webnovel

Relung Renung

ahmadafandi · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

Sosok

terhitung sudah hampir setahun sejak kejadian memilukan itu, kini aku melanjutkan kehidupanku sesuai rencana seperti teman teman musisi lainnya, tak ingin lagi mengingat-ingat perihal masa lalu, atau sedikit menoleh kebelakang meskipun ku akui ada yang hilang dari hari hariku, dari bagian kisah hidupku, tapi kembali lagi pada persoalan konsekuensi, segala hal yang kita lakukan di dunia ini pasti punya konsekuensi, sebaik atau seburuk apapun itu kita harus berani menghadapinya, jika kita berani berenang harus siap tenggelam, jika kita berani melompat harus siap jatuh, jika kita berani mencintai harus pula siap untuk patah hati.

hanya saja ada satu masalah, lirik lirik lagu yang kutuliskan untuk bandku seolah berubah menjadi sangat puitis dan terkesan mellow, teman teman sampai bilang kalau lirik yang kutulis kayak kurang piknik, lucu saja jika dipikirkan, setiap aku mengambil pulpen untuk menulis pasti kata kata yang keluar sangat mendayu dayu, tak cocok dengan identitas band kami.

sore itu seberes manggung kali ini aku memutuskan langsung pulang kerumah, tidak seperti biasanya, yang seberes manggung kita nongkrong dulu sekedar minum minum atau bercerita dengan personil lain maupun dengan teman teman kru. kali ini terasa sangat melelahkan, ingin segera pulang kerumah beristirahat, makan mie instant dan membaca buku.

setelah launching mini album kemarin dan sempat diliput oleh teman teman dari media lokal, kini band kami kebanjiran job manggung, mulai dari pensi sekolah, gigs, mengisi acara di radio radio, sampai menjadi bintang tamu di berbagai festival musik. tak pernah aku bayangkan sampai pada titik ini, ya meskipun memang sangat melelahkan dan menjadi sangat sibuk, sampai sampai aku menunda perkuliahaanku, aku cuti di semester enam ini, demi memenuhi jadwal manggung atau sekedar sesi foto yang hampir setiap harinya terisi, saking sibuknya dengan kegiatan manggung bahkan sampai tak ada waktu untuk diri sendiri.

sesampaiku dirumah tak kulihat ibuku yang biasanya menungguku pulang walau sampai larut malam, baru juga waktu menunjukan pukul 20:30 lampu ruang tengah sudah dimatikan, tak seperti biasanya.

"aku pulang bu" coba memastikan apakah ada orang atau tidak.

setelah tak adalah balasan dari ibu,aku lalu masuk kedalam kamarnya mendapatinya sudah tertidur pulas, dengan segelas air minum di meja kamarnya. kupakaikan ia selumut dan membereskan tempat duduk yang sedikit berantakan beresnya menggambar.

dari satu kanvas hasil gambarannya aku tertegun melihat gambar seorang anak kecil yang memegang ukulele dan berjalan dengan wajah gembira, dibelakangnya terlihat seorang ibu dengan paras yang cantik tersenyum melihat anaknya itu bisa berjalan, aku mengerti perasaan ibuku saat menggambarkan itu.

coba kuperhatikan lagi ibuku yang sedang tidur, tampak keriput di dahi, sudah mulai tumbuh uban di rambut ikalnya, badannya juga semakin kurus, tumbuh perasaan iba dari hatiku ketika melihat keadaan ibu seperti ini, di usianya yang semakin renta dan hidup dengan kesendirian, tak menutup kemungkinan juga diselimuti kekecewaan akan masa lalu, atau kekhwatiran tentang aku anak satu satunya.

ku pikir lagi, tak terbayangkan bagaiman dia bisa melewati hari harinya dalam kesendirian bertahun tahun dan bagaimana hidupnya dirundung pilu, tak terbayangkan pula pengkhianatan yang mungkin dia terima di masa lalu, sekaligus harus mengurus satu anak laki laki sorang diri, begitu kuat dan tegar hatinya, tak seberapa dengan kisahku, persoalan cinta monyet dan pengkhianatan kecil yang ku anggap seperti kiamat kecil dan membuatku sangat kacau kala itu, aku sadari aku belum cukup dewasa menanggapi perasaanku sendiri yang baru saja melewati satu fase hidup bernama patah hati jika dibandingkan dengan kisah hidup ibuku.

aku terlalu sibuk dengan duniaku, menyempitkan pikiranku bergelut dengan perasaan risau, menganggap Sang empunya garis kehidupan begitu kejam padaku, sampai sampai aku lupa ada orang yang sangat tulus menyayangiku tanpa mengharap sedikitpun balas. tak kenal lelah menghadapiku.

keesokannya harinya kuputuskan bangun lebih cepat untuk memasakkan ia semangkuk bubur untuk sarapannya, mengerjakan pekerjaan rumah lebih awal sebelum ia bangun, kurapikan kamarku yang sangat berantakkan, membuang sampah yang tertumpuk di dapur, dan menyapu halaman, sekedar sedikit merasakan semua pekerjaan yang ia lakukan setiap hari.

"selamat pagi bu" membangunkannya dengan semangkuk bubur di tanganku

"selamat pagi afdhan" jawab ibu dengan wajah heran.

mungkin dia melihat seorang Afdhan anaknya tidak seperti biasanya, yang setiap hari bangun kesiangan, dan langsung keluar rumah entah kegiatan perkuliahan atau kegiatan bermain musiknya

"sarapan dulu bu" kataku sambil memberikan semangkuk bubur kepadanya

"kau sudah semakin dewasa dhan" menatap mataku beberapa saat sebelum menyendok bubur kedalam mulunya.

"seberat atau sesusah apa kehidupanmu nanti, jalani semua dengan ikhlas" tambahnya, seolah melihat ada kegelisahan dimataku.

"sehat sehat terus ya bu" kataku sambil beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar. dan berjalan kembali kekamarku.

sedari kecil memang aku dididik dan dibesarkan oleh ibu seorang diri, nasihat nasihat seperti itu sudah sangat sering terdengar kuluar dari mulutnya, kadang juga membuatku bosan dan tak mempedulikan itu. namun semakin ku tumbuh dewasa aku juga menyadari bahwa semua nasihat nasihat ibu dulu sangatlah berharga, semua apa yang dia larang untuk aku lakukan atau saran yang dia berikan kepadaku, ternyata benar adanya sampai aku mengalaminya sendiri.

ku duduk di meja kamarku menghadap ke jendela, ku setel lagu dari kaset kasetku yang lama, sejenak melupakan deadline lirik lagu terbaru, kesibukkanku diluar, apalagi persoalan cinta cintaan yang belakangan ini cukup menguras hati dan pikiran, coba memasuki relung hati seorang yang selama ini ada disisku namun tak pernah aku begitu menyadari kasih sayangnya, betapa besar harapan yang dia taruh padaku, begitu keras perjuangannya agar aku bisa mendapatkan apa yang ku inginkan agar anak laki lakinya ini bisa menggapai mimipinya.

teringat sosok seorang wanita

ialah orang yang setiap kali kita ada masalah dia selalu hadir dalam kehidupan, dukungannya selalu hadir dalam setiap keputusan dan pertimbangan kita, selalu ada ketentraman jiwa jika kita bersamanya. sosok yang menjadi madrasah pertama sejak kita lahir, yang mengajarkan kita berjalan, bahkan berbicara, koki terbaik dalam hidupmu dan orang yang membantumu mengerjakan PR sekolahmu.

ke-ridhaan tuhan tergantung pada ridhanya, restu tuhan berada di tangannya, surga pun ada di kakinya, ialah orang yang seharusnya kau turuti permintaannya. orang yang selalu mendengarkan keluh kesahmu, ialah tempat paling tepat mencurahkan isi hati, pelukannya adalah rumah, tempat paling nyaman untukmu bersandar, bahkan saat kita menangis karena terjatuh dari sepeda ialah namanya yang pertama kali kita panggil.

rasanya ada yang aneh jika sehari kita tidak ngobrol bersamanya meskipun sekedar menanyakan kabar, atau menyuruhmu makan, bahkan mendengar suaranya pun kita sangat nyaman. apa yang selalu kita keluhkan dia selalu mencoba untuk menenangkan kita, apa saja yang kita butuhkan dia selalu hadir sebagai teman, sebagai sahabat, sebagai orang yang selalu ada, dia adalah bukti cinta paling tulus di dunia, bukti Ikhlas dan sabar terbaik manusia. kasih sayangnya tak tergantikan tak terbalaskan.

IBU.