webnovel

12- Mengejar ke belakang, berlari ke depan (Part 01)

|POV Odo|

Di sepanjang pesisir dengan garis pantai yang terbentang panjang, aku duduk di atas pasir putih seraya memandang ke arah laut. Seluas kedua mata memandang, di sana terlihat banyak sekali bangkai-bangkai kapal perang dan pesawat tempur. Bocornya tangki bahan bakar mencemari laut menjadi keruh, mayat mengapung memenuhi perairan, dan bau busuk keluar dari daerah yang seharusnya membawa segar itu. Pada beberapa sudut laut, terlihat bangkai makhluk humanoid berbentuk raksasa yang memiliki sayap, serta pada titik lain terlihat bangkai raksasa seperti reptil bersayap yang tubuhnya terbelah menjadi dua bagian. Karena darah yang mengalir dari kedua jenis makhluk tersebut, warna laut perlahan berubah merah.

Mengamati apa yang ada di hadapan, anehnya diriku tak merasa kaget atau takut, hanya ada kehampaan mengisiku. Perlahan menaikkan pandangan dan melihat ke langit, di sana hanya terlihat ruang hampa dari angkasa. Lapisan atmosfer yang memuat awan seperti yang kutahu tak ada, di sana langsung terhubung dengan angkasa bebas dengan puing-puing bulan yang telah hancur menjadi empat bagian. Matahari di atas sana bersinar merah terang dan bukan kuning, suhu panasnya tak terasa olehku, tetapi saat kembali melihat ke arah lautan yang ternyata mendidih dan perlahan menguap airnya dengan jelas diriku tahu kalau matahari itu ratusan lebih panas dari apa yang kutahu.

Aku tak tahu mengapa bisa berada di sini, tetapi yang jelas saat melihat semua itu terasa penyesalan dan kesedihan yang menusuk dada. Itu ..., semua apa yang kulihat sangat menyakitkan, seakan memang semua itu adalah salahku ..., hasil dari apa yang telah kulakukan.

Muak dengan apa yang kulihat, aku menoleh ke belakang. Di sana, terlihat hal yang lebih parah dari yang kuduga. Puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan mayat terlihat bergelimpangan di atas puing-puing bangunan-bangunan yang rata dengan tanah. Dilihat dari puing-puing yang ada, aku tahu kalau itu berasal dari kota sangat megah ..., dulunya ... mungkin. Seperti yang terlihat sekarang, itu lebih parah dari sekedar kota mati karena terdapat banyak sekali mayat.

Anak-anak, orang dewasa, lansia, perempuan, laki-laki, banyak sekali dan tak terhitung jumlahnya. Kondisi mayat-mayat itu juga sangat mengenaskan, ada yang kepalanya tergantung kabel jalanan, ada yang kepalanya terpenggal, ada yang tubuhnya tersetrum listrik sampai gosong, ada yang penuh lubang tembakan timah panas, ada yang tubuhnya hancur karena ledakan, ada yang tubuhnya tertimpa puing-puing .... Apapun kondisinya, mereka semua telah menjadi mayat, tak bernyawa dan tak akan bisa bergerak lagi. Melihat semua itu, aku tidak merasa mual atau semacamnya, hanya ada rasa sesal dan sedih yang mengganjal seperti saat aku melihat ke arah laut.

Mengamati hal lain dari pemandangan hancurnya peradaban tersebut, terlihat beberapa bangkai pesawat luar angkasa yang hancur, bongkahan asteroid raksasa di tengah kota, dan mayat-mayat makhluk raksasa yang hampir mirip dengan yang ada di laut. Itu terlihat sangat tidak wajar melihat makhluk-makhluk itu, tetapi anehnya diriku tak merasa ada sesuatu yang ganjil.

Aku berdiri, lalu berbalik ke arah kota besar yang sudah menjadi puing-puing tersebut. Kembali melihat memindai, kedua mataku menangkap sosok yang terasa ganjil di pemandangan penuh kegilaan senyap dan kehancuran itu. Tepat di ujung garis pantai tempatku berada dengan tanah tandus, terlihat seorang gadis yang mengenakan gaun putih polos panjang sampai mata kaki. Umurnya terlihat kurang dari dua puluh dan rambutnya berwarna hitam pekat, tetapi saat melihat wajahnya, entah mengapa itu tak bisa terlihat dengan jelas. Mataku langsung tertuju padanya, saat gadis itu mendekat pun mataku mengikuti. Sampai di sebelah kananku, Ia melihat ke arahku dan mulai mengatakan hal aneh.

"Pada akhirnya semuanya akan berakhir seperti ini, ya .... Sungguh, setiap masa ..., semua makhluk di semesta memang tidak pernah belajar atas kegagalan pendahulu mereka. Berselisih, berperang, merebut, dan tak pernah mau mengerti satu sama lain."

Gadis itu sedikit merapikan gaunnya, lalu duduk di atas pasir pantai seraya melihat ke arah laut. Aku pun ikut duduk di sebelahnya, kembali melihat laut yang mengerikan itu. Di saat aku hanya diam dan memandang ke depan dengan kosong, gadis itu kembali membuka mulutnya dan berkata.

"Moyet sekalipun bisa jatuh dari pohon ..., terlalu banyak berkah bisa mengakibatkan orang bijak jatuh ke bawah .... Pernahkah kau mendengar itu? Itu merupakan salah satu pepatah dari orang-orang bermata sipit dari timur .... Tapi, apa benar begitu ...? Kalau memang iya, kenapa kau masih berada di sini dan tetap bisa bertahan, ya? Apa kebetulan? Kurasa tidak juga .... Itu sudah ditetapkan, kau tahu .... Berbeda dengan mereka, kau diberi kesempatan ... untuk mengubah hasilnya ...."

Kesempatan ...? Mengubah?Mereka ... siapa ....?

"Mereka loh, mereka .... Masa kau tak ingat ...? Wanita serakah yang selalu iri dan cemburu dengan sekitarnya, dan berakhir mati dengan sangat menyedihkan .... Seorang pembunuh bayaran yang akhirnya bertobat dan punya keluarga, tetapi pada akhirnya mati dikhianati .... Seorang gadis menyedihkan yang diperkosa ayahnya sendiri dan berakhir dijual untuk bahan penelitian untuk kepentingan militer, dan pada akhirnya mati tanpa mendapat kebahagiaan yang pantas ..... Seorang petapa muda yang bijak yang berhasil membawa banyak perdamaian di dunia, tetapi dalam satu hari segalanya hancur dan pada akhirnya bunuh diri karena stres .... Orang tua yang hanya ingin bersama keluarganya, dan hanya dengan alasan itu dia bahkan rela menghancurkan seluruh dunia dan dirinya sendiri .... Seorang ksatria yang berjuang mati-matian membela negara ..., tetapi pada akhirnya dibuang oleh negara yang diperjuangkannya sendiri .... Seorang ditaktor yang gagal menguasai segalanya .... Seorang pengamat yang berhenti mengamati, dan berakhir hancur .... Seorang cinta damai yang berakhir menjadi pembunuh berantai dan pembantai .... Apa kau melupakan semua orang itu? Ya, mau bagaimana lagi .... Huh, karena itu ... sudah ditetapkan."

Kenapa ...., apa yang dia katakan? Aku tak tahu orang-orang yang disebutkannya.

"Tentang ini, kau tahu .... Semua apa yang terjadi di dunia ini, loh. Apa kau tak paham, meski sudah melihat semua itu? Kurasa aneh untuk orang sepertimu bisa bertahan sejauh ini, tetapi jujur diriku sangat senang karena kali ini yang berhasil selamat adalah makhluk sepertimu .... Kau memang tak layak bertahan, tetapi bisa selamat dari dunia ini .... Ya, dunia yang kacau dan hancur ini .... Kau telah melihat berbagai bangsa hancur, dan melihat berbagai macam pembunuhan tak manusiawi dan tak masuk akal. Kekacauan dan kehancuran, kau melihatnya dan tidak berpaling .... Meski itu terngiang di dalam jiwamu, rasa kesadaran dan identitas diri tak pernah pudar sedikit pun. Perbudakan yang dilembagakan, pemburuan manusia, perang saudara, perang senjata biologi dan nuklir, perdagangan manusia, prostitusi tak manusiawi, genosida, orang tua dan anak saling membunuh, pemusnahan suku, krisis sumber daya dan kelaparan, diskriminasi radikal, saling bunuh hanya karena prasangka, balas dendam yang melahirkan bahas dendam lain ..., wabah dan penyakit sekala regional .... Bukankah kau telah melihat semua itu? Tidak ..., kau bahkan hampir pernah merasakan lebih dari setengahnya ..., iya bukan? Apa kau merasa menyesal? Apa kau sedih? Frustrasi dengan hasil ini ....?"

Frustrasi? Kurasa tidak .... Hanya saja ..., ini ... menyedihkan. Ya ..., aku hanya merasa menyesal?

"Begitu ya, menyesal .... Kalau memang kau merasa seperti itu, daripada berakhir seperti ini ..., mungkin lebih baik ini menjadi awal baru bagi dunia tak ada salahnya. Lagi pula kau hampir mirip seperti pemenang dan berhak atas semua itu .... Sebab itu ..., paling tidak kau harus benar-benar mati dulu untuk bisa menyusunnya kembali ...."

Mati ....?

"Ya, mati .... Tapi ..., jujur aku ragu ada hal yang bisa membunuhmu sekarang. Oleh karena itu, biarkan diriku ini membunuhmu secara langsung ...."

Gadis itu bangun, membersihkan gaunnya dari pasir yang menempel, lalu menatap ke arahku. Aku ikut bangun, dan berdiri saling berhadapan dengan gadis tersebut. Tanpa memberi perkataan lain, gadis itu menyentuh dadaku dan tersenyum.

"Sekarang kau telah ditandai ...," ucapnya seraya mengangkat tangannya dari dadaku, kemudian melangkah mundur. Dalam hitungan detik, gadis itu langsung lenyap menghilang dari hadapanku. Aku berusaha mencarinya, melihat ke laut, ke kota, dan sekeliling, tetapi saat melihat ke langit, aku sadar kalau gadis itu tidak sedang bergurau soal membunuhku.

Tepat di langit yang terhubung langsung dengan angkasa, terlihat meteor raksasa yang bergerak jatuh ke arahku. Ukurannya lebih besar dari mayat-mayat makhluk raksasa yang ada di laut dan daratan, lebih besar dari bukit atau gunung, dan parahnya lagi jumlahnya bukan hanya satu tapi sampai belasan. Melihat itu, aku hanya bisa menganga. Sadar tak bisa menghindar atau lari, aku memejamkan mata dengan pasrah, menunggu batu luar angkasa raksasa itu menghantamku. Angin dari tekanan semakin kuat, dan saat meteor itu semakin dekat denganku ...

.

.

.

Bug!

Sesuatu membentur wajahku. Membuka mata dan mengamati, ternyata sebuah labu kaca yang jatuh dari atas lemari menimpa wajahku. Bangun dan mengamati sekitar, ternyata aku sedang berasa di dalam kamarku sendiri yang berantakan dan penuh dengan alat-alat meracik obat serta kertas perkamen yang berserakan.

"Itu ... ternyata hanya mimpi, ya? Rasanya terlalu asli ..., dan itu sedikit menakutkan .... Tunggu, apa benar itu mimpi?"

Aku terdiam sesaat memikirkan hal tersebut. Tetapi saat berpikir dan berpikir kembali, mimpi tersebut semakin pudar dan tak bisa kuingat dengan jelas. Merasa tidak penting dengan hal itu karena ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan, aku berusaha melupakannya dan mulai membersihkan kamar yang berantakan setelah kugunakan untuk belajar meracik ramuan dan sihir baru semalam. Bangun dan mencari dokumen yang aku susun selama beberapa hari terakhir, aku menemukannya di atas meja.

"Untung tidak rusak ...." Menarik napas lega, aku berjalan ke arah jendela dan membuka gorden, lalu melihat pemandangan dari penghujung musim gugur.

««»»

|POV Author|

Sudah seminggu lebih berlalu setelah Odo kembali dari Dunia Astral dan kabar tentangnya yang membunuh Naga Hitam tersebar ke penjuru daratan. Pada minggu terakhir di musim gugur sebelum memasuki musim dingin, kediaman Keluarga Luke masih terlihat ramai dengan lalu lalang kereta barang dan gerobak yang ditarik dengan kuda. Di bawah langit siang yang mendung kelabu, gerbang utama dibuka lebar, memasukkan beberapa rombongan yang membawa persediaan barang dari wilayah lain bangsawan di Kerajaan Felixia untuk dicatat sebelum didistribusikan ke penjuru kota di daerah kekuasaan Marquess Luke.

Karena kekurangan bahan pangan akibat ekspedisi yang dilakukan penguasa wilayah perbatasan tersebut, daerah kekuasaan yang dipimpin Dart Luke harus mengimpor persediaan bahan pangan dari bangsawan lain untuk mengatasi krisis makanan yang berpotensi membuat banyak orang mati kelaparan saat musim dingin nanti.

Terlihat beberapa Lizardman mengangkut kotak-kotak kayu berisi makanan pokok yang diawetkan dari gerobak dan kereta barang, mereka membawanya ke halaman samping Mansion untuk didata terlebih dahulu. Di halaman samping tersebut, tumpukan kotak kayu terlihat dan beberapa orang pejabat yang mengurus perekonomian terlihat sibuk mendata barang-barang yang datang. Meja-meja di tata di luar, menjadi tempat kerja mendadak para pejabat yang biasa melakukan pekerjaan di dalam ruangan kantor. Di antara mereka, terlihat sang penguasa, Marquess Luke. Pria tua berambut putih agak keabu-abuan itu ikut mengecek barang-barang yang datang bersama para pejabatnya.

Melihat kertas berisi data kasar barang-barang yang datang, penguasa wilayah tersebut terlihat kurang senang mengingat semuanya adalah barang hutang dari wilayah lain. Krisis yang dialami oleh wilayahnya bukan hanya bahan makanan pokok untuk menghadapi musim dingin, tetapi juga keuangan karena hampir semua simpanan kekayaan digunakan untuk ekspedisi beberapa waktu lalu. Utang yang ditanggung wilayahnya sekarang tidaklah sedikit, itu bisa saja membuat wilayah yang dipimpinnya bangkrut dan dirinya diturunkan dari gelar bangsawan kalau tidak bisa melunasinya di pertengahan tahun depan. Meski begitu, Dart lebih memilih risiko tersebut daripada membiarkan rakyat yang dipimpinnya mati kelaparan.

"Memang harus seperti ini ya .... Masih ada waktu sekitar delapan atau sembilan hari sampai salju turun .... Kalau perhitungan persediaan pangan ini selesai hari ini ..., seharusnya distribusi bisa tepat waktu sampai ke seluruh kota sebelum musim dingin datang ...."

Pria yang hanya mengenakan kaos tanpa lengan berwarna hitam yang melekat ketat dengan tubuh kekarnya itu menggulung kertas perkamen bersisi data barang di tangannya, lalu meletakkannya ke atas meja yang digunakan salah satu pejabat. Seakan memang tidak ingin menonjolkan statusnya sebagai penguasa wilayah, Dart berpakaian biasa dan terlihat lebih sederhana dengan kaos tanpa lengan hitam dan celana panjang yang sering digunakannya saat latihan, bahkan untuk alas kaki Ia hanya mengenakan sandal yang terbuat dari kulit dan tali serat.

Salah satu prajurit datang menghampirinya, lalu memberi salam hormat, "Wahai Tuanku ..., hormat padamu ... Rombongan kereta barang terakhir telah datang, dengan ini seharusnya penghitungan barang bisa selesai pada sore ini ...." Prajurit itu merupakan salah satu orang kepercayaan Dart. Tidak seperti saat ekspedisi mengenakan zirah, sekarang Ia hanya mengenakan pakaian dari kulit dan kain tipis seperti rakyat biasa. Hampir semua orang yang dekat dan menjadi kepercayaan dari pihak militer meniru sifat penguasa wilayah perbatasan tersebut, tidak berpakaian mewah dan memilih untuk sederhana.

"Hmmm, kerja bagus. Dengan persediaan sebanyak ini, seharusnya bahan makanan akan cukup untuk menghadapi musim dingin," ucap Dart sambil menoleh ke arah tumpukan kotak kayu yang ditumpuk di halaman.

"Tuan ...." Prajurit berambut cokelat itu terlihat cemas.

"Ada apa, Klein?" tanya Dart saat melihat wajah tak puas dari bawahannya tersebut.

"Bukannya hutang ini terlalu banyak? Jumlah Rupl untuk semua barang ini sudah sangat banyak ..., bahkan dari penghasilan tahunan wilayah Tuan ..., mungkin baru bisa dikembalikan setelah dua tahun .... Kalau begini, bisa-bisa tuan kehilangan gelar bangsawan dan bahkan ...."

Prajurit tersebut terlihat tidak senang, baginya Dart adalah sosok orang yang dirinya kagumi, menjadi panutan, dan orang yang menjadi tempatnya mengabdi. Meski secara garis besar krisis yang ada terjadi karena keputusan pemimpin tersebut melakukan ekspedisi ke Dunia Astral demi kepentingan pribadi, tetapi bagi prajurit tersebut hal itu tidak mengubah loyalitasnya.

"Klein Mial, menurutmu pemimpin itu apa?" tanya Dart seraya menatap prajurit yang tubuhnya lebih kecil darinya itu.

Dengan membusungkan dada, menatap balik dengan semangat. "Pemimpin adalah orang yang kuat, orang yang melindungi rakyatnya!"jawabnya dengan penuh keyakinan.

"Begitu ya, pemimpin di matamu seperti itu ...." Dart memalingkan pandangan dan melihat ke arah langit mendung. "Bagiku, pemimpin adalah orang yang membimbing semua orang menuju tujuan yang telah ditetapkan bersama ..., memberi mereka alasan hidup dan membertahu cara mereka untuk bertahan di dunia ini ..., seperti halnya Raja kita, Gaiel Vi Felixia," lanjutnya dengan nada sedikit sedih.

"Tuanku ..., bagiku anda'lah orang yang menjadi pemimpin paling hebat ...."

"Terima kasih ...."

Di saat mereka berdua berbicara hal-hal lain, calon penerus kepala Keluarga Luke keluar dari pintu samping Mansion dengan penampilan masih urakan dan sangat jelas dia baru saja bangun, bahkan kemeja putih yang dikenakan terlihat lusuh dan penuh dengan noda ramuan. Setelah anak berambut hitam melangkah keluar dan berjalan di teras, terlihat Julia keluar dari dalam bangunan mengejar anak tersebut seraya membawa pakaian yang lebih pantas dari apa yang dikenakan anak tersebut sekarang.

"Tuan Odo, tunggu sebentar! Ganti dulu pakaian anda!" ucap Julia seraya berlari mengejar anak berambut hitam tersebut. Saat sudah dekat dan hendak menangkapnya, Odo bergerak dengan sangat cepat dan terlihat seperti menghilang. Anak tersebut tiba-tiba telah berjalan ke halaman tanpa bisa gadis kucing itu lihat pergerakannya.

Dart dan Klein yang melihat gerakan anak tersebut hanya bisa teridam dengan wajah tidak percaya. Di mata mereka, tadi Odo memang terlihat seperti menghilang dan muncul lagi di halaman dengan cepat.

"Tuan ..., Anda lihat tadi? Anak Anda ...."

"Hmm, dia tidak diragukan seorang jenius dalam manipulasi Mana ya ...."

Saat Julia mengejarnya kembali dan hendak menangkap Odo, anak tersebut kembali bergerak dengan sangat cepat dan tanpa bisa ditangkap secara visual oleh semua orang di tempat tersebut, tiba-tiba Odo berdiri di depan Dart dan Klein. Kedua orang tersebut sempat terkejut, melihat anak itu berpindah dengan cepat seperti itu.

"Ayah ..., selamat pagi," ucapnya dengan sedikit mengantuk.

"Nak ..., ini sudah hampir siang ..., kau baru bangun?" tanya Dart. Saat melihat pakaian penuh noda hijau dan merah dari ramuan, pria tua itu sadar apa yang dilakukan Odo sampai Ia baru bangun. "Meracik lagi? Apa kau ingin menjadi peramu atau semacamnya? Haah, padahal keluarga kita ini keluarga penguasa seni pedang terbaik di Kerajaan, tapi kenapa kau ini ya .... Padahal dulu sering bolos latihan pedang denganku dan lebih sering ke perpustakaan, sekarang kau malah tertarik dengan hal lain .... Aku khawatir dengan penerusku ini .... "

"Tidak ada salahnya belajar banyak hal .... Lagi pula, kalau soal teknik pedang, bukannya kata Ibunda juga aku baru bisa mempelajarinya nanti saat berumur 11 atau 12 tahun? Ayah tahu, sekarang aku masih anak-anak, umurku bahkan belum genap sembilan tahun dan bahkan masih jauh dari sepuluh tahun ...."

Mendengar perkataan seperti itu dari seseorang yang telah mengalahkan Naga Hitam, Dart dan Klein hanya bisa memasang ekspresi datar karena alasan mengerikan tersebut. Dart memang telah sadar kalau anaknya tersebut sedikit aneh sejak masih berumur sekitar empat tahun, tetapi dirinya juga tidak menyangka kalau perkembangan anaknya tersebut bisa sangat pesat sampai-sampai bisa mengalahkan monster yang bahkan tidak bisa ditaklukkan satu divisi prajurit. Meskipun menurut informasi yang dirinya tahu, Odo memang dibantu oleh Dryad Pohon Suci, tetapi itu juga menjadi sebuah hal aneh mengingat Roh Agung tersebut dikenal suka memangsa manusia, terutama yang berjenis kelamin laki-laki.

Melihat anaknya dengan sedikit perasaan lega yang aneh, Dart tersenyum senang layaknya seorang ayah pada umumnya. Melihat hal tersebut, Klein yang berdiri di sampingnya sadar apa arti kebahagiaan sebenarnya yang diharapkan oleh orang yang dikaguminya tersebut.

Tidak memedulikan kedua orang di hadapannya dan Julia yang tergesa-gesa berlari menghampiri, Odo mengambil kertas perkamen di atas meja yang berisi data barang-barang yang datang. Meski dirinya masih anak-anak, tetapi pikiran dan pengetahuannya sudah sangat dewasa dan sangat tahu apa arti dari data yang ada tersebut. Menghela napas dan memasang wajah kurang puas, Odo menatap ke arah Dart.

"Apa Ayah ingin berhenti jadi Bangsawan?" Pertanyaan yang keluar mulut Odo sangat menusuk, tidak ditahan sama sekali dan lebih mengusik daripada apa yang dikatakan bawahan Dart sendiri.

"Apa yang kamu maksud, nak?" tanya Dart yang berusaha mengelak.

"Jumlah ini ..., batas tenggang ini ..., dilihat dari manapun hanya bisa dilunasi dalam waktu lama. Tidak ada wilayah yang mau memberi utang dalam jangka waktu panjang ..., jelas-jelas kalau Ayah sama saja mengandaikan gelar bangsawan dan ingin memberikan wilayah kekuasaan Ayah kembali ke pihak Keluarga Kerajaan ...."

"Kamu sadar ya ...? Tepat seperti yang kamu katakan, saat tenggang waktu, Ayah siap menurunkan gelar bangsawan .... Ayah tidak menyesal, asal rakyat yang dipimpin Ayah tidak mati kelaparan ... hanya karena kebodohan pemimpin mereka ini ....."

Wajah Dart terlihat muram, dengan sangat jelas rasa penyesalan terlihat darinya. Sadar akan hal tersebut, Odo berkata, "Ayah ..., kita keluarga. Masalah Ayah juga adalah masalahku. Lagi pula, situasi ini terjadi karena Ayah ingin mencari cara untuk menyembuhkan Ibunda ...."

"Ya, meski itu berakhir kegagalan .... Kamu telah menutupi kegagalan yang Ayah buat dengan berhasil mendapat obat yang menghilangkan kutukan Ibumu. Sekarang dia sudah sembuh, tinggal menunggunya benar-benar pulih beberapa hari ke depan, semuanya itu berkatmu, putraku."

"Tidak juga .... Semua apa yang aku capai juga berkatmu, Ayah .... Kalau Ayah tidak melakukan ekspedisi, aku tak akan bisa mengalahkan Naga Hitam. Asal Ayah tahu, saat melawan monster itu, dia sudah melemah karena pertarungan melawan Ayah dan pasukan yang Ayah pimpin. Berkat provokasi yang membuat Naga Hitam murka, naga itu menyerang Daerah Hutan Pohon Suci dan membuat Dryad itu kesusahan, karena itulah dia mau membantuku .... Semua ini bukan hasil yang aku dapat sendiri .... Perjuangan Ayah tidak sia-sia .... Oleh karena itu ..., tolong jangan menyerah langsung seperti ini ...."

Dart terdiam, Ia sedikit terkejut sekaligus senang melihat putranya memiliki pemikiran seperti itu. Tetapi pada saat yang sama, dirinya merasa sedikit kecewa pada diri sendiri karena tidak bisa berperan penuh sebagai orang tua yang bisa terus menyokong anaknya. Beberapa orang yang melihat anak tersebut berbicara dewasa seperti itu juga ikut terkejut dalam suasana hening, terutama Julia yang selalu bersama Odo sejak anak tersebut masih bayi tidak percaya kalau anak nakal yang sering kabur dari rumah itu bisa berbicara sedewasa itu.

"Tapi Odo ..., situasi ini berbenda dengan masalah ekspedisi .... Ini bukan hal sederhana seperti masalah mengalahkan monster, ini masalah yang menyangkut banyak nyawa ...," ucap Dart.

"Kerisis makanan, benar begitu bukan masalahnya?" tanya Odo.

"I-Iya ...."

"Aku punya beberapa rencana untuk itu .... Paling tidak, apa Ayah mau mendengarkannya? Kurasa ini cukup pantas untuk dicoba ...."

"Rencana ...?"

"Ya ...."

Setelah meletakkan kertas perkamen berisi data kasar transaksi di atas meja, Odo berjalan ke arah tumpukan kotak kayu yang disusun di halaman. Membuka sedikit dan mengintip isinya, di dalam terlihat daging pangan dalam kondisi diawetkan secara pengasapan. Tetapi dilihat secara langsung, Odo tahu kalau kualitas barang tersebut tidaklah memenuhi standar penjualan mengingat harga normal yang dipatok dalam data.

"Sudah kuduga .... Setiap wilayah pasti sudah memiliki masalah sendiri menjelang musim dingin, mana mungkin mereka mau menjual bahan pangan dengan kualitas baik dengan harga normal .... Kalau daging saja sudah seperti ini ..., yang lain pasti .... Tapi, kurasa itu tidak masalah asal cara itu berhasil ...."

Odo berbalik, lalu melihat ke arah Dart dan yang lain. Tersenyum ringan dan berjalan mendekat, Ia berkata, "Kurasa rencana itu memang pantas dicoba, Ayah. Kualitas barangnya benar-benar rendah .... Meski Ayah membaginya ke seluruh kota yang sedang kesulitan menghadapi musim dingin nanti, kurasa barang-barang itu tidak akan bertahan sampai musim dingin berakhir."

"Ya ..., memang dari awal barang-barang tersebut akan digunakan di awal musim sebagai bantuan awal. Setelah bantuan pangan itu habis, mereka bisa menggunakan persediaan darurat masing-masing yang punya daya tahan lebih lama .... Pada saat krisis yang disebabkan karena ekspedisi pertama juga menggunakan cara itu .... Kali ini ..., masalahnya hanya karena dana simpanan wilayah yang habis dan harus berakhir mengutang .... Biasanya Ayah membeli secara tunai dari wilayah tetangga ...."

"Hmm, masalah uang ujung-ujungnya, ya ...." Sampai di depan Ayahnya, Odo sedikit memalingkan wajah dan berpikir. Dalam perkataan pria tua tersebut, inti dari permasalahan adalah habisnya dana simpanan yang membuat Dart terpaksa mengutang ke wilayah lain. Dengan kata lain, kalau dana untuk membayar ada, Dart tidak harus mengembalikan gelar kebangsawanannya dan kekuasaannya pada Kerajaan.

"Tuan muda, permasalahan ekonomi yang melanda kekuasaan Tuan Dart sudah sangat parah. Meski bisa membayar utang yang ada dengan menggadaikan atau menjual kekayaan yang ada, ke depannya belum tentu lancar," ucap Klein.

Odo melirik ke arahnya, lalu bertanya, "Hmm, siapa kamu, ya?"

"Eh!? Kejam! Saya prajurit yang ditipu Anda dengan sihir ilusi. Itu loh, saat Anda hendak pergi ke Dunia Astral, masa tidak ingat ...?"

"E-Hemm." Odo memang mengingat ada prajurit yang ditipunya saat akan pergi ke Dunia Astral, tetapi anak tersebut sama sekali tidak mengingat wajah Klein. "Dari pada membahas itu ..., bukannya katamu tadi ..., meski menjual kekayaan yang ada, masih belum tentu perekonomian berjalan lancar, benar begitu?"

"Y-Ya ...."

"Menurutku tidak. Asal kamu tahu, wilayah kekuasaan keluarga Luke ini lebih kaya dari yang terlihat, loh."

"Hah? Para pejabat sudah memperhitungkan semuanya dan tetap saja tidak bisa mencukupi utang meski menjual atau mengadai hampir dari semua aset-aset."

"Apa kau bergurau? Kalian bodoh ya?!" ucap Odo dengan menaikan volume suaranya. Hampir semua orang di tempat tersebut mendengar ucapan anak berambut hitam itu. Mendengar perkataan Odo, beberapa pejabat yang ada mulai angkat bicara.

"Tuan Muda, apa Anda meragukan perhitungan kami?"

"Sudah semua diperhitungkan matang-matang, anak kecil tahu apa memangnya ...."

"Apa dia jadi sombong setelah mengalahkan Naga Hitam ..., dasar bocah ...."

Beberapa pejabat ada yang tidak suka dengan perkataan Odo, sebagai lagi ada yang terlihat tertarik dan ada juga yang bingung. Suasana berubah mencekam, bahkan beberapa Lizardman sampai berhenti menggerakkan tangan mereka karena suasana tegang tersebut.

Berhasil mendapat perhatian orang-orang di tempat itu, Odo sedikit menyeringai. Itu merupakan salah satu yang Ia incar, terutama perhatian para pejabat yang terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka. Klein sempat terkejut saat sekilas melihat anak berambut hitam itu menyeringai gelap, pada saat itu Odo telah memperhitungkan tinggi badan dan posisi ayahnya supaya tidak bisa melihat wajahnya dengan baik sehingga tidak melihat seringaian liciknya.

"N-Nak ..., tenanglah," ucap Dart. Odo tidak memedulikan rasa cemas Ayahnya. Ia melangkah maju, menghadap para pejabat yang berdiri dan terlihat kesal karena perkataannya.

Menarik napas dan menatap tajam, anak dengan rambut urakan itu berkata dengan nada tegas, "Sebenarnya yang kalian lihat ke mana? Aset yang mana? Di dalam rumah kalian? Bangunan-bangunan milik publik? Tanah? Atau rumah? Terlebih lagi, dari tadi aku dengar kalian berbisik menggadaikan-menggadaikan terus, kalian sadar kalau itu malah membuat wilayah ini anjlok?"

Salah seorang pejabat yang merupakan ketua para pejabat lain maju ke depan, berdiri menghadap anak berambut hitam tersebut. "Tuan Muda, asal Anda tahu ..., sekarang bukan saatnya berdebat ...," ucapnya.

"Aku tahu .... Karena itu, dengan ini aku katakan cara yang sedang kalian semua lakukan saat ini hanya akan menurunkan kekuasaan orang yang memimpin kalian sekarang. Meski nantinya akan ada pemimpin baru, karena sudah menanggung utang, akan sulit untuk wilayah ini untuk sejahtera."

"Apa Anda ingin bilang cara kami salah?" Ketua para pejabat keuangan itu sedikit tersulut emosi mendengar perkataan seperti itu dari anak kecil dengan penampilan urakan.

"Aku tidak bilang salah, hanya saja kurang tepat. Dari sistem pengorganisasian, pengolahan sumber daya, pengolahan pekerja, sistem keuangan, manajemen, semuanya sangat berkelit dan tidak efektif dan kesannya sangat lambat."

Sistem yang dianut oleh di Kerajaan Felixia adalah Monarki Konstitusional, dimana negara dipimpin oleh kepala negara seorang Raja, tetapi masih dibatasi oleh undang-undang tertentu dan peraturan-peraturan lain. Tuan Tanah juga berlaku demikian, mereka diberi kepercayaan oleh Keluarga Kerajaan untuk mengolah wilayah di dalam kepemimpinannya, hal tersebut berlaku secara piramida sampai ke garis terendah dalam hierarki kerajaan, dari yang tertinggi berupa Raja sendiri atau Keluarga Kerajaan yang memiliki gelar Duke sampai yang teradah dalam kasta bangsawan. Dalam hal tersebut, pemberian wewenang sangat terbatas dan lambat antar tingkatan. Karena lambatnya hal tersebut, penggunaan aspek dan aset penting oleh kalangan bawah akan sangat terbatas. Seperti contohnya dalam tambang, penambang akan dibatasi quota dalam mengambil bahan tambang, dan juga harus membayar pajak tertentu sehingga pengembangan wilayahnya dan kesejahteraan penambang akan tergolong stagnan.

"Sistem ini sudah digunakan dari dulu ..., selama ini tidak ada masalah dengan itu."

"Tapi sekarang ada masalah, lihat kenyataan. Aku tahu semua orang yang bekerja dibawah Marquess Luke adalah orang-orang kompeten dan berpikiran luas, seharusnya kalian sadar sendiri kalau sistem yang ada bermasalah untuk situasi ini, bukan?"

Mereka teridam, perkataan Odo ada benarnya untuk situasi yang ada sekarang, bahkan Dart sebagai pemimpin juga samar-samar memang merasa bahwa sistem tersebut menghambat laju perekonomian yang berpusat pada pemimpin. Karena pemimpin sudah kehabisan dana, hampir seluruh wilayah terkena dampaknya. Itulah permasalahan dari perekonomian terpusat dan dipegang oleh badan tunggal.

Tidak ada orang yang berbicara lagi atau membantah, perkataan anak yang umurnya bahkan masih belum satu dekade itu benar-benar membuat para pejabat bungkam untuk sesaat. Tanpa membiarkan mereka berpikir dan menyusun perkataan, anak itu kembali berbicara.

"Meski sudah ada perwakilan di tiap masing-masing kota di wilayah ini, mereka masih tetap dibatasi dalam berbagai aspek dan bidang, tidak bisa mengembangkan wilayah secara maksimal, dan perekonomian stagnan .... Bukankah tuan-tuan yang berada di sini sadar akan hal tersebut?" ucap Odo dengan nada serius.

Para pejabat di tempat itu sadar, anak itu tidak asal bicara dan sangat paham dengan masalah yang ada. Ia benar-benar tidak lagi dipandang sebagai anak kecil oleh sebagai pejabat, tetapi sebagai pemikir yang ikut menyumbang gagasannya dalam membangun wilayah. Ketua para pejabat yang paling tahu akan isi perkataan Odo, dari hal tersebut dirinya tahu kalau calon pewaris Keluarga Luke itu ingin mengajukan ide perubahan sistem perekonomian dan pengolahan sumber daya.

"Kalau Anda bisa berkata seperti itu ..., apakah Anda sudah punya penyelesaiannya, Tuan Muda?" tanya ketua pejabat tersebut. Orang dengan penampilan seperti pria paruh paya yang bekerja kantoran dengan jas berwarna cokelat gelap dan rambut klimis itu tersenyum, tetapi tidak dengan maksud menghina, melainkan menunggu jawaban positif dari Odo. Beberapa pejabat lain terlihat menunjukkan berbagai reaksi dari positif hingga negatif, Dart dan Klein terlihat tidak percaya dengan percakapan yang Odo lakukan, dan Julia benar-benar tidak paham dengan apa yang tiba-tiba terjadi itu.

"Tentu saja, aku bukan orang bodoh yang mengajak ribut para pejabat berpengalaman tanpa persiapan." Odo menunjukkan punggung tangan kanannya ke depan, lalu menekan Rune dimensi yang ada dia atas punggung tangannya tersebut, dan mengeluarkan tumpukan kertas perkamen dari dalam dimensi penyimpanan. Memegangnya dengan tangan kiri sesaat, lalu memindahkannya ke tangan kanan, Odo menyerahkan dokumen dari rencananya itu kepada ketua pejabat tersebut. Dokumen yang diserahkan tersebut berisi lima belas lembar, dengan detail rencana yang terbilang masih kasar dan perlu banyak pertimbangan.

Pria itu mengambilnya, lalu memeriksa isi dokumen rencana tersebut. Ia tidak bisa hanya sekilas membaca karena isinya sangat menarik, Ia membacanya dengan teliti dan cukup lama, mungkin sampai setengah jam lebih. Pada dasarnya yang Odo rencanakan sangatlah sederhana, tetapi tergolong sangat asing bagi dunia yang kental dengan sistem monarki. Pemberian Otonomi dan Delegasi pada kota dan desa berpotensi ekonomi tinggi untuk bisa memajukan perekonomian secara cepat dengan dikuranginya batasan dalam mengolah sumber daya. Dalam hal tersebut memang dapat mempercepat perkembangan ekonomi karena penggunaan aset nasional tidak dibatasi secara ketat, tetapi ada kerugian berupa adanya kemungkinan besar daerah yang mendapat otonom akan membangkang dan berbelot. Odo tahu hal tersebut, karena itulah ditambah rencana tentang pihak Pejabat Inti di bidang keuangan dan pengolahan sumber daya untuk didelegasikan ke daerah-daerah yang diberikan otonomi dengan tujuan mengawasi dan menjaga pajak yang terus mengalir ke pemerintah utama.

Setelah membaca rincian dasar dari rencana yang Odo berikan, ketua pejabat tersebut secara mendasar paham rencana tersebut, begitu pula kekurangannya dan risiko yang ada. Mempertimbangkan beberapa hal lain, Ia bertanya, "Tuan Muda ..., rencana ini masih banyak kekurangan. Pertama ..., Tuan Dart sebagai Tuan Tanah tidak punya hak untuk memberikan perubahan peraturan pemerintahan di wilayahnya. Sistem pemerintahan hanya bisa diubah secara mendasar oleh Raja seorang ...."

"Baca lembar ke tiga dokumen. Di sana tertera cara mendapat hak itu ..., tentu saja dari Raja," ucap Odo.

Pria itu langsung membuka lembar dokumen yang Odo katakan. Seperti yang anak itu katakan, di sana tertera cara untuk mengajukan hak tersebut pada Raja dan kemungkinan disetujui sangat besar. Caranya sederhana, seperti halnya daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan Marquess Luke, hanya perlu meminta wewenang untuk mengolah sumber daya dalam wilayah kekuasaannya kepada Raja.

"Meminta wewenang penuh kepada Raja atas wilayah kekuasaan sendiri dengan dalih mengolah wilayah saat situasi krisis, ya? Memang benar ini bisa dilakukan ..., tapi bukannya sama saja dengan sistem lama?"

"Kurasa tidak .... Pada sistem lama, urutannya secara bertahap dari sistem terbawah ke atas. Contohnya, pada saat desa ingin membangun sebuah bangunan yang bersifat komersial, kepala desa akan menajukkan surat permintaan ke kota atau bangsawan yang berkuasa di dekat desa, lalu bangsawan atau pihak kota akan mengajukannya ke pemerintahan inti Tuan Tanah untuk disetujui, dan hal pembangunan tersebut akan menjadi laporan tahunan yang akan diserahkan kepada Pemerintahan Pusat di Ibukota, tentu saja dalam proses itu akan ada pajak berlapis yang berbelit. Tetapi, dengan cara pihak pemerintahan inti Tuan Tanah sendiri yang mengajukan hak pengolahan ke Pemerintah Pusat dalam bentuk permintaan tunggal, itu bisa mempercepat proses. Intinya, tidak seperti desa yang membuat inisiatif, tapi Tuan Tanah yang membuatnya sendiri dengan memberikan kebebasan lebih pada daerah yang dipimpin untuk mengolah sumber daya."

Ketua pejabat itu menutup mulutnya dengan menempelkan dokumen ke depan mulut, sedikit menunduk dan berpikir. Dari perkataan Odo, bisa dipahami kalau memang cara itu bisa sangat menghemat proses dan bisa mempercepat pendapatan ekonomi secara signifikan. Proses monarki yang ada sangat terbatas karena para bangsawan cenderung bersifat ingin memperkaya sendiri, karena itulah pajak dari pembuatan surat izin untuk pembangunan bangunan bersifat komersial sangatlah tinggi pajaknya dan pengolahannya juga terkena pajak rutin berupa upeti.

"Memang benar, kalau Tuan Dart mendapat hak itu dan disebarkan, dengan cepat ekonomi akan membaik. Pada dasarnya perkembangan terhambat karena sistem administrasi yang rumit ..., membuat orang-orang sukar berkembang dan malas untuk membuat inovasi," ucap ketua pejabat.

Ia menurunkan dokumen dari depan mulut dan melihat lurus ke arah Odo. "Kenapa anak itu menyadari celah sistem pemerintahan ini? Padahal umurnya masih ...," pikirnya.

"Bagaimana? Bukankah pantas dicoba?" tanya Odo.

"Memang ini sangat menarik dan pantas dicoba. Tapi sebelum itu, boleh saya tanya tentang lembar ke 11 ini? Mungkin ini terdengar aneh, tapi istilah Delegasi itu sangat asing, bisa anda jelaskan soal ini?"

Setelah menarik napas dalam-dalam dan menenangkan dedak jantung yang berdegup kencang, Odo menjawab, "Delegasi adalah orang yang ditunjuk dan diutus untuk perutusan, penyerahan atau pelimpahan wewenang. Dalam hal ini, seperti yang tertera dalam rencana di dokumen tersebut, orang yang akan didelegasikan adalah pihak pejabat keuangan dan pengolahan sumber daya. Pada beberapa daerah yang diberikan otonomi, mereka ..., para pejabat itu akan dikirim. Dalam situasi ini, tugas mereka tidaklah rumit, hanya mengamati dan memberikan laporan berkala kepada pemerintah tentang apa yang terjadi di daerah otonom. Dengan adanya utusan tersebut, daerah otonom bisa terhindar dari tindakan yang berpotensi melanggar hukum dari wewenang yang diberikan kepada mereka .... Yah, setelah situasi ini selesai dan utang selesai dibayar, sistem pemerintahan seluruh wilayah Maquess Luke ini akan kembali ke sistem lama lagi sih, jadi kurasa tidak masalah soal itu, bukan?"

"Eh? Kembali ke sistem lama? Kenapa tidak digunakan secara permanen?"

"Yah, itu memang bisa juga digunakan secara permanen, tetapi jujur itu juga berpotensi akan menular ke wilayah diluar kekuasaan Marquess, hal itu akan sangat buruk. Dalam skenario terburuk, bisa-bisa terjadi kudeta untuk mengganti sistem pemerintahan Kerajaan Felixia ini ...."

Mencermati dan mencerna perkataan Odo, ketua pejabat itu sadar kalau hal tersebut sangatlah benar. Berbeda dengan sistem monarki yang berlaku di Kerajaan Felixia, sistem yang Odo ajukan dalam rencananya cenderung bebas dan memberi kekuasaan kepada rakyat. Dalam hal tersebut, rakyat yang bisa tergiur akan hal tersebut dan akan memunculkan gagasan untuk menurunkan pemerintahan kurang efektif yang ada. Meskipun pada kenyataannya sistem monarki bisa dikatakan tidak menimbulkan perselisihan dan benturan kekuasaan sipil selama pemimpinya tidak sewenang-wenang, tetapi hal itu bisa menimbulkan situasi stagnan atau perkembangan negara yang cukup lambat jika tidak ada perluasan wilayah setelah konflik antara negeri memasuki fase pasif seperti sekarang. Potensi yang dimaksud Odo adalah bahaya tentang orang-orang radikal yang mungkin akan menghasut dan menyebarkan sistem yang dipakai dalam rencana di dokumennya, dan pada akhirnya akan berakibat perang saudara karena perselisihan antara dua paham. Contoh nyata yang membuat ketua pejabat sadar dengan bahayanya perbedaan pendapat adalah apa yang terjadi di Kekaisaran Urzia yang menurut kabar yang beredar sedang memasuki konflik internal karena masalah perbedaan pendapat soal sistem pemerintahan.

"Kalau dipikir lagi, rencana Anda memang sangat bahaya kalau dilakukan secara permanen ...," ucap ketua pejabat.

"Ya, apapun risikonya, yang berhak memutuskan adalah pemimpin wilayah ini," ucap Odo seraya berbalik dan melihat ke arah Dart.

"Eh?" Orang yang menjadi pemimpin wilayah malah tidak bisa mengikuti pembicaraan tersebut secara penuh. Setiap orang tahu kalau apa yang Odo dan ketua pejabat itu bicarakan adalah sesuatu hal yang hebat dan bisa dikatakan sebuah terobosan inovatif untuk mengatasi masalah yang ada, tetapi secara garis besar mereka semua tidak paham.

"Ayah, apa Ayah paham apa yang tadi dibicarakan?" tanya Odo dengan nada sedikit menyindir.

"Tentu saja paham. Tapi hanya saja, pembicaraan kalian seperti saat diskusi keempat negeri di Kota Miquator. Saat kamu berbicara, Odo .... Rasanya kamu mirip seperti saat Raja Gaiel melakukan negosiasi dengan Raja lain," ucap Dart.

"Kalau begitu, Ayah .... Apa Ayah setuju rencana ini?" tanya Odo.

"Sebelum ini, Ayah mau tanya. Dari caramu bicara itu, sepertinya kamu tidak cemas kalau rencana ini ditolak, apa kamu punya rencana lain, putraku?"

Mendapat pertanyaan balik seperti itu, Odo sedikit memalingkan wajah. Ia terlalu meremahkan insting seorang Ayah pada anaknya. Sedikit menghela napas dan kembali menatap Dart, Odo berkata, "Ya, aku punya .... Kurang lebih rencana B dan C masih ada. Lagi pula, meski pendapatan dipercepat dengan rencana yang ada di dokumen itu, bukan berarti wilayah yang dipimpin Ayah ini bisa membayar utang tepat waktu, loh."

"Heh? Apa ... maksudmu?" tanya Dart. Ia terkejut, begitu pula ketua pejabat.

"Awalnya aku mengira kalau batas pembayaran utangnya akan sampai akhir tahun depan. Tetapi saat melihat dokumen daftar barang dan tertera pembayaran harus dibayar pertengahan tahun depan, jujur saja itu sedikit membuatku panik. Oleh karena itu, meski rencana awal ini jalan, kemungkinan besar aku juga harus menjalankan rencana B atau C."

"Hmm, memangnya rencana apa itu, putraku?"

"Transaksi dengan Dryad Pohon Suci."

Semua orang di tempat itu terkejut mendengar perkataan Odo. Hal itu terdengar sedikit gila mengingat Roh Agung tersebut terkenal paling bermasalah daripada Roh Agung lainnya.

"Apa yang kamu maksud, nak?! Transaksi!? Transaksi apa yang ingin kau lakukan dengan makhluk yang punya sifat mengerikan itu!?" tanya Dart dengan cemas. Karena beberapa hal yang membuatnya sedikit tidak suka dengan Dryad tersebut, Dart tidak tenang Odo membawa-bawa makhluk dari Dunia Astral tersebut dalam rencananya.

"Apa Ayah tahu bangkai Naga Hitam yang mengeras di Hutan Pohon Suci?"

"Kurang lebih, dalam laporan ada yang menyebut Naga Hitam mengeras dan dirambati tanaman seperti momentum patung."

"Bangkai itu memiliki unsur sihir unik dan bisa mengikat struktur sihir, bisa digunakan untuk banyak obat dan bisa dikatakan bernilai sangat tinggi. Karena Aku membantu Dryad itu mengalahkan Naga Hitam, kurang lebih aku memiliki setengah atas hak milik bangkai naga itu. Kurang lebih aku ingin menggunakannya sebagai transaksi untuk mendapatkan kristal sihir dari Re⸻ Dryad itu."

"Hmm, jadi daripada kamu memikirkan cara membayar dengan uang, kamu ingin membayar utang dengan kristal sihir. Kalau itu kristal sihir, kurasa nilainya akan dihargai lebih tinggi dari kepingan Rupl ...."

"Bagaimana, Ayah? Daripada pasrah diturunkan karena dicap sebagai pemimpin tidak becus dan diturunkan oleh Raja, bukanlah rencana ini patut dicoba?" Odo mengucapkan sesuatu yang kejam dengan pada Ayahnya dengan sangat mudah dan tanpa rasa bersalah sama sekali.

Sejenak berpikir, Dart memang tidak memiliki rencana lainnya. Opsi yang diajukan anaknya itu cukup pantas untuk dicoba, meskipun memiliki potensi yang cukup fatal kalau gagal. Setelah berpikir sejenak, pada akhirnya Dart menjawab.

"Baiklah, kurasa ini memang pantas. Kita pakai rencanamu, putraku."

"Ayah, sebaiknya Ayah tidak menggunakan kata 'Kami' daripada 'Kita' untuk situasi ini."

"Hmm?" Dart bingung.

"Dalam rencana ..., dalam susunan rencana dokumen itu, tidak ada satu pun hal yang mengharuskan aku ikut serta .... Asal Ayah tahu, sebenarnya aku tidak keberatan kalau rencana ini ditolak mentah-mentah, yah awalnya aku malah siap dengan itu. Dokumen itu hanya opsi untuk orang-orang pemerintah di wilayah Ayah, sebuah pilihan untuk mengubah situasi yang ada sekarang .... Aku punya rencana lainnya, kalau gagal ada yang lain, dan kalau gagal lagi ada yang lain lagi .... Intinya, aku tak perlu ikut rencana dalam dokumen itu."

Mendengar apa yang dikatakan Odo, semua hampir orang yang mendengarkan pembicaraan penting itu secara serempak berpikir, "Seenaknya banget ..., anak ini .... Sebenarnya maunya apa sih?" Orang-orang itu termasuk Klein, ketua pejabat, para pejabat lain, dan bahkan Dart sendiri.

"Jujur saja ..., Ayah bangga sebagai orang tua melihatmu bisa berpikir seperti itu, putraku. Tapi ..., hanya sebagai saran ..., sebaiknya kamu perhatikan apa yang kamu kenakan saat melakukan hal-hal semacam ini .... Kalau ini pertemuan antar negeri, kamu pasti ditendang keluar saat masuk satu langkah ke ruang diskusi ...."

Odo terdiam, dengan tetap menjalankan otaknya dan terus berpikir. Anak berambut hitam itu mengamati pakaiannya sendiri, dan baru sadar kalau itu bukanlah sesuatu yang pantas dikenakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua darinya, meski hanya lebih tua dalam segi umur fisik. Perlahan Ia memalingkan wajah ke arah Julia, lalu melotot tajam ke arah Demi-human itu.

"Mbak Julia dengar itu!? Mbak dengar?!"

"EH? Kenapa saya yang malah kena bentak?! Gak masuk akal!" Ekor Julia sampai berdiri tegak lurus ke belakang dan gaunnya sedikit terangkat. Gadis pelayan itu benar-benar bingung dan panik.

Sesaat suasana menjadi senyap karena perkataan tidak masuk akal Odo. Saat diamati kembali, Dart baru sadar kalau Odo masih terlihat sangat mengantuk dengan mata setengah terbuka. Anak tersebut kembali melihat ke arah Ayahnya, lalu berkata, "Maaf, Ayah .... Jujur aku tidak sempat memperhatikan pakaian .... Aku tidak tidur selama seminggu ini .... Memikirkan hal-hal seperti itu disisipi belajar meracik ramuan ternyata sangat melelahkan."

"Ti-Tidak tidur? Seminggu?"

"Ya .... Sejak aku kembali dari Dunia Astral lebih tepatnya ...."

"A-Apa kamu baik-baik saja, nak? Kalau dilihat lagi, wajahmu sangat pucat loh ...."

"Hmm, aku tadi tidur sebentar kok .... Sekitar dua jam kurasa .... Yah, karena mimpi buruk aku jadi tidak bisa istirahat, sih."

Ucapan yang keluar dari anak itu semakin seperti orang melantur. "Kalau begitu, aku kembali ke kamar dulu ya, Ayah .... Aku mau buat rencana detailnya .... Ayah sudah setuju ingin menggunakan rencana di dokumen ini, 'kan? Besok aku kirim rencana detailnya." Odo berbalik, lalu berjalan ke arah Mansion.

Melihat anak tersebut meninggalkan tempat dengan berjalan sedikit lemas, suasana menjadi sedikit canggung dan senyap. Hampir semua orang yang ada merasa usaha mereka memang masih belum cukup, saat melihat anak berambut hitam itu mereka sadar kalau masih ada yang bisa dilakukan daripada pasrah dan menunggu pemimpin mereka turun. Meski tidak diucapkan, mereka tahu kalau memang ada hal yang bisa dilakukan.

Hal seperti, "Masa aku kalah dengan anak kecil?" atau, "Anaknya Tuan Dart juga berusaha keras, masa aku menyerah di sini?!" atau semacamnya terngiang di dalam benak para pejabat dan orang-orang di sana. Entah itu positif atau negatif, yang pasti opsi yang diberikan Odo memang menambah semangat mereka.

Satu-satunya orang yang tidak terpengaruh omongan Odo hanya Dart. Sebagai seorang Ayah, Ia hanya merasa senang kalau anaknya bisa berpikir seperti itu dan memiliki jiwa kepemimpinan dan kepantasan sebagai seorang pemimpin.

Ketua pejabat menghampiri Dart, lalu menepuk pundak pria yang melamun melihat anaknya yang berjalan masuk ke dalam Mansion. "Sepertinya dia bukan hanya jenius di bidang sihir ya, wahai kawanku ...," ucapnya dengan nada santai sebagai seorang sobat.

"Kurasa seperti itu .... Menurutmu, dia itu bagaimana, Thomas? Menurut standar keluarga Rein yang telah berperan besar dalam pembentukan sistem pemerintahan Kerajaan, Odo itu anak seperti apa?" tanya Dart.

"Kurasa lebih baik darimu dalam segi memimpin nantinya ...."

"Tak usah menyindir, aku tanya serius."

"Pendapat serius ya .... Anak itu ..., dia monster .... Mungkin ini terdengar kasar, tapi pola pikir anak itu benar-benar gila. Sebenarnya apa yang dilihatnya sampai bisa tahu celah sistem pemerintahan di usianya itu, dan bahkan bisa membuat rencana dengan sangat detail untuk krisis ini?"

"Thomas ...."

"Ya?"

"Berani juga mengatainya monster di depan Ayahnya ya?" ucap Dart seraya menatap tajam ketua pejabat itu.

"Kenapa!? Padahal kau sendiri yang minta pendapat! Ayah dan anak sama saja, oi! Gak masuk akal!" ucap ketua pejabat dengan panik melihat tatapan penuh niat membunuh Dart. Meski hanya bercanda, tetapi itu cukup membuat seluruh bulu kuduknya berdiri.

Next chapter