webnovel

Rebirth Of The Queen

"Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Kita adalah jiwa yang sama" -Fu Xie Lan- . . . Dikhianati oleh organisasinya, jiwa Clara terlempar ke tubuh putri dari wanita yang dituduh berkhianat. Berada pada dunia yang sama sekali tak pernah ia duga. Semua hal yang pernah dianggapnya hanya mitos benar-benar menjadi nyata. Sihir? Demon? Peri? dan segala jenis makhluk immortal berkeliaran di sana. Dipertemukan dengan pemuda yang selalu mengikuti dan memanggilnya ibu. Dan sebuah jiwa lain yang ikut tersegel di dalam tubuhnya, serta misteri tentang kejadian 700 tahun lalu yang selalu membayanginya. Bagaimana Clara menghadapi semuanya? Bagaimana cara ia terbebas dari segel yang ada di tubuhnya dan membalaskan dendamnya? Siapa pemuda yang selalu memanggilnya ibu? Mampukah ia membalaskan dendamnya? Jawabannya ada di dalam cerita ini.

Gloryglory96 · Fantasy
Not enough ratings
473 Chs

Bab 35 Apakah Itu Hanyalah Mimpi? (1)

"ternyata setelah terlahir kembali, kebiasaanmu yang tidur dimana saja tidak berubah," ucap sosok itu dengan seulas senyum yang terpatri di bibirnya.

Mendekat perlahan pada Fu Xie Lan, mengusap pipinya dengan penuh kasih sayang, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajahnya dan kemudian mendaratkan ciuman dengan lembut pada kening Fu Xie Lan.

"Kalung ini, kuharap kamu menjaganya dengan baik," mengusap liontin ruby pada kalung Fu Xie Lan. Alasan lain mengapa kedua lelaki tua itu tidak merasakan keberadaan Fu Xie Lan adalah karena kalung itu. Selain mampu melindunginya dari efek yang disebabkan oleh segel Soul Cover Rune untuk sementara waktu, kalung itu juga mampu menyamarkan keberadaannya.

Setelah berkata demikian, pandangannya beralih kepada kaki Fu Xie Lan yang terbalut kain.

"Hmm, tubuh manusiamu juga ternyata sangat merepotkanmu," lirihnya.

Pelan namun pasti ia membawa tubuh Fu Xie Lan ke dalam gendongannya dengan sangat hati-hati dan kemudian menghilang.

***

Braakkkkk....

Tiba-tiba suara pintu yang terdobrak secara paksa menjadi pengisi suara di pagi hari dan membuat Fu Xie Lan yang masih terlelap seketika terbangun. Hal pertama yang dilihatnya adalah sosok Wan Lie yang menatapnya khawatir.

Menemukan ibunya dalam kondisi baik-baik saja membuat Wan Lie bernapas lega. Bukan tanpa alasan ia menjadi begitu khawatir, karena setelah ia terjaga di pagi hari, ia tidak merasakan keberadaan ibunya dengan jelas seperti biasanya.

"Ada apa? Mengapa wajahmu sangat kacau?" tanya Fu Xie Lan saat menemukan wajah Wan Lie yang kehilangan warnanya berubah menjadi pucat pasih ditambah dengan rambut yang masih acak-acakan, model khas bangun tidur. Meregangkan sedikit otot-otot badannya karena tidurnya dikagetkan oleh kedatangan Wan Lie yang tiba-tiba, ia kemudian beranjak meninggalkan tempat tidurnya dan menuju meja yang berada di dekat jendela dengan niat menuangkan segelas air untuk diberikan kepada Wan Lie.

Namun, ia merasa ada yang janggal. Sontak ia berbalik dan menatap Wan Lie intens kemudian menuju jendela mengedarkan pandangannya. Pupilnya berhenti pada potongan kain putih yang tergeletak di bawah pohon, ia sangat tahu jelas bahwa potongan kain itu adalah sisa kain dari pakaiannya yang ia sobek untuk membalut kakinya yang keseleo.

"Keseleo?"

Menggerakkan kakinya, berjalan mondar mandir hanya untuk memastikan bahwa kakinya benar keseleo. Namun hal itu tidak ditemuinya, kakinya baik-baik saja seperti tidak pernah mengalami cidera sebelumnya. Dan lagi, siapa gerangan yang membawanya kembali ke kamarnya?

"Ibu, apa ada sesuatu hal yang mengganggumu?" tanya Wan Lie yang melihat tingkah ibunya yang tidak biasa, sontak saja suara Wan Lie mengalihkan perhatian Fu Xie Lan.

"Emm, semalam apa yang kamu lakukan?"

"Setelah kembali dari sini, aku memutuskan untuk beristirahat lebih awal. Mengapa ibu bertanya seperti itu?"

"Oh tidak, tidak apa-apa. Sebaiknya kamu kembali. Masih terlalu pagi dan wajahmu sudah sangat tidak enak di pandang," ucap Fu Xie Lan berusaha menutupi kejanggalan yang dirasakannya.

Wan Lie yang mendengar ibunya hanya tersenyum canggung sembari mengusap tengkuknya.

"Hehehe, baiklah. Maafkan Wan Lie jika mengejutkanmu ibu. Aku pamit dulu," Wan Lie membungkukkan badannya sembari tersenyum, kemudian beranjak meninggalkan tempatnya berdiri.

Melihat pintu kamarnya tertutup, Fu Xie Lan segera memeriksa kakinya, dan benar saja ia tidak menemukan tanda-tanda pernah cidera pada kakinya.

"Siapa kira-kira yang menyembuhkan kakiku?"

Sambill memikirkan hal itu, ia merapikan tempat tidurnya. Gerakan tangannya tiba-tiba berhenti ketika menemukan sehelai rambut berwarna abu-abu. Jika tidak diamati baik-baik, orang lain mungkin akan mengira bahwa rambut itu hanyalah uban, namun berbeda jika yang menemukannya adalah Fu Xie Lan. Itu bukan uban melainkan rambut dengan warna abu-abu. Refleks tangannya yang lain meraih sebagian rambutnya, membandingkannya dengan sehelai rambut itu. Perbedaan warna rambut yang begitu kontras. Hitam dan abu-abu. Belum yakin dengan dirinya, Fu Xie Lan mendekati cermin dan memeriksa rambutnya dengan teliti.

"Rambut ini bukan milikku. Lalu, milik siapa? Dan kenapa ada di tempat tidurku?"

Memikirkan segala kemungkinan membuat seluruh tubuh Fu Xie Lan merinding. Tenggelam dalam pikirannya sembari memperhatikan bayangan dirinya di dalam cermin. Seperti disambar petir, ia menyadari sesuatu yang lain.

"Ini juga bukan pakaian yang aku kenakan semalam."

"Apakah itu hanya mimpi?"

"Tidak! Tidak mungkin aku memimpikan sesuatu yang jelas-jelas terasa begitu nyata terlebih kain sisa sobekan bajuku terpampang jelas di mataku. Lalu, apa yang terjadi? Mengapa cidera di kakiku sembuh, pakaianku terganti, dan jika ingatanku jelas aku tertidur di bawah pohon semalam,"

Huang Bao, ya hanya Huang Bao yang bisa membantunya memastikan apakah yang dialaminya semalam itu nyata atau hanyalah bunga tidur.

***

Saat ini, Fu Xie Lan sedang menuruni tangga bersama Wan Lie. Mereka akan menemui tetua Bao.

Tok...tok...tok...

Suara ketukan pintu terdengar pada kamar tempat Huang Bao menginap. Sebelum Wan Lie mencapai kamar Fu Xie Lan beberapa waktu yang lalu, ia sempat melihat tetua Bao memasuki ruangan itu.

Tok...tok...tok...

Satu detik

Dua detik

Tidak ada sahutan.

Tok...tok...tok...

Wan Lie mencoba untuk yang ketiga kalinya namun masih tak mendapat jawaban.

"Apa kamu yakin tetua Bao ada di dalam?" tanya Fu Xie Lan ragu.

"Aku melihatnya memasuki ruangan ini tadi saat aku sedang menuju ke kamar ibu,"

"Lalu, kenapa tidak ada jawaban?"

"..." Mengangkat bahunya sebagai tanda bahwa Wan Lie juga tidak tahu.

"Sudah, ayo kita pergi!"

"Kemana ibu?"

"Menemui tetua Chen, barangkali ia mengetahui keberadaan Huang Bao."

"Di perpustakaan? Tapi ibu..."

"Ini masih terlalu pagi, tetua Chen mungkin belum meninggalkan kediamannya ini," potong Fu Xie Lan.

Wan Lie yang mendengar ucapan ibunya hanya bisa menurut, sedari tadi jika ia boleh jujur, ia sangat ingin menanyakan beberapa hal kepada ibunya namun tidak memiliki keberanian. Ia takut hal itu mungkin saja bisa membuat ibunya merasa tidak nyaman berada di sekitarnya.

"Ibu, apakah ibu baik-baik saja?"

"Hhh...Wan Lie, ini sudah kesepuluh kalinya kamu menanyakan hal itu padaku pagi ini, sudah kubilang aku baik-baik saja. Berhenti mengkhawatirkanku," jelas Fu Xie Lan.

Ia tidak terbiasa jika ada yang mengkhawatirkan dirinya dengan sangat berlebihan. Memang bagus jika ada yang mengkhawatirkannya, namun cara Wan Lie sedikit berlebihan menurutnya. Mereka baru saja saling kenal dan terikat dengan permainan hubungan ibu dan anak yang masih sedikit tidak masuk akal baginya. Ia bukan lagi anak kecil yang terus menerus harus di khawatirkan.

Namun, berbeda bagi Wan Lie. Meskipun ibunya mengatakan bahwa ia baik-baik saja, hal itu tidak mengurangi keresahan dalam hatinya. Bagaimana ia tidak khawatir, saat ini ia berada dekat sekali dengan ibunya tetapi tidak bisa merasakan keberadaannya, baik aroma seorang Half Grip maupun aura sosok yang merupakan ibu kandungnya. Ia tidak menyadari sejak kapan hal itu terjadi, namun semua begitu jelas ketika ia terbangun pada dini hari tadi.