webnovel

SUASANA BARU YANG MENEGANGKAN

Setelah kejadian kebakaran di desa kedua orang tuaku memutuskan pindah ke Jakarta menyusul putri tunggalnya yaitu aku, mereka langsung berangkat di pagi harinya menuju alamat yang aku berikan.

"Mbak Syakila, ikut kan pindah kan?" tanyaku.

"Sebetulnya aku berat meninggalkan tempat ini, tapi baiklah aku akan ikut kemanapun Aryna pergi," jawab Mbak Syakila.

"Terima kasih banyak Kakakku," kataku sambil memeluknya. Syukurlah hari ini libur jadi kami berdua bisa siap-siap untuk pindahan.

Ayah dan ibuku juga sudah aku berikan alamat baru sesuai instruksi dari Mas Hari Abimanyu, dia terlihat sangat gembira mengantarku ke rumahnya.

Baju kami sudah tersusun rapi dalam koper barang-barang juga sudah disusun dengan rapi sehingga muda dibawa.

"Kalian sudah siap?" tanya Mas Hari Abimanyu, dia mengintip bersama Mas Azkaya.

"Sudah Mas, tolong bantu kami bawa ke mobil, ya sayangku," pintaku.

"Siap tuan putri," sahutnya langsung sigap membawa barang-barang.

Aku dan Mbak Syakila juga membantu membawa barang yang tersisa menuju mobil.

"Kamu kasian sekali," kata Mas Hari Abimanyu.

"Kasian kenapa?" tanyaku dengan raut wajah bingung.

"Selama ini tidur di kasur lantai, di rumahku sudah ada fasilitas lengkap," ujarnya.

"Benarkah? Alhamdulillah, berarti aku tinggal masuk, tapi jadi tidak enak," ungkapku.

"Kalau tidak enak kasih ke kucing," timpal Mas Hari Abimanyu tertawa kecil. He he.

Sementara di belakang terlihat Mbak Syakila dengan Mas Azkaya mereka entah sedang bicara apa? Namun wajah Mbak Syakila jutek dan cemberut begitu.

"Saudara sepupu kamu hebat juga," kataku yang barusan menoleh ke belakang.

"Dia memang orangnya pantang menyerah selalu berjuang demi cinta, tapi sering patah hati," jelas Mas Hari Abimanyu.

"Karena dia tidak bertemu dengan orang yang tepat jadi patah hati," timpalku.

"Iya, juga. Seandainya Azkaya bertemu dengan orang yang tepat dia pasti bahagia seperti aku," tutur Mas Hari Abimanyu senyum.

Dasar pacarku dia terlalu percaya diri, tapi apa yang dia katakan itu benar apa adanya. Kami berdua adalah orang yang saling suka sehingga menjadi tepat sasaran semoga saja berjodoh sampai ke pelaminan.

"Kamu kenapa senyum-senyum begitu? Pasti senang kan jadi pacarku," ledek Mas Hari Abimanyu.

"Pasti aku bahagia dong, punya calon suami seperti Mas Hari Abimanyu, yang Soleh," jawabku.

Kami sudah sampai mobil, barang-barang pun dimasukan ke dalam bagasi mobil.

"Syakila ikut aku saja, ya?" tanya Mas Azkaya.

"Tanya aja orangnya dia mau atau tidak?" jawab Hari Abimanyu.

"Iya, aku naik motor aja tidak masalah, Aryna ikut dengan Abi, ya. Sampai ketemu di tempat baru," ujar Mbak Syakila aku pun mengangguk setuju.

"Sampai ketemu di tempat baru," sahutku melambaikan tangan dan Mbak Syakila pun membalas dengan melambaikan tangan kanannya. Dia naik motor kemudian melaju duluan meninggalkan aku dengan Mas Hari Abimanyu.

"Masuklah!" perintah Mas Hari.

Jantungku ini kenapa? Seperti habis lari maraton, sehingga berdebar dengan sangat cepat. Astaghfirullah, aku hanya berdua di dalam mobil. Semoga pacarku ini laki-laki soleh dan tidak tertarik melakukan ciuman bibir denganku, mengerikan adegan kiss diserial drama korea.

"Kamu kenapa ketakutan?" tanya Mas Hari Abimanyu, dia bersikap sangat tenang sedangkan aku sebaliknya panik sampai keringatan.

"Aku tidak apa-apa, maklum orang desa tidak biasa naik mobil. Ada kantong plastik tidak?" tanyaku.

"Untuk apa?" tanyanya.

"Aku takut jika mual dan muntah di dalam mobil," jelasku.

"Oh, kalau begitu kita berhenti dulu beli kantong plastik atau kamu mau minum obat anti mabuk kendaraan?" tanya Mas Hari Abimanyu.

"Tidak perlu, aku masih bisa menahan. Mas punya permen tidak?" tanyaku.

"Ada, ini ambilah!" Mas Hari Abimanyu menyodorkan permen kiss.

"Terima kasih."

"Sama-sama, chagiya."

Aku langsung membuka bungkus permen tersebut lalu menikmatinya dengan santai.

"Masih mual tidak?"

"Alhamdulillah sudah tidak Mas, masih jauh tidak?"

"Lumayan, kok tidak terlalu jauh."

Jalanan terlihat macet, mungkin karena hari libur banyak yang ingin jalan-jalan. Sementara aku kapan bisa jalan-jalan ke puncak, sepertinya menyenangkan.

Ponselku berdering ternyata Mbak Syakila kirim pesan.

"Sudah sampai mana? Macet, ya?" Pesan tersebut langsung aku balas.

"Aku tidak tahu sampai mana, iya, Mbak di sini macet. Mbak Syakila sudah sampai tujuan kah?" Pesan tersebut langsung aku kirim ke Mbak Syakila.

Aku memikirkan kedua orang tuaku, semoga mereka tidak kesulitan mencari alamat rumah Mas Hari Abimanyu. Kasian jika sampai ayah dan ibu kesasar, terlebih mereka tidak pegang telepon, tapi membawa kertas yang bertuliskan alamat dan juga ayah hafal nomor ponselku jika ingin menelpon.

"Kamu memikirkan apa lagi?" tanya Mas Hari Abimanyu yang melirik ke arahku. Mungkin dia tahu apa yang sedang aku pikirkan?

"Aku cemas kepada orang tuaku, Mas. Mereka kapan sampainya jika naik kereta api?" tanyaku.

"Kalau ban keretanya tidak bocor juga akan segera sampai," ledeknya.

"Sejak kapan ban kereta api bisa bocor ku sedang ngelawak ya, tidak lucu tempe!" hardikku.

"Wah, sayang sekali kalau begitu.

Berarti gurauanku garing alias gatot, gagal total," tukasnya.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Mas Hari Abimanyu.

"Kok senyum?"

"Fokus menyetir, ih! Aku takut terjadi sesuatu," gumamku memarahi Mas Hari Abimanyu.

"Kamu jangan bicara yang buruk dong, kita harus yakin selamat sampai tujuan," timpal Mas Hari Abimanyu.

Tiga puluh menit telah berlalu, kami sudah sampai. Ternyata rumah yang tidak dihuni oleh keluarga Mas Hari Abimanyu itu besar.

"Ini rumahnya?"

"Iya, kamu tidak suka?"

"Besar sekali,aku harus bayar berapa untuk sewa satu bulan?" Aku menggaruk rambut yang tidak gatal, antara senang dan juga bingung.

"Jangan cemas, kamu cukup bayar semampu dan seikhlasnya," jawab Mas Hari Abimanyu membuat hatiku meleleh.

"Benarkah?"

"Iyaz benar, dibayar pakai cinta saja juga boleh banget, cintamu lebih berarti dari segalanya," jelasnya senyum seraya mengedipkan matanya.

"Kalian lama sekali, pacaran dulu, ya!" Mbak Syakila langsung menyambutku.

"Maaf, tapi macet Mbak." Aku turun dari mobil dengan hati-hati.

Barang-barang diturunkan Mas Hari dan juga Mas Azka mereka kompak kerja sama agar pekerjaan cepat selesai.

Rumah tersebut sangat bagus seperti istana, mengapa rumah seindah ini tidak dihuni? Mungkin orang kaya raya, jadi punya rumah lebih dari 1 gedung.

"Selamat datang di rumah baru semoga kalian berdua betah di sini," ucap Mas Hari Abimanyu menyambutku dengan Mbak Syakila.

"Aamiin. Insya Allah aku betah tinggal di sini, bahkan sangat nyaman," jawabku.

"Sebenarnya aku ingin mengenalkan kamu dengan ayahku, tapi dia sedang sibuk," ujar Mas Hari Abimanyu.

"Tidak apa-apa lain kali saja, bilang ke ayahmu terima kasih banyak sudah diberikan izin tinggal di sini," timpalku.

"Sampaikan juga terima kasih dariku, ok Abi!" Mbak Syakila yang bersahabat lama dengan Mas Hari Abimanyu ternyata juga belum kenal siapa sosok ayahnya Mas Hari, padahal mereka akrab.

"Mbak Syakila kenal ayahnya Mas Hari Abimanyu?" tanyaku.

"Tidak kenal."

Siapa sosok ayahnya Mas Hari Abimanyu? Aku jadi penasaran.