webnovel

RAJA HARIMAU MENUNGGANG NAGA

Roby_Satria · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

ch-6 Keputusan Sang Penguasa Negeri

Rumah besar penguasa negeri. Puluhan obor menyala terang-benderang, mengenyahkan gelap hingga ke atas pucuk pohon besar.

Yang berkuasa di sini bergelar Depati Sakti Cahaya Langit. Ia memiliki dua penasehat dan satu panglima perang negeri. Di bawah panglima, terdapat dua puluh hulubalang tingkat satu yang level pelatihan mereka berada pada tingkatan akhir dasar tujuh bintang.

Sementara dua puluh hulubalang itu masing-masing membawahi dua puluh hulubalang tingkat dua yang kekuatannya berada pada dasar enam bintang. Meski hanya berjarak satu bintang, tapi satu hulubalang dasar tujuh bintang mampu mengalahkan dengan mudah dua puluh hulubalang enam bintang.

Begitu seterusnya, hulubalang enam bintang membawahi hulubalang lima bintang. Dengan perbedaan kekuatan yang sama. Dan peringkat hulubalang berakhir pada tiga bintang.

Lintang dan Rimpa telah menyelesaikan latihan sampai tahap dasar dua bintang. Bagian divisi perekrutan penjaga negeri telah lama melirik mereka, jika keduanya telah mampu menyelesaikan tahap akhir tiga bintang, maka kesatuan hulubalang membuka pintu selebar-lebarnya untuk mereka.

Salah satu penasehat Depati berdiri di anjungan rumah besar. Pakaian hitam bergaris emas miliknya memantulkan ribuan titik cahaya obor yang berkilauan bagai manik-manik.

Tubuhnya tinggi tegap, wajahnya jernih dan pembawaannya tenang berwibawa. Saat berkata, semua orang tersihir dalam keheningan.

"Terima kasih atas kedatangan kalian warga kota. Ibarat anak ayam turun ke halaman, penguasa negeri induknya. Saat induk memanggil, kewajiban anak untuk datang."

Semua warga yang duduk di halaman luas di atas hamparan tikar pandan walau jauh di ujung keberadaan mereka, tapi suara penasehat depati terdengar jelas di sisi telinga mereka.

Wajar saja, karena sang penasehat yang bergelar Depati Pemangku Cahaya merupakan seorang jagoan yang berada pada pelatihan ksatria perunggu tahap awal. Semua hulubalang dasar berbagai level hanya seperti kumpulan anak-anak di matanya.

"Yang mulia Depati Sakti Cahaya Langit akan menyampaikan titah dan arahannya, saya minta seluruh warga kota menyimak dengan baik. Karena di tangan beliau hukum, dari mulut beliau undang-undang, dan pada perbuatan beliau terdapat suri tauladan yang harus ditiru."

Depati Pemangku Cahaya mengundurkan diri, duduk di belakang kursi kebesaran sang penguasa negeri.

Dari atas singgasana emasnya penguasa negeri sang Depati Sakti Cahaya Langit berbicara, suaranya berat menggema, "Wargaku, terima kasih atas kehadiran kalian semua. Jujur, sejak belasan tahun memegang kekuasaan, baru kemarin satu peristiwa besar yang tak ternalar di akal menyentuh kota kita."

Wajah penguasa yang selalu bisa menundukkan siapa pun dengan wibawanya itu, kini terlihat penuh guratan kelelahan. "Aku tidak diam. Dua ratus hulubalang telah kupencarkan di tengah kalian dan di segenap penjuru kota. Ratusan hewan buas telah berada di pinggiran hutan, apabila kemungkinan terburuk yang terjadi, aku akan turun bersama segenap pasukan, maju menggadaikan nyawa melindungi kalian!"

Suara nyaring bagai beradunya batangan besi, menusuk telinga semua orang ketika penguasa negeri memukul telapak tangannya.

"Kalian rakyatku. Syukur ada tuan Pedang Halilintar dan kawan-kawannya yang membantu, sehingga kalian tidak tersentuh kebuasan Pedang Tanpa Tanding." Sampai di sini suaranya gemetar, "Tuan Pedang Halilintar menumbalkan nyawanya di tanah ini, maka aku tetapkan masa perkabungan selama satu bulan. Apa kalian setuju?"

Bergemuruh suara warga kota saat mereka menyatakan kesediaannya. Pedang Halilintar adalah pahlawan besar di mata mereka, meski perkabungan tidak bisa menghidupkan orang mati, tapi mereka telah menunjukkan penghormatan tertinggi pada sosok jagoan tersebut.

"Tujuh hari pertama, jika bukan keperluan dagang atau hal penting lainnya, aku minta tidak ada warga yang keluar kota. Semua pajak kota satu bulan ini akan kukeluarkan untuk biaya makan minum seluruh warga yang menghadiri prosesi doa untuk arwah tuan Pedang Halilintar selama tujuh hari."

Warga kota berteriak senang. Untuk sesaat kesunyian malam dirobek oleh seruan kekaguman orang-orang pada keputusan pemimpinnya.

Mata penguasa negeri berkaca-kaca. Sungguh ia sangat mencintai rakyatnya.

Suara-suara kemudian sirap saat panglima perang mengangkat tangannya. Lalu, penguasa negeri kembali berujar, "Selama satu bulan kalian wajib mengenakan pakaian berkabung. Setuju?!"

"Setuju yang mulia!"

"Terima kasih."

Penguasa negeri menjelaskan semua hulubalang dan pasukan binatang buas telah siap tempur apabila tidak ada bantuan dari Punian Abang dan tokoh sakti lainnya. Walau penguasa negeri tahu seluruh kekuatan negeri akan tumpas tapi ia tidak bisa menyaksikan walau pun hanya satu orang sekalipun ada warganya yang tewas.

Ia juga tidak datang saat warga kota menata lingkungan mereka, karena ia ingin melihat sejauh mana kekompakan warganya. Apakah rasa senasib sepenanggungan hanya berdasarkan titah sang penguasa atau memang berasal dari ketulusan hati.

"Aku kagum pada ketulusan kalian. Tidak ada kerja yang sia-sia. Hadiah atas kekompakan kalian akan kubayar dengan pemberian sumber daya untuk latihan silat. Silakan kalian pilih guru manapun, biaya pelatihannya akan ditanggung negeri. Dan setiap masing-masing murid mendapatkan sumber daya untuk mendongkrak level pelatihan mereka satu tingkat ke atasnya."

Gemparlah warga kota. Sang penguasa terlalu murah hati. Di sini ada ratusan murid perguruan dan ada ratusan jagoan yang masih berlatih untuk menembus tingkat selanjutnya. Sumber daya untuk satu orang saja sudah sangat mahal, apalagi untuk ratusan orang.

Memang tanpa sumber daya khusus semua orang bisa meningkatkan kekuatannya satu level. Tapi, itu membutuhkan waktu bulanan, tahunan bahkan nyaris mustahil bagi yang kurang berbakat.

Makanya para hulubalang yang semua keperluan pelatihan sudah ditanggung negeri tetapi level mereka masih bertaburan bintangnya. Andai, semua hadiah sumber daya bagi warga kota digunakan untuk pelatihan para hulubalang, walau tidak semuanya bisa menembus dasar level 7, sekurang-kurangnya tidak ada lagi hulubalang level empat ke bawah.

"Rumah yang hancur tidak usah dipikirkan. Besok biar tukang banguna negeri yang menyelesaikannya."

"Hidup yang mulia penguasa, hidup!"

Semua warga mengelu-elukan pemimpin mereka dengan kegembiraan meluap-luap. Hari ini di mana mereka menemukan bencana terburuk bagi negeri, tapi mereka juga menemukan kehangatan pemimpin. Sebagai bangau, mereka tidak akan terbang serabutan, karena ada sang pemimpin yang menjadi kepala formasi skuadron udara, menentukan arah tujuan dan tidak meninggalkan rakyatnya.