terkejut sekitar dua detik sebelum dia ingat apa yang terjadi kemarin. Dia kemudian melihat ke kanan dan melihat Lara yang telanjang sedang tidur. Dia membelai wajahnya dan tersenyum. Di antara semua wanita yang dia kenal di kehidupan sebelumnya, tidak ada satupun wanita yang sepertinya. Ini menunjukan posisinya tidak akan pernah tergantikan di hatinya.
Lara yang masih tidur merespons saat disentuh, dan dia tersenyum. Hanya saat Lara tertidur, dia bisa menekspresikan dirinya dengan bebas. Setelah melihat senyumnya, Ren berdiri kemudian membersihkan diri dan bersiap – siap untuk melakukan beberapa pelatihan.
Ketika dia keluar dari penginapan. Dia merasakan kehadiran Valdel di halaman belakang. Ren menuju ke belakang dan dia melihat sahabatnya mengayunkan pedang yang baru saja dia dapatkan. Kekuatan ayunannya tidak seimbang tetapi posisinya hampir sempurna.
Ren menyadari bahwa bakat pahlawan itu begitu mengejutkan. Mereka memiliki jumlah waktu terbatas untuk berlatih menjadi kuat, tapi hal itu di tutupi dengan pemahaman yang sangat cepat. Di mata Ren tidak peduli apakah pahlawan itu lemah atau kuat tapi yang pasti pahlawan itu jenius dalam pertempuran.
"Hei, bagaimana kalau kita latih tanding dan melihat seberapa bagus senjata baru kita?" Ketika Ren menanyakan hal ini, Valdel berhenti mengayunkan Zweihander dan memandang Ren.
"Oh ..... itu ide yang bagus, kurasa kita belum pernah berlatih tanding lagi dalam dua tahun ini. Jadi, dimanakah kita akan melakukannya? Kita tidak bisa bertarung di sinikan, karena kita mungkin menghancurkan rumah ini. "
"Ikuti aku, aku melihat tempat yang bagus di mana kita bisa bertarung. Aku melihatnya sebelum kita tiba di kota. Kita hanya perlu melompati tembok dan berjalan sedikit untuk sampai di sana. "
...
Ren yang di ikuti Valdel meninggalkan kota dan menuju ke daerah terpencil, lapangan terbuka.
"Tempat ini cukup bagus, siapkan senjatamu, Valdel, dan datanglah padaku." Ren hanya berdiri dengan santai di satu tempat dan tidak berniat menggunakan posisi apa pun. Namun Valdel tidak menganggap ini sebagai penghinaan, karena beginilah cara sahabatnya bertarung.
Valdel menyiapkan Zweihander, sementara Zwei berbicara di kepalanya. "master, aku belum pernah melihat bagaimana sahabat master bertarung, tapi kurasa dia cukup terampil."
"dia tidak hanya cukup terampil, aku bahkan belumpernah melihat orang lain seterampil dia. "
"Yah, master, kurasa kamu belum bertemu dengan banyak orang."
"Ya tapi aku masih berpikir Ren akan lebih terampil daripada mereka."
"Yah aku pikir dengan kita bertarung bersama, mungkin kita bisa mengalahkannya."
"bagaimana dengan ku?" Nika menyela pembicaraan mereka.
"aku akan menggunakan mu nanti Nika, untuk sekarang aku akan bertarung dengan Zwei".
Ren mulai tidak sabar saat menunggu Valdel yang sedang berbicara dengan Zwei.
"Apakah kamu berubah pikiran untuk bertarung denganku? Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu, ujian petualang akan segera dimulai. "
"Yah, kamu bahkan belum menyiapkan senjatamu, jadi aku menunggu."
"Aku tidak membutuhkannya untuk saat ini. Aku akan menggunakannya setelah aku memastikan kemampuan senjata mu. Jadi serang saja aku."
Saat Ren mengucapkan kata-kata itu, Valdel menghilang dari tempatnya. Sepertinya dia berteleportasi dan tiba – tiba ada di depan Ren, tebasan pedang yang mengarah ke bawah datang tanpa peringatan. Melihat serangan yang tiba – tiba , Ren hanya menggeser tubuhnya ke kanan untuk menghindari tebasan pedang. Valdel terus menyerang tanpa jeda, tebasan ke bawah, tebasan ke samping, menusuk, dan bahkan menendang tetapi tidak peduli ke arah mana dia menyerang, Ren menghindari semuanya dengan jarak yang setipis kertas .
"master dengan kemampuanmu saat ini, master tidak akan bisa menyamai Ren. Jadi aku akan menyalurkan mana milikmu ke dalam diri master. " Zwei menyatukan mananya ke dalam diri Valdel, yang menggandakan output mana. Jadi ketika dia menggunakan [boost] peningkatan kecepatan yang tiba-tiba membuat Ren lengah.
"[earth wall]" Ren tidak punya pilihan selain menggunakan mantra. Dinding bumi tiba-tiba berdiri di antara Ren dan Valdel. Namun Valdel memotong dinding seolah itu bukan apa-apa.
"[earth wall] [fire wall] [wind wall] [ice wall]" Ren menggunakan beberapa mantra berturut-turut, sambil mundur dari Valdel. Dia menggunakan semua mantra yang dia dapat gunakan saat ini yang dapat memblokir jalur Valdel. Namun sama seperti sebelumnya, Valdel mampu menebas segalanya.
"Jadi pedangmu itu bisa membatalkan sihir, kan?" Ren agak bersemangat.
"Sepertinya begitu, Zwei dapat membatalkan dan menyerap sihir sampai batas tertentu. Itu semua tergantung pada - "Valdel tidak terus mengatakan apa yang ingin dia katakan. Zwei memperingatkannya untuk tidak memberi tahu Ren.
"Kamu idiot, jangan pernah mengatakan apa – pun Val. Memberikan informasi tentang kartu truf mu adalah sebuah kelemahan dan itu bisa membunuhmu. Jadi seharusnya kamu tidak memberi tahuku apa – pun . sebagai hukuman, aku akan menggunakan senjata ku. "
Tato Ren bersinar cerah dan senjatanya muncul di lengannya.
"Bersiap – siap lah Val,"
"aku siap kapan pun Ren."
...
Setelah beberapa menit yang intens, daerah sekitarnya sekarang dipenuhi dengan kawah, dan pohon-pohon di dekatnya telah diiris atau diterbangkan. Valdel berbaring di tanah, tangan dan tubuhnya sedikit berdarah, tapi dia masih baik-baik saja. Satu-satunya masalah sebenarnya adalah energinya terkuras habis, dan ia berharap segera mati pada saat ini.
Ren yang berdiri tepat di sampingnya masih belum terluka, tetapi dia tampak agak pucat.
"Aku terkesan master, kamu bisa menggunakan ku sampai sejauh itu, dan tidak mati." Silika berbicara dalam pikiran Men.
"Aku sudah memberitahumu bahwa aku tidak seperti semua master yang datang sebelum aku. Tapi tetap saja kemampuanmu itu cukup kuat, aku kira aku akan menyimpan langkah itu sebagai kartu truf ku. Aku tidak mengirak langkah itu harus aku lakukan. Tapi menguasai langkah itu asalah hal yang baik, dan itu juga cukup menarik. " Sekali lagi Ren tersenyum kejam.
"Ren langkah kakimu itu licik! Kamu sendiri aja udah terlalu kuat dan licik, sekarang senjatamu pun ikut –ikutan overpower."
"Licik? aku? Woy, aku tidak mau di bilang licik oleh pria yang memiliki senjata yang dapat meniadakan hampir semua sihir. " Ren memarahinya, yang mengakibatkan sahabat terbaiknya tertawa terbahak-bahak.