webnovel

22 - Einerseits Obst 4 of 4

Pada ruangan megah dengan dekorasi aksen Victorian, Odo duduk di kursi dengan menghadap wanita berambut pirang yang juga menghadap ke arahnya. Sekarang anak berambut hitam itu sedang berada di dalam kastel milik Witch. Sedikit melirik ke arah jendela besar di ruang makan tersebut, di luar terlihat langit gelap dan beberapa taburan cahaya putih yang terpancar nampak dalam lembar hitam itu. Odo langsung tahu kalau hari sudah benar-benar malam, gelapnya hutan yang terlihat melalui jendela mencerminkan ini hati anak itu.

Sedikit melirik ke arah kiri, Odo melihat enam anak berambut pirang yang duduk berjejer di sisi lain meja panjang. Mereka berenam memperlihatkan raut wajah kosong, dengan tatapan kosong, dan sama sekali tidak berbicara meski apa yang telah Odo lakukan pada salah satu dari mereka.

Menarik napas ringan, Odo merasa tidak pantas telah memberikan keenam anak tersebut sebuah nama, dirinya paham kalau nama itu bukanlah sesuatu yang bisa diberikan oleh sembarang orang atau dengan cara yang seenaknya. Berusaha untuk tidak memikirkan hal tersebut kembali, Odo melihat ke depan dan menangkan diri dengan cepat.

"Kita lanjutkan pembicaraannya," ucap anak berambut hitam itu seraya menatap Witch di hadapannya.

"Pembicaraan apa? Bukannya semuanya sudah dibahas?" tanya wanita berambut pirang tersebut seraya menatap bingung Odo.

"Ah? Bicara apa kau? Tentu saja masih banyak .... Pertama, kau belum memberitahuku apa rincian rencanamu mengajakku bekerja sama. Aku belum bisa sepenuhnya percaya denganmu. Kedua, apa keuntunganku kalau bekerja sama denganmu?"

Mendengar perkataan seperti itu dari Odo, wanita berambut pirang tersebut menatap heran. Tersenyum tipis, wanita itu mendekatkan wajahnya seraya bertanya, "Dikau sangat tak seperti manusia ya? Meski sangat sensitif dengan perasaan-perasaan yang dimiliki makhluk mortal, mengapa engkau selalu mengatakan sesuatu yang berlainan seperti itu?"

"Berlainan ya .... Tersalah kau menyebutnya bagaimana, aku hanya melakukan apa yang perlu aku lakukan."

Odo menatap kesal wanita berambut pirang tersebut. Mendapatkan hal seperti itu, wanita itu menjauhkan wajah dan sedikit tersenyum tipis. Saat melihat Odo kesal, rasa senang mengisi benak wanita itu tanpa dirinya sendiri sadari.

"Baiklah, akan diriku jelaskan. Tapi ..., dari mana dulu yang ingin dirimu dengar?"

"Hmm, pertama, kenapa tidak kau memberitahuku apa keuntungannya kalau bekerja sama denganmu. Coba beri aku alasan untuk bekerja sama denganmu?"

Witch sedikit memalingkan wajahnya saat mendengar itu, mencari sesuatu untuk membuat Odo tertarik sepenuhnya dan bekerja sama. Saat melihat keenam anaknya, ekspresi wanita berambut pirang itu nampak seakan telah menemukan jawaban.

"Bagaimana kalau kau boleh menikahi anakku?"

Odo langsung sedikit mendongak dan menarik napas dengan sangat berat, raut wajahnya berubah gelap dengan cepat dan tatapannya penuh rasa kesal. Sekilas tekanan sihir meningkat karena emosi yang ada naik sampai batas amarah.

"Ingin aku tendang wajahmu apa? Hah!? Kalau jawab yang serius," ucap anak itu dengan nada gelap.

"E-Eeeh? Kenapa malah marah? Seburuk itukah mereka?"

Odo mendongak lurus ke atas dan melihat langit-langit berkubah, sekilas mengamati lukisan alam berupa pemandangan kebun bunga di atas sana. Dalam benak anak berambut hitam itu, lelah secara psikologis terasa dan membuat rasa semangat tidak bisa muncul. Kembali melihat ke arah wanita di hadapannya, kali ini Odo benar-benar menatap dengan sorot mata datar dan tidak terlihat seperti sorot mata manusia. Odo benar-benar mengesampingkan perasaan dalam pemikirannya.

"Aku tolak tawaran itu, berikan yang lain."

"Yang lain? Memangnya apa yang dikau inginkan?"

"Bagaimana ... kalau sihir yang kau gunakan untuk memperbaiki kursi ini?"

Odo menendang ringan kaki kursi tempatnya duduk. Kursi tempat anak berambut hitam itu duduk tadinya sudah rusak dan kaki kursinya patah, tetapi itu diperbaiki oleh Witch dengan sihir uniknya yang bahkan tidak Odo ketahui strukturnya meski telah diamati secara langsung.

"Diriku tidak keberatan .... Tapi, sihir itu hanya bisa digunakan di dalam kastel ini, apa dikau tidak masalah?"

"Apa maksudnya?"

"Bangunan ini terhubung dengan struktur sihir yang ada di dalam Inti Sihir milikku. Objek apapun yang ada di dalam bangunan ini, diriku bisa memperbaiki atau mengendalikannya sesuka hati. Kalau di luar ..., itu sama sekali tidak berfungsi."

Odo berpikir dengan cepat dan kalkulasi dari Auto Senses dipakainya untuk memutuskan pilihan. Berkedip satu kali, anak itu berkata, "Kalau begitu, beritahu cara membuat struktur sihir supaya bisa terhubung dengan bangunan. Bertahu saja aku bentuk struktur sihir dan cara kerjanya."

"Ya ..., diriku tidak masalah dengan itu."

Wanita itu mulai terlihat takut pada Odo yang sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi dan tatapnya sangat kosong. Wanita tersebut mengulurkan tangan kanannya ke depan, lalu menyentuh kening Odo dengan telapak tangan. Anak berambut hitam tersebut sama sekali tidak komentar soal itu, Ia lekas menyingkirkan tangan wanita itu dengan tetap memasang ekspresi datar.

"Yang terakhir ..., bertitahu rencanamu. Kalau itu memuaskan dan bisa membuatku tertarik, dengan senang hati aku akan ikut membantu."

Wanita itu terkejut karena sifat Odo berubah drastis seperti itu. Sedikit memasang wajah kesal dan menatap ringan anak berambut hitam itu, Witch mulai menghela napas ringan dan memalingkan pandangannya, terlihat kanak-kanakkan dengan mengembungkan kedua pipinya. Odo tidak memedulikan hal tersebut, Ia hanya menatap datar dengan posisi duduk sangat kalem.

"Kenapa malah cemberut?" tanya Odo.

"Rasanya seperti bicara dengan Golem. Padahal dikau kaya dengan perasaan yang indah, tapi mengapa engkau seperti itu? Di luar sana ada banyak makhluk yang ingin merasakan berbagai emosi tapi tidak bisa, loh."

Odo terdiam mendengar itu, pikirannya bergerak dengan cepat dan berusaha memahaminya. Menyimpulkan kalau ada makhluk seperti Witch di luar sana, anak berambut hitam itu melirik ke arah keenam anak berambut pirang yang masih duduk tanpa bersuara. Dalam benak Odo, memang perasaan atau emosi bagi makhluk-makhluk seperti mereka sangatlah berharga bisa merasakan sesuatu yang bisa membuat mereka bisa lebih hidup. Kembali melihat ke arah Witch, Odo melihat contoh nyata dari hal tersebut.

"Maaf, aku paham ...."

Anak berambut hitam itu menutup matanya dan berusaha berhenti memasang wajah datar. Saat kembali membuta mata, sorot mata birunya tidak lagi terlihat gelap dan mulai terlihat seperti raut wajah manusia. Wanita berambut pirang di hadapannya terkejut melihat Odo bisa mengubah raut wajah secepat itu.

"Apa ini yang kau inginkan, bukan? Kalau begitu, beritahu. Apa rencanamu? Dan buat aku percaya untuk membantumu."

Witch memang merasa itu lebih baik melihat Odo tidak menampakkan ekspresi datar yang terlihat gelap, tetapi mendengar apa yang dikatakan anak itu, Ia merasa tidak puas. Meski wanita itu kurang paham dengan hal-hal seperti itu, tetapi dirinya tahu apa yang nampak pada raut wajah Odo adalah ekspresi buatan dan sama sekali tidak terkandung rasa tulis di dalamnya.

"Haaah, baiklah. Meski diriku masih kurang enak melihat dikau seperti itu, tapi memang harus diriku jelaskan rencananya, ya .... Sebelum itu, diriku akan memberitahu beberapa hal tentang informasi-informasi yang mungkin belum engkau tahui."

"Ya, silakan saja ...."

Witch mulai menjelaskan beberapa informasi yang bisa dikatakan Odo tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Dalam penjelasan paling awal, wanita berambut pirang itu memberitahukan tentang teknologi, sihir, situasi pemerintahan dan politik keempat negeri. Dalam penjelasan tersebut, banyak hal yang membuat Odo terkejut dan beberapa dalam pengetahuan anak itu mulai dirombak kembali.

Hal pertama dari informasi yang diberikan adalah soal teknologi, sebuah teknis perkembangan teknologi yang ada selama Perang Besar lebih tepatnya. Dalam kehidupan sehari-hari Odo, Ia kira kalau teknologi yang ada di benua Michigan hanyalah sebatas peradaban abad pertengahan yang masih dalam tingkat pandai besi, pengrajin kaca, kayu, dan bangunan sederhana yang berpadu dengan unsur sihir yang menjadi ciri dunia. Tetapi, itu hanya kesalahpahamannya karena hanya terus membaca buku sihir dan pengetahuan umum yang dimiliknya hanya sebatas Kerajaan Felixia saja. Pada kenyataannya batas teknologi pada setiap negeri memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Pada kerajaan Felixia memang hanya memiliki perkembangan teknologi yang masih sederhana karena memang perkembangan negeri tersebut lebih cenderung ke sihir. Tetapi pada negeri lain, ada banyak teknologi yang sudah maju sangat pesat. Sebagai salah satu contoh yang diberitahukan Witch, perkembangan teknologi Kerajaan Moloia sudah sampai pada tingkat senjata api pada pertengahan masa Perang Besar dan pada perkembangan terakhir terdengar sudah dapat menciptakan sebuah bom radioaktif dalam sekala besar. Negeri tersebut memiliki perkembangan teknologi yang sudah mencapai tingkat modern dalam pengetahuan yang Odo miliki.

Bukan hanya itu saja yang membuat Odo terkejut dengan tingkat teknologi sesungguhnya benua Michigan. Menurut Witch, beberapa negeri lain juga sudah mulai meniru perkembangan teknologi Kerajaan Moloia dan mengasimilasikannya dengan ciri khas sihir masing-masing dan menciptakan hal yang sangat baru dalam perkembangan peradaban.

Dalam perkembangan sihir, negeri yang paling berkembang adalah Kekaisaran Urzia yang pada dasarnya telah memiliki keanekaragaman sihir paling kaya jika dibandingkan dengan negeri lain. Diikuti Kekaisaran, Kerajaan Felixia berada pada posisi nomor dua dan tingkat kemajuan sihir terendah dipegang oleh Kerajan Moloia. Meski begitu, pada susunan sihir paling maju dikuasai oleh Kota Miquator yang menjadi pusat dari semua sihir.

Dari semua penjelasan tersebut, yang juga membuat Odo terkejut adalah situasi pemerintahan dan politik keempat negeri. Menurut apa yang dikatakan Witch, kondisi politik stabil hasil dari konferensi yang diadakan oleh para penguasa keempat negeri di Kota Miquator sudah mulai memudar. Hal tersebut terjadi karena proses pergantian kepemimpinan setiap negeri yang menyebabkan sulitnya mempertahankan perjanjian yang dibuat para pemimpin pendahulu setiap negeri.

Menurut informasi yang didapat dari sosok yang menjalin kerja sama dengan Witch di Kota Miquator, keempat negeri benar-benar masuk dalam kondisi sensitif dalam bidang kepemimpinan dan politik. Dalam perkiraan yang ada, bisa dipastikan kalau awal musim semi tahun depan ada beberapa dari keempat negeri yang akan mengalami pergantian kepemimpinan dan perjanjian yang dibuat oleh keempat negeri akan semakin melemah.

Pada Kerajaan Ungea, Maharaja di negeri gurun pasir tersebut dikatakan sudah sakit-sakitan dan umurnya sudah tidak lama lagi. Tetapi, karena sang Maharaja memiliki banyak permasyhuri dan selir, keturunan dan calon putra mahkota Kerajaan Ungea menjadi sangat banyak dan sulit untuk memilih penerus selanjutnya.

Untuk Kerajaan Moloia, negeri tersebut tidak jauh berbeda dengan Ungea. Keturunan dari garis keluarga kerajaan yang banyak membuat sulit menentukan Raja selanjutnya. Dalam hal tersebut, kerajaan ini tidak perlu susah payah mencari penerus Raja karena hal tersebut berubah menjadi kompetisi sebab adanya pengaruh dari USGM, sebuah sistem senat dari kumpulan kesadaran yang tersimpan dalam Departemen Teknologi negeri tersebut.

Hampir mirip dengan dua negeri itu, kabar tidak terduga Odo dengar tentang Kerajaan Felixia tempatnya tinggal. Pada negeri yang terkenal memiliki keturunan Dewa dalam susunan Keluarga Kerajaan, susunan keluarga kerajaan tersebut masuk dalam masa kritis garis murni. Kerajaan Felixia memiliki sistem pemegang kekuasaan paling mengadaptasi garis keturunan dibanding dengan negeri lain. Dalam masa sekarang, pemegang kekuasaan tertinggi Kerajaan Felixa bukanlah Rajanya, melainkan sang Ratu, karena memang sang Ratu'lah yang berasal dari garis murni Kerajaan Felixia.

Raja Felixai memiliki dua istri, yaitu Ratu yang berasal dari garis murni dan Selir yang didapat dari pernikahan politik dengan Kerajaan Ungea sebagai tanda damai kedua negeri. Dalam hubungan tersebut, lahir satu anak laki-laki dari rahim Selir dan satu anak perempuan dari rahim Ratu. Menurut sistem yang diterapkan oleh Kerajaan Felixai, yang berhak menduduki singgasana selanjutnya adalah sang Putri yang merupakan anak Ratu.

Tidak ada yang protes atau dipermasalahkan soal hal tersebut. Tetapi, yang menjadi masalah adalah hanya Putri tersebut yang menjadi satu-satunya sosok yang bisa menjadi penerus, dan karena tidak bisa menjodohkan dengan saudaranya, harus diadakan pencarian kandidat tunangan sang Putri. Hal tersebutlah yang menjadi para bangsawan Kerajaan Felixia menggila untuk mendapatkan sang Putri dengan bersaing satu sama lain.

Kabar lain yang paling mengejutkan dari Kerajaan Felixai adalah telah meninggalnya sang Ratu beberapa hari lalu. Kabar itu Witch dapatkan dari salah satu koneksinya pada Kerajaan Felixa yang tinggal di Istana Kerajaan. Karena kematian Ratu tersebut, bisa dipastikan persaingan para bangsawan akan meningkat saat awal tahun nanti dan berpotensi terjadi perang sipil pada tiap-tiap daerah seperti halnya yang terjadi di Kekaisaran.

Berbeda dengan semua negeri, Kekaisaran Urzia berada pada tingkat dimana pemimpinnya memiliki ketetapan yang tidak diganggu gugat dan sangat mutlak. Tetapi karena hal tersebut, sebagian besar wilayah di Kekaisaran mulai memberontak dan menuntut Revolusi karena Kaisar telah berkuasa terlalu lama, dan cenderung memiliki sifat pasif kepada perkembangan rakyatnya. Kondisi Kekaisaran Urzia adalah yang paling parah karena sudah terjadi beberapa perang sipil di berbagai wilayahnya.

Setelah mendapat penjelasan tentang berbagai hal tersebut, Odo baru diberitahukan tentang rencana yang ingin dilakukan Witch. Rencana tersebut didasarkan dengan kota yang memiliki koneksi paling kuat dengannya, Kota Miquator. Hampir sama seperti saat menghentikan Perang Besar, Witch ingin menarik para pemimpin baru dan lama setiap negeri untuk kembali mengadakan konferensi dan memperbarui perjanjian. Untuk melakukan hal tersebut, perlu kondisi dimana setiap negeri berada pada kesetaraan kekuatan demi dapat diajak berdiskusi.

Dalam prosesnya, ada kemungkinan besar terjadi Perang Besar kedua yang bisa lebih parah dari Perang Besar terdahulu mengingat perkembangan senjata dan ilmu pengetahuan yang ada. Dengan alasan tersebut, Witch meminta Odo untuk melakukan kontak dengan beberapa tokoh penting di setiap negeri dan menjalin hubungan dengan mereka untuk bisa mendapat koneksi antar negeri agar dapat meredam potensi perang skala benua. Batas waktu perjanjian damai masih dapat berlaku hanya sekitar enam tahun dari waktu sekarang, dan itu sangatlah terbatas kalau memperhitungkan sangat kompleksnya masing-masing sistem dan kondisi pemerintah tiap negeri.

Odo menerima permintaan tersebut karena memang dirinya memperkirakan tidak bisa lepas dari masalah tersebut, sebab dirinya sendiri masuk dalam jajaran bangsawan. Tetapi untuk rencana yang akan digunakan secara rinci, mereka masih belum menentukannya karena memang pada dasarnya sangat sulit menjalin hubungan antar negeri yang memasuki masa sensitif politik. Karena hal tersebut, Witch memberikan beberapa pengetahuan sihir untuk bekal perlindungan dan beberapa hal lainnya kepada Odo.

««»»

Meski matahari masih tertutup awan langit kelabu, waktu dengan jelas sudah menunjukkan siang hari dengan pancaran terang yang menyinari daratan. Di antara pepohonan Hutan Pando, berdiri sebuah tenda yang di dekatnya terparkir seekor Drake beserta kereta dan gerobak yang ditariknya. Di sekitar tempat tersebut terlihat kayu bakar bekas api unggun, beberapa kotak penuh Kristal Sihir yang masih berlumur darah dan ada pula zirah beserta senjata yang digelatakkan sembarang di atas permukaan salju.

Salju putih mulai turun kembali setelah semalam berhenti. Di tengah butiran salju yang turun, seorang Demi-human berambut keperakan duduk pada kursi kayu dekat bekas api unggun, gadis itu adalah Julia. Memasang wajah gelap dan penuh rasa cemas, Ia menunduk memikirkan kondisi Tuannya yang belum kunjung kembali setelah terpisah karena serangan para monster.

Rasa tanggung jawab bercampur aduk dengan rasa cemas membuat gadis itu terlihat tidak hidup, bahkan matanya yang biasanya bersinar penuh semangat mulai terlihat gelap dan tidak karuan. Dirinya tahu kalau berdiam diri saja tidak akan mengubah apa-apa, tetapi hanya itu yang bisa dilakukan Julia, menunggu Odo kembali dan berharap anak itu baik-baik saja.

Mendengar langkah kaki yang mendekat, gadis berambut keperakan itu melirik dan melihat Gariadin dan Minda kembali setelah mengumpulkan Kristal Sihir dari mayat para monster. Mereka berdua menyeret kereta luncur yang di atasnya terdapat tiga kota kayu penuh Kristal Sihir yang masih kotor karena bercak darah.

Gariadin melepas tali serat dalam genggaman yang terhubung dengan kereta luncur yang ditarik. Berjalan ke arah Julia, pria berambut hitam gelap tersebut berdiri di hadapannya. "Maaf, Kak Julia. Tuan Muda tidak ketemu .... Meski sudah mencarinya sambil mengumpulkan Kristal sampai masuk ke bagian terdalam hutan, dia tetap tidak ada," ucap Gariadin. Mendengar itu, Julia sedikit memalingkan pandangan darinya dan terlihat semakin lemas, seakan tidak bersemangat hidup dan sangat pasrah.

Tidak jauh berbeda dengan Julia, rasa cemas pada diri Gariadin dan Minda juga ada. Memang tidak separah gadis Demi-human tersebut, tetapi memang sebagai seorang yang mendapat nama Shieal, mereka merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Odo.

Minda berjalan mendekat sambil menyeret kereta luncur dan meletakkannya di dekat Drake. Berjalan ke arah Julia dan Gariadin, perempuan berambut hitam panjang tersebut duduk di kursi kayu berbentuk memanjang bersama Julia dan ikut memasang wajah murung penuh beban pikiran. Gariadin tetap berdiri, pria yang sekarang tidak mengenakan perlengkapan tempurnya itu mendongak ke atas dan menghela dengan berat.

Tidak lama waktu berselang, Imania dan Xua Lin datang setelah mengumpulkan Kristal Sihir, sama seperti apa yang dilakukan Gariadin dan Minda. Menyeret kereta luncur yang di atasnya hanya bersisi dua kotak kayu berisi penuh Kristal Sihir, mereka memasang ekspresi wajah yang lebih muram dari dua orang yang kembali terlebih dulu. Merasa ada yang aneh dari mereka, Minda dan Gariadin penasaran dan menoleh. Seketika kedua orang itu terkejut dengan apa yang dipegang Imania.

"Apa ... kalian menemukan Tuan Muda?" tanya Julia tanpa menoleh ke arah Imania dan Xua Lin. Kedua perempuan berseragam pelayan itu berhenti melangkahkan kaki dan melepaskan tali serat yang digunakan untuk menyeret kereta luncur. Raut wajah kedua orang yang datang itu bertambah pucat dan penuh dengan ketakutan untuk menjawab pertanyaan yang keluar dari Kepala Pelayan tersebut.

"Kenapa diam sa―" Julai menoleh. Ketika melihat kemeja compang-camping berlumur darah yang dibawa Imania dengan tangan kanannya, pikiran gadis Demi-human tersebut langsung kacau seketika. Ia tahu milik siapa kemeja itu, dan hal tersebut juga merupakan kabar buruk karena pemiliknya masih belum kembali.

Julia langsung bangun, menatap dengan mata terbuka lebar dan terlihat tidak ingin percaya dengan apa yang terlintas dalam benak. "Di-Di mana kalian menemukannya? Ke-Kenapa bisa itu ...." Pertanyaan tersebut terucap dengan penuh ketakutan. Segera berjalan ke arah Imania dan mengambil kemeja tersebut darinya, Julia memastikan kalau itu benar-benar milik Odo.

Wajahnya dengan cepat terlihat depresi. Berlutut dan terduduk lemas sambil memeluk kemeja compang-camping berlumur darah tersebut, Ia meringkuk dan mulai meneteskan air mata. Dirinya tahu kalau Hutan Pando bukanlah tempat ramah yang membiarkan seorang anak kecil hidup berkeliaran sendirian, meski itu sosok sekuat Odo. Dalam isak tangisnya yang mengisi tempat tersebut, para Shieal hanya terdiam membisu tanpa bisa memberikan kata-kata untuk meredakan kesedihan Julia.

Angin dingin berhembus, membuat hati Julia semakin sakit dan menambah rasa frustrasinya. Kesedihan itu paling terasa olehnya karena dirinya merupakan sosok paling dekat dengan Odo dibanding para Shieal. Seperti halnya seorang kakak yang kehilangan adiknya, gadis berambut keperakan itu menangis tak henti-henti dalam keheningan. Jeritan tanpa suara keluar darinya, air mata mengalir deras dan meringkuk seraya memeluk kemeja berlumur darah.

Tetapi, di tengah suasana tersebut, tiba-tiba sebuah hawa keberadaan yang tidak asing bagi semua orang terasa kuat mendekat. Julia langsung tahu hawa keberadaan siapa itu. Segera mengangkat wajah dan berusaha berharap pada hal tersebut, gadis berambut keperakan itu segera bangun dan melihat ke arah barat. Seperti halnya Julia, para Shieal ikut melihat ke arah hawa keberadaan kuat yang mendekat dengan cepat itu.

Kilatan petir menyambar tidak jauh dari tempat mereka, membuat ledakkan yang menguapkan salju dan memencarkan tanah ke udara. Dari balik asap yang mulai menghilang setelah sambaran keras tersebut, mulai nampak sosok anak berambut hitam yang berdiri dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia mengenakan celana pajang hitam dan kemeja putih lengan pendek.

"Yo, sudah lama menunggu, ya?"

Setiap orang memasang wajah bingung mendengar pertanyaan yang seakan membuat rasa cemas dan sedih mereka percuma. Tersenyum kecil dan mulai berjalan mendekat, anak berambut hitam itu meloncat-loncat kecil dengan ceria. Julia langsung kembali terduduk lemas saat melihat anak berambut hitam tersebut.

Berdiri di hadapan Julia, anak berambut hitam itu memasang wajah ceria seraya berkata, "Kenapa menangis, Mbak Julia?" Itu sangat membuat Julia lega, bisa mendengar suaranya dan melihat wajah penuh senyum kanak-kanakan itu.

Segera mendekat ke arah Odo, Julia langsung memeluk anak berambut hitam tersebut. "O-Odo ...!! Tuan Odo!!" Ia menangis kembali, memeluk dengan erat sosok yang dirinya kira telah tiada. Odo hanya terdiam mendapat pelukan tersebut, tanpa balik memeluk atau mengatakan sesuatu untuk meyakinkan Julia bahwa dirinya baik-baik saja.

Para Shieal yang melihat anak itu kembali dengan kondisi tanpa luka atau goresan benar-benar terkejut. Mereka tidak menyangka setelah melihat bekas pertarungan dan mayat-mayat yang berserakan sepanjang jalan saat mereka mengumpulkan Kristal Sihir, anak berambut hitam tersebut benar-benar sama sekali tidak mendapat luka apa pun.

"Tidak apa, Mbak Julia .... Aku baik-baik saja. Maaf kalau membuat Mbak Julia khawatir seperti itu."

Perkataan yang keluar dari Odo tambah membuat Julia menangis dengan keras, melepas semua perasaan yang berputar kacau dalam benaknya. Ia tambah memeluk erat dengan kedua tangannya yang lemas, seakan tak ingin melepaskan Odo meski apapun yang terjadi.

Melihat itu, para Shieal juga mulai merasa lega dan ketegangan mereka membuat rasa lemas mulai menguasai. Menarik napas dalam-dalam, para Shieal kecuali Julia mendongak ke atas dan menghembuskan napas seraya melepas rasa cemas dalam benak.

Pada hari itu, para Shieal belajar sebuah hal yang membuat rasa bangga dalam mereka kembali dibenahi. Mereka tidaklah kuat atau berkompetensi tinggi, tidak seperti yang dikira karena telah terpilih menyandang nama Shieal dari Keluarga Luke. Kegagalan mereka dan malah tertolong tindakan Odo yang menarik para monster supaya terpencar, membuat para Shieal paham kalau kekuatan yang mereka miliki sangatlah kurang untuk melindungi seorang anak kecil yang dipercayakan Tuan Besar mereka.

Angin dingin kembali berhembus, membawa rasa cemas mereka pergi dan menghilang di langit luas. Bersama dengan hawa dingin yang ada, kehangatan yang terpancar dari rasa lega mereka mulai menyingkirkan itu dan membuat semangat kembali menyala meski tak membara.

««»»

Di sepanjang jalanan daerah pegunungan, seekor Drake dipacu menarik kereta kayu dan gerobak. Rombongan yang menaiki alat transportasi bangsawan itu tidak lain adalah Odo dan para Shieal. Setelah mengemas semua peralatan dan mengecek ulang kuota ekspedisi yang sudah terpenuhi, mereka bergegas pergi dari Hutan Pando untuk segera kembali ke Mansion tempat tinggal mereka semua.

Sepanjang perjalanan, Odo hanya diam seraya melihat keluar jendela dengan sorot mata cerah. Anak berambut hitam itu sama sekali tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat dirinya pergi memancing para monster supaya terpencar sehingga mudah dibinasakan. Memang ada beberapa pertanyaan dalam benak Julia dan yang lainnya, tetapi rasa bersalah dan tidak pantas pada diri sendiri membuat mereka tidak bisa bertanya.

Sedikit melirik ke arah Julia, Minda, dan Gariadin yang berada di dalam kereta, Odo hanya tersenyum tipis dan kembali melihat keluar jendela, menikmati pemandangan putih Hutan Pando yang tertutup salju. Masuk ke dalam sorot mata anak tersebut, dapat dengan jelas terlihat kalau dirinya sudah melihat berbagai macam hal yang sangat luar biasa di akhir tahun pada usianya yang baru akan genap sembilan tahun nanti musim semi tahun depan.

Melawan monster di dalam gua, membunuh ular raksasa, menyelamatkan seorang gadis yatim piatu, mengenal anak-anak seusia dirinya yang berbeda kasta. Dalam hal itu, Odo belajar banyak hal dan mengetahui dunia tempatnya tinggal tidak sesederhana yang dikira, dunia penuh dengan masalah kompleks yang seakan tidak ada habisnya.

Pergi ke Dunia Astral, bertemu dengan Dryad, melawan Naga Hitam, mendapat obat untuk menyembuhkan Ibunya, dan mendapat fakta dunia yang membuat hatinya hancur dan bimbang. Melakukan semua itu, Odo belajar bahwa perjuangan sangat penting untuk bisa melindungi kehidupannya yang berharga. Meski harus membuang sisi kemanusiaan, itu sepadan dengan hasil yang dicapai dan dirinya bisa bangga akan hal tersebut. Meski ada banyak pilihan dari jalan terbentang dan bercabang-cabang, asalkan dirinya punya pengangan dalam hidup dan punya cara pandang sendiri, semua pilihan yang terbentang itu tidak akan bisa membutanya tersesat. Dirinya sadar kalau Keluarga adalah prioritas utama lebih dari apapun, dunia atau kepentingan lain berada di bawah hal tersebut.

Melakukan ekspedisi sendiri untuk membantu ayahnya dan bertemu dengan Witch, Odo semakin tahu kalau masalah yang ada memang sangat banyak dan mungkin akan sebesar gunung dalam waktu dekat. Politik, perselisihan bangsawan, potensi perang, dan hal-hal lain yang bisa membuatnya melanggar peraturan dalam diri yang telah ditetapkan dalam benak anak itu. Semua itu pasti akan mendatanginya dan menusuk tanpa Odo sadari, tetapi hal itu bukanlah alasan untuk membuatnya frustrasi atau bimbang.

Koneksi dan benih untuk membangun kekuatannya sudah disebar, Ia tinggal membesarkannya dan memanennya dalam waktu dekat. Sedikit tersenyum tipis, Odo mengingat apa yang dikatakan Witch padanya soal membangun hubungan dan bekerja sama.

"Memangnya kata siapa aku sendiri dan individualis? Biara seolah aku tidak mengerti betapa pentingnya kerja sama .... Aku itu manusia, tentu saja aku paham hal seperti itu. Bahkan lebih darimu, Lileian ...."

Berhenti melihat keluar jendela, Odo bersandar pada tempat duduk seraya tersenyum penuh rasa bahagia. Julia yang kantung matanya masih hitam karena baru saja menangis menatap anak itu dengan bingung. Ingin bertanya, tetapi suara berhenti pada tenggorokkan dan tertelan kembali. Melirik ke arah Demi-human yang duduk di sampingnya tersebut, Odo sedikit menghela napas saat tahu Julia masih gelisah.

Mendekat ke Julia, Odo memeluknya dari samping seraya berkata, "Jangan cemas begitu terus dong, Mbak Julia." Gadis berambut keperakan itu terkejut tiba-tiba mendapat pelukan. Memasang wajah gelisah dan bola matanya berputar ke kanan dan kiri, Ia bingung harus mengatakan apa dan membisu.

Melepaskan pelukan, Odo menatap gadis yang sudah bersamanya sejak bayi tersebut. Mengamati kembali wajah Julia, anak berambut hitam itu sadar kalau memang dirinya sudah terlalu sering mencemaskan Julia. "Jangan cemberut terus, dong!" Odo menepuk ringan paha Julia dan membutanya tersentak.

Sedikit menatap dengan sombong seakan telah menemukan hal menarik, anak berambut hitam itu sedikit mengangkat kepala ke atas dan memberikan tatapan tipis yang terlihat jahat. "Kalau Mbak Julia masih merasa bersalah, bagaimana kalau aku hukum saja ya. Hmm, aku hukum apa ya ...." Senyum liciknya terlihat seperti sedang bercanda, tetapi Julia hanya bisa menanggapi itu dengan serius karena rasa bersalah yang ada,

"Mbak Julia, mulai sekarang kalau ngomong harus pakai akhiran 'Nyaa' seperti kucing, ya. Nyaa~ , gitu deh."

Julia dan para Shieal yang mendengar itu terkejut, bahkan Xua Lin dan Imania yang duduk di kursi kusir mendengar itu dengan wajah kaget. Sedikit merasa enggan mematuhi itu, Julia berusaha menahan rasa malu dan melakukan apa yang Odo perintahkan.

"Baiklah, Tu-Tuan Odo ... Nyaa~" Julia menambahkan pose seperti kucing dengan mengangkat kedua tangan setinggi dada, menggerakkan kedua telinga kucingnya, dan ekor panjangnya bergerak ke kanan dan kiri dengan meriah.

Suasana menjadi senyap saat Julia berpose layaknya kucing betina. Melihatnya benar-benar melakukan itu, Odo hanya memberi tatapan datar tanpa komentar. Wajah anak itu sedikit terlihat menahan tawa, lalu memalingkan wajah dan mulai terbahak.

"Ahahaha, rasanya aneh! Gak pantas! Emang ada kucing yang mengeong kayak gitu?"

"A― Bukannya Tuan Odo yang minta!? Jangan malah ketawa, dong!"

"Pfff!!" Gariadin tidak bisa menahan gelaknya. Diikuti oleh Minda, kedua orang itu benar-benar terbahak. "Oi, kalian ingin aku bakar, ya." Julia langsung memberi tatapan tajam ke arah kedua orang itu, dan dalam hitungan detik mereka terdiam gemetar karena itu bukalah candaan.

"Aha ha! Kena marah deh," ledek Odo. Anak itu memasang wajah ceria sambil menunjuk ke Minda dan Gariadin dengan kedua jari telunjuknya.

Gariadin dan Minda terlihat bingung mendengar perkataan seperti itu. Odo kembali melihat ke arah Julia seraya mendekat, lalu menyibak rambut bagian samping Demi-human tersebut. Saat mengetahui sesuatu, Ia tersenyum ringan dan kembali duduk menjauh.

"Hmmmm, ternyata telinga Mbak Julia cuma dua ya, di atas sana. Kenapa bisa pendengaran Mbak Julia bisa sangat kuat, ya?"

Odo memasang wajah meledek, sambil sesekali melihat ke arah kedua telinga kucing Julia yang bergerak-gerak meriah. Mendengar itu, Gariadin tidak bisa menahan tawanya kembali dan terbahak.

"Me-Memangnya Demi-human bisa punya e-empat telinga ya .... " Gariadin memalingkan wajahnya dan menutup mulut, menahan tawa yang tak terbendung. Tertular pria berambut merah tersebut, Minda yang duduk di dekatnya ikut tertawa dan benar-benar menertawakan sosok yang menjadi Ketua mereka di jajaran para Shieal.

"Oho, kalian benar-benar ingin dipanggang rupanya?" Julia menatap tajam ke arah mereka. Mendekatkan wajah dengan sorot mata gelap penuh amarah, Ia berkata, "Setelah pulang kalian siap-siap saja."

"Wah, bakal jadi daging asap nih, Kak Gariadin dan Mbak Minda," ucap Odo dengan nada penuh canda. Wajahnya terlihat sombong licik kekanak-kanakan, dan bibirnya sedikit melebar sampai pipi.

"Berisik kau, Tuan Muda!"

"Akh, jangan teriak ke telinga ku, Adin!"

Tanpa mereka sadar, kata-kata tersebut keluar secara spontan. Tidak butuh waktu lama, suasana canggung di dalam kereta mulai mencair dan berganti dengan canda tawa ringan mereka. Imania dan Xua Lin yang mendengarkan suara ramai di dalam kereta mulai ikut dalam suasana meriah, saling bertukar kata dan bercanda untuk menghilangkan perasaan kacau dalam benak.

Tanpa para Shieal sadari, mereka kembali diselamatkan oleh Odo, dari sesuatu bernama rasa bersalah yang bisa membuat pikiran mereka keruh dan jatuh dalam kehancuran. Obrolan kecil yang ada di sepanjang perjalanan pulang benar-benar menyelamatkan mereka, memberi tujuan baru kepada mereka, dan membuat hati mereka belajar akan haluan hidup mereka yang lebih jelas setelah mendapat arti hidup dari Ahli Pedang dan Penyihir Cahaya.

Dalam benak masing-masing Shieal, mereka mengakui Odo memang sangatlah pantas sebagai penerus Keluarga Luke. Anak berambut hitam itu tidak hanya kuat secara fisik, tetapi Ia juga memiliki kekuatan yang bisa membuat orang-orang di sekitarnya nyaman, para Shieal sadar jelas akan hal tersebut. Itu bukan masalah kepantasan lagi, tetapi memang hanya Odo satu-satunya sosok yang harus menjadi penerus Keluarga Luke saat dewasa nanti.

====================================================

See you next time!!

Next is the epilogue!

Next chapter