webnovel

11 - Jawabannya ada di awal (Part 02)

Sekitar beberapa jam setelah Reyah pergi keluar, akhirnya Roh Agung tersebut kembali dengan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat obat yang bisa menghilangkan kutukan yang diderita Penyihir Cahaya. Bahan yang dibawa Reyah berupa Tanduk dan Taring Naga Hitam yang telah dijadikan bubuk, Mata Air Pohon Suci, batang Pasak Bumi, beberapa helai Daun Dewa, dan Getah Pohon Suci yang diletakkan dalam wadah cangkir kayu.

[Catatan: sekadar info; Pasak Bumi dan Daun Dewa itu bukan bahan fiksi]

Pada saat melihat semua bahan tersebut, yang paling menarik perhatian Odo adalah Mata Air Pohon Suci. Dari namanya tersebut, Ia mengira kalau bentuknya cair. Tetapi saat melihatnya secara langsung, Mata Air Pohon Suci merupakan sebuah Kristal Mana yang memancarkan cahaya biru terang. Bahan itu merupakan salah satu dari komponen yang membentuk struktur Pohon Suci untuk bisa terhubung dengan hutan, dengan kata lain fungsinya semacam pemancar sinyal ke penjuru hutan, atas alasan tersebutlah Reyah tidak bisa memberikannya dengan mudah pada Ahli Pedang.

Reyah meletakkan keranjang berisi semua bahan tersebut di lantai, lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil alat-alat untuk meracik. Tertarik dengan apa yang hendak dilakukan Roh Agung tersebut, Odo bangun dari tempat tidur dan duduk di lantai dekat keranjang berisi bahan-bahan yang disiapkan tersebut.

"Sebaiknya engkau duduk saja, biar diriku yang buat ...," ucap Reyah sambil mengambil Mortar dan Pastle yang terbuat dari kayu berwarna hitam mengkilat dari lemari.

[Catatan: Mortar dan Pastle; dalam bahasa Indonesia adalah Lesung dan Alu. Karena di sini gak ada yang mau masak, jadi pakai istilah yang sering dipakai pada lab]

"Tenang saja, aku tidak akan menggagu atau membantu. Hal-hal seperti ini diluar keahlianku ...."

"Begitu ya ...."

Reyah tersenyum ringan. Setelah mengambil beberapa alat dan bahan lainnya seperti gelas kayu berukuran cukup besar, beberapa piring cawan, saringan serat, beberapa garam gunung dan gula dari daun stevia, dan alat pemanas berbentuk kompor kecil dengan sumber daya kristal api. Membawa semua alat dan bahan tersebut di tangannya, Reyah berjalan ke tempat dirinya meletakkan keranjang. Berlutut dan menjejerkan semua alat yang dibawa dan meletakkan tambahan pada keranjang, Roh Agung tersebut terlihat mulai serius.

Reyah duduk berseberangan dengan Odo, di antara mereka terdapat bahan-bahan dan alat-alat. Yang pertama kali Reyah ambil adalah Mortar dan Pastle, lalu bahan yang diambil adalah batang Pasak Bumi dan beberapa helai Daun Dewa. Ia mematahkan Pasak Bumi menjadi bagian lebih kecil, lalu memasukkannya bersama Daun Dewa, kemudian menggilingnya dengan Pastle. Sekitar lima belas menit menghaluskan bahan, Reyah berhenti dan menyadarkan Pastle pada Mortar, lalu mengambil Mata Air Pohon Suci. Tanpa diolah terlebih dahulu, Reyah langsung memasukkannya ke dalam Mortar dan dihancurkan. Saat hancur, cairan kristal yang pecah tersebut masuk ke dalam bahan lain. Reyah mengaduknya, lalu berselang beberapa menit, bahan lain seperti Tanduk dan Taring Pohon Suci dicampurkan, dan diaduk kembali dengan Pastle.

Saat melihat itu, Odo benar-benar heran karena apa yang dilakukan Reyah tidak terlalu terlihat spesial seperti yang dikira. "Hem, hanya seperti ini, Reyah ?" tanya Odo. Anak yang duduk sila tersebut mengamati dengan serius.

"Diam sebentar ...." Tiba-tiba cahaya hijau terang memancar dari campuran bahan-bahan tersebut. Pada saat yang sama, muncul lingkaran sihir di atas punggung tangan kanan Reyah yang mengaduk bahan dengan Pastle. Tangan kiri mulai memegangi Mortar, lalu menjaga kecepatan adukan. Struktur sihir yang terbentuk mulai berordinasi dengan bahan, mulai membentuk kombinasi yang belum pernah Odo lihat.

Setelah itu, seluruh apa yang dilakukan Reyah bukanlah apa yang Odo ketahui. Reyah menuangkan campuran itu pada beberapa piring cawan, membuat olahan lain dengan tambahan garam gunung dan gula daun stevia, memanaskan bahan-bahan terpisah itu dengan alat pemanas, kemudian masukkan ke dalam gelas kayu, dan selanjutnya dicampurkan bahan utama yang telah diolah. Pada saat melakukan semua, sesekali lingkaran sihir dengan struktur aneh muncul di atas telapak tangan Reyah. Melihat itu beberapa kali, Odo tetap tidak bisa menganalisis bentuk dan fungsinya.

Menutup gelas berisi campuran semua bahan dengan kain serat, Reyah menulis Rune di bawahnya dengan huruf Mana transparan yang hampir mirip dengan yang sering Odo gunakan. Menunggu beberapa belas menit dan membuka tutup, bahan yang sebelumnya berbentuk agak kental telah berubah menjadi bubuk berwarna putih cerah.

"Hmm, kurasa sudah selesai ...."

"Heh? Sudah? Hanya itu?"

"Memangnya kenapa? Semua bahan sudah selesai diolah dan obatnya sudah selesai, apa ada masalah, Odo?"

Pertanyaan balik itu membuat Odo terdiam. Karena tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan Reyah, anak tersebut tidak bisa membalas. "Apa yang kau lakukan? Cara itu ... aku tak pernah melihatnya ..., dan juga cepat juga buatnya," ucap Odo.

"Itu transmutasi ...."

"Hah? Tapi lingkaran sihirnya ...."

"Ya, tentu saja beda. Transmutasi yang kebanyakan tersebar di dunia nyata adalah berubahan objek menjadi objek lain, tetapi yang diriku gunakan adalah perubahan sifat dan percepatan proses. Dengan itu, diriku mengubah sifat dasar bahan-bahan seperti mempercepat fermentasi, penyatuan, pengikatan, dan pengeringan."

"Hmmm?" Odo tidak paham secara menyeluruh.

"Apa lebih mudah kalau diriku bilang akselerasi proses ....?"

"Oh, akselerasi. Hem, kurang lebih paham. Jadi tanpa mengubah sifat dasar bahan, kau membiarkan bahan berubah secara alami dengan mempercepat prosesnya. Dengan itu, bahan-bahan yang diolah tidak mengalami perubahan dan dapat bercampur dengan kombinasi sesuai tanpa merusak struktur khasiat yang ada ..., apa benar begitu?"

"Kurang lebih seperti itu .... Pada dasarnya bahan-bahan utama yang digunakan sudah sangat kuat sifat memurnikannya. Kalau dipaksa digabung dengan sihir Transmutasi lain, bisa-bisa setiap bahan akan saling merusak khasiat. Karena itu, bagian naga hitam berupa Tanduk dan Taring yang memiliki sifat pengikat diperlukan. Kestabilan sangat penting dalam meracik obat ini ...."

"Tunggu ..., jadi hanya dengan Air Mata Pohon Suci seharusnya obatnya sudah jadi?"

"Tidak juga .... Pada dasarnya Air Mata Pohon Suci itu bahan tunggal dengan khasiat dahsyat, karena itu tak bisa digabung dengan bahan lain karena setiap bahan yang dicampur pasti kehilangan khasiatnya. Oleh karena itu, bagian paling stabil dari Naga Hitam, dengan kata lain Tanduk dan Taringnya diperlukan."

Mendengar penjelasan itu, Odo sampai mengeri beberapa hal yang bahkan tidak sedang dibicarakan. Dari perkataan Reyah, dapat juga disimpulkan kalau Roh Agung tersebut jugalah yang menggiring ekspedisi pencarian bahan menjadi ekspedisi mengalahkan Naga Hitam. Pada dasarnya manusia tidak mengetahui sifat yang dimiliki bagian tubuh Naga Hitam atau sifat dari Mata Air Pohon Suci karena tidak pernah menggunakannya, hanya makhluk yang dekat dengan kedua hal tersebut yang tahu sifatnya. Memikirkan potensi tersebut, Odo benar-benar paham kalau selama ini dirinya bergerak atas arahan Reyah.

"Roh ini ..., dia ...."

Meskipun telah mengetahui itu, anehnya Odo tidak kesal karena memang hal tersebut tidak merugikan dirinya dan malah bisa dibilang terbantu mengingat sekarang obat yang dicari-cari telah selesai dibuat. Meskipun ada hal ganjil seperti alasan dan motif Roh Agung tersebut, Odo memilih untuk menyimpan hal tersebut dan ditanyakan pada saat yang tepat.

"Odo, setelah ini ... apa kau akan langsung pulang?" tanya Reyah seraya menciptakan beberapa helai daun di atas telapak tangan kanannya.

"Iya ..., begitulah ...."

"Kurasa ..., sepertinya diriku akan kesepian untuk beberapa waktu ke depan ...."

Suasana sesaat hening. Tanpa memedulikan suasana canggung, Reyah menakar bubuk obat dalam daun dan dibungkus untuk bisa dikonsumsi secara berkala. Setelah selesai membungkus takaran menjadi dua belas bagian, Reyah meletakkan bungkus tersebut ke atas kain serat dan membungkusnya dengan rapi. Ia menciptakan lingkaran sihir di atas kain tersebut dan ditunggu beberapa menit, lalu saat dibuka, bungkus-bungkus obat-obat yang telah ditakar tersebut berubah menjadi pil berbentuk persegi empat sedikit tidak rata berwarna hijau.

"Ambil 'lah .... Konsumsi sehari dua kali .... Kurang lebih, selama tiga hari seharusnya cukup untuk menghilangkan kutukan. Seterusnya, itu bisa meningkatkan stamina," ucap Reyah.

Odo melihat telapak tangan kanannya sendiri, seperti yang Ia kira, Rune dimensi yang ada tidak kembali tercipta saat dirinya menggunakan sihir Instan Regen. Menggunakan tangan kiri yang sudah bisa bergerak meski masih kaku, Odo menulis ulang Rune dimensi pada punggung tangan kanan. Melihat anak tersebut bisa dengan mudahnya menggunakan Rune dengan kesulitan tinggi, Reyah sempat terkejut.

Setelah membuat Rune dimensi dan menyesuaikannya dengan lingkaran sihir sebagai pintu, Odo melipat kain serat berisi pil obat dan memasukkannya dalam dimensi penyimpanan di atas punggung tangan kanannya.

"Terima kasih, Reyah .... Sungguh, aku sangat terbantu."

"Ucapkan itu saat Penyihir Cahaya sudah pulih ..., langsung padaku."

"Eng ..., berarti aku ha⸻"

"Langsung padaku."

" .... Baiklah, aku akan sering datang ...."

Mendapat balasan itu, Reyah menatap Odo seraya tersenyum senang.

««»»

Dunia Nyata, sekitar Altar Gerbang Dunia Astral. Di dekat tempat tersebut, masih terlihat ramai tenda-tenda ekspedisi yang masih belum dibongkar. Meski sudah selang seminggu lebih setelah ekspedisi dengan hasil kegagalan tersebut selesai, tetapi tanda-tanda para prajurit Kerajaan Felixia untuk bubar tidak terlihat.

Di dekat altar, berdiri sang Penyihir Cahaya yang menatap ke arah gerbang dunia Astral tersebut dengan cemas. Wanita berambut pirang pudar itu mengenakan pakaian gaun dengan sabuk perlengkapan sihir melingkar di pinggangnya, dan pada tangan kanannya Ia memegang tongkat sihir dengan ujung sebuah kristal berwarna biru pudar.

Meski hari penghujung musim gugur itu mendung dan angin dingin bertiup, Ia tetap tidak bergerak dari tempatnya dan menunggu kembalinya anaknya dari Dunia Astral. Di belakang Mavis sang Penyihir Cahaya, berdiri suaminya, Dart sang Ahli Pedang yang juga mengenakan perlengkapan bertempur. Sebenarnya pria berjenggot putih itu ingin mengajak masuk istrinya masuk ke tenda mengingat kondisinya masih sangat lemah, tetapi karena sifat keras kepala wanita tersebut, Dart dengan berat hati menyerah dan membiarkannya tetap seperti itu.

Di sekitar altar tersebut, terlihat juga beberapa prajurit yang berjaga secara bergiliran. Mereka menggunakan jadwal secara bergantian, sehingga mereka mendapat kesempatan pulang terlebih dahulu ke rumah setelah ekspedisi. Meski sebenarnya Dart terasa memaksakan mereka setelah ekspedisi yang memakan hal tersebut, tetapi rasa cemas pada anaknya mengalahkan semua alasan logis yang ada.

"Sayang ..., sebaiknya kau tunggu saja di dalam tenda .... Kalau tubu⸻"

"Diamlah Dart, memangnya salah siapa Odo sampai pergi ke Dunia Astral sendirian. Diriku sekarang juga ingin pergi menyusulnya dan membawanya pulang ..., kalau saja kamu tidak melarangku ...."

Perkataan tersebut membuat Dart bungkam. Sang Ahli Pedang tidak bisa membalas perkataan istrinya dan menunduk penuh sesal. Dalam hidupnya, mungkin sekarang adalah momen dimana dirinya merasa kekuatan yang dimiliki terasa tidak berguna.

Sudah beberapa hari terakhir Mavis bersikap seperti itu, dan Dart tidak bisa protes karena memang situasi yang ada sekarang merupakan kesalahannya sendiri. Menarik napas dengan berat, Dart menghembuskannya dengan penuh beban. Suasana hening terasa, dedaunan pohon yang saling bergesekan terdengar, dan suara kepakan sayap burung terasa sangat bising di telinga.

Di tengah suasana hening tersebut, tiba-tiba Altar Gerbang Dunia Astral aktif dan ke dua belas pilar yang ada mulai bercahaya terang sesuai atribut pada simbol di pilar. Ukiran lingkaran sihir pada lantai altar bercahaya, mulai membentuk struktur dimensi dan konstruksi pemuatan bentuk fisik. Melihat hal tersebut, Dart dan Mavis terkejut, begitu pula para prajurit yang berjaga di sekitar altar.

Dalam beberapa detik saat altar itu aktif kembali, muncul pilar cahaya yang menjulang tinggi di tengah altar. Beberapa saat dan cahaya mulai meredup, sosok anak berambut hitam mulai terlihat. Saat cahaya benar-benar menghilang, dengan jelas terlihat Odo berdiri di tengah altar, tanpa memegang apa-apa dan hanya berdiri dengan tatapan mata yang sangat lurus dan seakan tak kenal rasa takut.

Melihat Ibu dan Ayahnya di depan, Odo melangkah ke depan dan berdiri di luar altar, lalu berjalan mendekat ke arah Mavis. Memasang senyum ringan, Odo berkata, "Aku pulang, I⸻"

Mavis langsung menjatuhkan tongkatnya, berlari dan memeluk anaknya tersebut, air matanya mulai mengalir penuh rasa lega. Anak berambut hitam itu terlihat bingung, tetapi kehangatan ibunya membuat anak tersebut memejamkan mata dan sesaat merasa bahagia dikhawatirkan oleh keluarga seperti itu.

"Jadi ini rasanya dikhawatirkan, ya ? Dulu ..., aku tidak pernah merasa seperti ini .... Sungguh ... ini sangat ...."

Dart ikut mendekat, lalu memeluk Mavis dan Odo sekaligus. Rasa cemas yang ada pada pria tua tersebut juga langsung hilang saat melihat Odo baik-baik saja. Mereka tidak memarahi atau menghujani anak berambut hitam itu dengan pertanyaan, hanya dengan melihat Odo kembali dengan selamat saja itu sudah cukup bagi Mavis dan Dart, penjelasan bukanlah prioritas mereka.

Mendapat kehangatan keluarga setelah kembali, tanpa Odo sadari Ia meneteskan air mata dalam rasa bahagia. Seumur hidupnya, itulah momen yang memberinya kehangatan yang sangat berarti dan berharga.

Setelah puas melepas rasa cemas dan rindu, baru saat itulah Dart dan Mavis bertanya pada Odo, itu pun mereka lakukan setelah kembali ke Mansion dan membiarkannya mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu. Anak tersebut menjelaskan dengan detail, tanpa ada kebohongan. Ia membertahukan kepada kedua orang tuanya bahwa dirinya telah mengalahkan Naga Hitam dengan bantuan Dryad Pohon Suci dan telah mendapat obat yang bisa menghilangkan kutukan yang diderita Mavis. Tentu saja mereka tidak percaya dengan perkataan Odo secara langsung, tetapi setelah Odo menunjukkan obat dan Dart mengirim prajurit kepercayaannya ke Dunia Astral untuk mengklarifikasikannya, mereka baru percaya.

Secara fisik, memang Odo tidak mengalami perubahan. Tetapi dalam segi tekanan sihir dan hawa keberadaan, anak tersebut berubah secara signifikan, Dart dan Mavis dengan jelas merasakan hal tersebut. Meski begitu, rasa bahagia atas pencapaian anak mereka membuat kedua orang tua tersebut mengesampingkan pertanyaan atas rasa penasaran yang ada. Pada hal tersebut, Odo juga tidak membertahukan mereka berdua tentang perjanjiannya dengan Reyah atau jelmaan Naga Hitam yang tinggal di Alam Jiwanya.

Sejak hari itu, nama Odo dikenal sebagai sang Pembunuh Naga Hitam yang namanya tersebar cepat ke penjuru Kerajaan Felixia. Beberapa hari setelah itu juga, kutukan dan penyakit yang diderita oleh Penyihir Cahaya berhasil sembuh berkat mengonsumsi obat yang dibawa oleh Odo.

Next chapter