webnovel

PERTEMUAN YANG MENGEJUTKAN

Semua barang sudah tersusun rapi pada tempatnya, akupun kini bisa duduk di sofa yang empuk melepas rasa lelah. Mas Hari Abimanyu begitu pengertian dia sudah menyiapkan minuman dan cemilan untuk kami berempat.

Tidak lama terdengar orang mengucapkan salam, dan kami serentak menjawab salam tersebut. Saat melihat orang tersebut kedua mataku seperti mau loncat.

"Pak Cakra mengapa ada dia di sini?" gerutuku dalam hati kesal bertemu dengan duda genit.

"Silakan masuk Ayahku," kata Mas Hari Abimanyu menyambut Pak Cakra. Aku dan Mbak Syakila langsung tersedak setelah tahu fakta ini.

"Ayah? Apa Pak Cakra atasan kami di perusahaan itu ayah kamu, Abi?" tanya Mbak Syakila. Sebenarnya dia tahu Abi anak orang kaya tapi tidak pernah menduga jika ayahnya adalah Pak Cakra, Mbak Syakila pernah bercerita padaku.

Sedangkan aku masih bingung, jujur ini sangat mengejutkan. Duda menyebalkan yang aku anggap genit dan suka chat terus tidak jelas adalah ayah dari pacarku. Apa ini mimpi? Aku menepuk kedua pipiku dan ternyata terasa sakit.

Ini bukan mimpi, Pak Cakra sungguh ayah dari laki-laki yang aku jadikan pacar selama ini. Astaghfirullah.

"Abi, kenapa kamu tidak bilang jika yang tinggal di sini adalah Aryna dan Killa," ungkap Pak Cakra senyum.

"Supaya kejutan, Ayah."

"Killa dan Aryna semoga betah ya, tinggal di rumah Om, maaf kalau kurang terawat," ungkap Pak Cakra.

"Rumahnya bagus banget kok, Om." Mbak Syakila terkejut tapi dia langsung bersikap biasa kepada Pak Cakra sedangkan aku masih sangat canggung..

"Aduh bagaimana ini? Aku sangat tidak suka dengan Pak Cakra dia begitu genit sering menggodaku," gumamku dalam hati merasa khawatir.

"Aryana kamu kenapa? Kok, bengong begitu. Santai saja saja, anggap saya Om sendiri," jelas Pak Cakra.

"Iya Pak, eh Om." Aku sungguh bingung harus bersikap seperti apa dengan orang tua Mas Hari Abimanyu ini? Rasanya benar-benar tidak nyaman.

"Om, saya boleh tinggal di sini tidak?" tanya Azkaya.

"Tidak boleh!" sahut Mbak Syakila.

"Jika tinggal bersama mereka dua gadis tentu tidak boleh lah!" hardik Pak Cakra.

"Setuju, Om." Mbak Syakila dan Pak Cakra mulai terlihat akrab aku mengamatinya padahal waktu di chat Mbak Syakila marah-marah.

"Bukan begitu maksudnya, Azkaya tinggal di rumah Om Cakra yang satunya tinggal bersama dan juga Abi," jelas Azka.

"Setuju, tinggal di rumah kami mulai hari ini, kamu pulang dulu ambil pakaian dan izin orang tua," kata Mas Hari Abimanyu begitu antusias dia senang jika Azkaya akan tinggal bersama dengannya.

"Ih, Abi kamu menyebalkan!" tukas Mbak Syakila yang tidak suka jika Azkaya tinggal di rumah Pak Cakra.

"Seru tahu, aku jadi ada teman mengobrol dan bisa bercerita banyak hal," timpal Mas Hari Abimanyu.

"Ya, Mbak. Mereka kan saudara biar Mas Hari tidak kesepian jika di rumahnya," ujarku.

"Iya, iya."

"Kalau tinggal di rumah satunya lagi, tentu boleh. Om, kasih izin dengan senang hati, kamu tapi harus izin orang tua, ok!" ungkap Pak Cakra kepada Azkaya begitu tegas.

Aku pacaran baru berapa lama, ya? Masa orang tua pacar sendiri baru tahu. Aryna kamu mengapa payah sekali? Aku menghujat diri sendiri he he. Namun jika Pak Cakra tahu jika aku adalah pacar dari anaknya pasti dia berhenti bersikap genit.

Masalahnya kapan Mas Hari Abimanyu mengenalkan aku sebagai pacar? Dari tadi tidak ada arah pembahasan tentang pacaran. Apa aku buka pembicaraan tersebut lebih dulu?

"Mas Azkaya punya pacar belum?" tanyaku memancing siapa tahu Mas Hari Abimanyu mengenalkan aku sebagai pacar di hadapan ayahnya.

"Belum, soalnya wanita yang aku suka terus menolak cintaku," jawab Mas Azkaya.

"Semangat Mas, kejar cintamu sampai ke ujung dunia!" ucapku.

"Betul, jadi pria memang tidak boleh menyerah apabila cintanya ditolak, maka harus berusaha seribu kali," kata Pak Cakra menimpali ucapan dari Azkaya.

"Memangnya ayah ada niat untuk menikah lagi?" tanya Mas Hari Abimanyu tidak suka.

"Kenapa Nak? Kamu marah jika Ayah ingin menikah lagi, ya?" tanya Pak Cakra.

"Jika Ayah menikah lagi itu artinya berkhianat!"

"Berkhianat kepada siapa? Almarhumah Ibu kamu juga mengizinkan Ayah untuk menikah lagi," jelas Pak Cakra.

"Mana mungkin," sahut Mas Hari Abimanyu.

"Ibu kamu dulu sebelum meninggal menginkan Ayah untuk menikah dan bahagia," kata Pak Cakra.

"Ayah pasti berbohong," lirihnya.

"Berbohong apa untungnya? Ayah berkata jujur, kok."

"Ayah kamu tidak mungkin bohong, dia sudah cukup lama jadi dua selama 20 tahun hanya fokus mengurus kamu," timpal Mas Azkaya.

"Jika ada wanita yang mau silakan saja, tapi tidak boleh muda harus seumuran dengan Ayah," tutur Mas Hari Abimanyu.

"Kenapa tidak boleh muda?" tanya Pak Cakra.

"Jika terlalu muda aku tidak mau memanggilnya ibu tiri," sahut Mas Hari Abimanyu.

Aku dan Mbak Syakila dari tadi hanya bengong sambil menyimak percakapan mereka bertiga. Kadang jika dalam kondisi sedang berkumpul begini, yang lain asyik berbincang, sedang aku tidak ada lawan bicara jika tidak menanggapi perkataan dari salah satu mereka.

"Kalian jika membahas masalah pribadi tolong jangan di hadapan kami," kata Mbak Syakila angkat bicara.

"Tidak masalah Killa, kamu dan Aryna bagi kita sekarang adalah kerabat," kata Pak Cakra.

"Benarkah?" tanyaku sangat senang dan sangat naif berpikir Pak Cakra tidak akan genit lagi tapi pikiranku salah besar. Ponselku berdering saat aku baca membuat naik darah.

[Aryna, saya senang bisa melihat wajah kamu hari ini. Kamu anak yang baik, cantik, dan bisa jadi taman untuk Hari Abimanyu. Oya, nanti malam kita adakan makan bersama sebagai penyambutan kamu, ok! Tidak perlu dibalas.]

Apa dia masih berani genit? Sebenarnya maunya Pak Cakra itu apa? Kata Mbak Syakila dia suka denganku, begitu pun dengan Nirmawa dulu dia mengatakan hal yang serupa dengan Mbak Syakila. Kepalaku mendadak jadi pusing.

"Ayah, kedua orang tua Aryna akan datang hari ini dari desa, mereka akan tinggal dengan Aryna, bolehkan?" tanya Mas Hari Abimanyu.

"Iya, boleh banget kok," jawab Pak Cakra.

"Om Cakra baik sekali, apa tinggal di sini gratis?" tanya Mbak Syakila.

"Iya, gratis dari pada rumah ini hanya dihuni oleh tikus, lebih baik jika kalian tinggal di sini," jawab Pak Cakra.

"Betul itu, Om. Rumah kosong juga bisanya jadi sarang hantu," ujar Mbak Syakila meringis.

"Sarang hantu dari mana? Sekarang faktanya jadi sarang bidadariku," gumam Azkaya menimpali perkataan Mbak Syakila.

"Ehemmm … Azkaya bisa saja, kamu suka sama Killa kan?" Pak Cakra menebaknya.

"Kok, tahu Om?"

"Terlihat jelas dari sorot mata kamu!" Pak Cakra lalu tertawa renyah.

Next chapter