webnovel

Welcome Briptu Agus!

Aditya dan Alex tidak ke klinik lagi setelah selesai rapat, mereka menuju apartemen rahasia Aditya tempat Raissa dan kedua temannya sementara mengungsi.

"Hai Mas, bagaimana pertemuannya?" sapa Raissa sambil menerima kecupan Aditya di keningnya. "Beberapa berjalan sesuai rencana, beberapa lagi tidak. Yang jelas, Alex kini masuk kembali menjadi dewan direksi." kata Aditya. "Ciee yang dewan direksi, berarti kamu tidak jadi pindah ke RS lain kan? aku tetap bisa kerja di klinik tidak usah pindah juga kan?" tanya Asya harap-harap cemas. "Gimana mau pindah sayang? Aku harus jadi CEO menggantikan Aditya?" kata Alex dengan nada pura-pura sebal. "Hah? loh.. lalu Pak Aditya kemana?" tanya Peni bingung. "Aditya jadi dipromosikan jadi ketua dewan direksi. Menggantikan Ayahku." kata Alex bangga. "Ooh begitu..memangnya kau tidak marah dok? Ayahmu dikalahkan pak Aditya?" tanya Peni penasaran. "Marah? buat apa marah? akhirnya kediktatoran ayahku berakhir, dengan majunya Aditya sebagai ketua dewan, artinya Aku bebas menikah dengan Asya, Aditya bebas memilih Raissa, Adikku bisa menjadi CEO yang memang sesuai dengan kemampuannya. Buat apa aku marah? aku sedang teramat sangat senang saat ini!" kata Alex sambil memeluk Asya dan mengangkatnya berputar-putar membuat semua orang tertawa. "Hanya saja masih ada satu masalah.." kata Aditya ragu. Semua memandang Aditya yang sedang memandang Raissa. "Ada apa mas.." tanya Raissa sambil mengerutkan kening." Ayo duduk." kata Aditya menarik lengan Raissa dan mendudukkan gadis itu disebelahnya. "Pertama-tama maafkan aku, karena sepertinya aku tidak berhasil mencabut ancaman pembunuhan dari ibuku, bahkan sekarang menambah musuh." kata Aditya. "Wah.. artinya kita bisa tinggal disini lebih lama lagi dong.. assiikk.. eh?!" kata Peni yang segera disikut Asya. "Sebaiknya kuceritakan dari awal." kata Aditya. Aditya dibantu Alex menceritakan kejadian yang terjadi saat pertemuan dewan barusan. Ketiga gadis itu terbengong-bengong mendengar berita Aditya dan segala pencapaiannya, ketiganya terkesiap ketika sampai pada status Aditya sebagai anak Arganta, dan memuji kecerdikan ayah kandung Aditya yang duluan melakukan test DNA. Lalu pemecatan Dewi dan pengusiran Dewi dari rumah Aditya sampai kepergian Dewi dengan penuh amarah dan pengangkatan Aditya sebagai Ketua Dewan beserta seluruh perubahan yang dilakukannya. Ketiga gadis itu bertepuk tangan. "Sayangnya, aku kehilangan daya tawar dengan ibuku gara-gara ulah Arganta. Tadinya aku ingin mempertahankan posisinya di dewan asalkan ia mau menarik pembunuh yang sudah ia bayar. Tapi Arganta membuka aibnya dan satu yang tak termaafkan dari dewan adalah pengkhianatan. Dewi sudah berkhianat sejak ayahku masih hidup, Bahkan Ibunya Alex pun menggugat cerai suaminya." kata Aditya. Asya meremas tangan Alex. "Bahkan seluruh paman dan bibi menasehati kami agar kami berhati-hati terhadap ayahku, karena ayahku pasti akan membalas perbuatan kami." kata Alex. Merekapun terdiam. "Sepertinya sudah waktunya lapor polisi." kata Peni. "Peniiii..." gerutu Asya yang menebak Peni hanya ingin bertemu Briptu Agus. "Kita bisa percaya Briptu Agus gaess! Dia bukan polisi kotor!" kata Peni ngotot. "Mungkin ada baiknya juga kita punya back up kalau ada apa-apa Dit? Maksudku, kita bisa menyewa body guard, tapi kita juga harus punya pegangan di kepolisian." kata Alex mulai menimbang saran Peni. "Setuju dengan body guard, aku masih menimbang-nimbang soal si Briptu." kata Aditya. "Oh ayolah.. Briptu Agus itu hebat!! jagoan!!" kata Peni semangat. "Bukankah dia sudah sibuk dengan si topi biru?" tanya Raissa yang enggan membawa briptu Agus ke tengah-tengah mereka. "Itulah hebatnya briptuku.. kau pikir kasus yang dia kerjakan hanya si topi biru?" tanya Peni cengengesan. "Sebenarnya sejauh mana sih hubungan kalian?" tanya Asya heran. Peni langsung merenggut. "Masih sebatas teman.. Tapi aku tulus lohh, sebagai teman aku benar-benar bisa lebih mengenalnya. Walaupun aku punya agenda khusus dibaliknya hehehe" kata Peni sambil tertawa. Raissa menoyor kepala Peni yang segera dibalas dengan toyoran di kepala Raissa oleh Peni tak lama keduanya sudah kejar-kejaran seperti anak kecil. "Sudah ah... tuh lihat tunanganmu, kamu tidak malu?" tanya Peni berusaha berkelit dari tangan Raissa. "Tidak lah.. dia menerimaku apa adanya.. Iya kan Mas?" kata Raissa. "Tentu saja, tapi sudah kamu disini saja di sampingku, jangan kemana-mana." kata Aditya sambil menarik pinggang Raissa duduk kembali disebelahnya. "Aku sudah memutuskan, kita beritahu Briptu Agus, apakah kita bisa memanggilnya saat ini Pen? kamu bisa memintanya datang?" Kata Aditya. "YES..YES..YES.. segera laksanakan!!" kata Peni segera berlari mencari ponselnya dan setelah menemukannya langsung menelepon Briptu Agus. "Kemari segera ya! awas jangan sampai ada yang mengikuti! iya rahasiakan dari siapa pun!! Sampai bertemu!" kata Peni dengan misterius dalam pembicaraan via telepon dengan Briptu Agus. "Kenapa aku sudah menyesalinya ya!" bisik Aditya pada Alex. Alex hanya tersenyum. Raissa yang mencuri dengar juga ikut tersenyum tipis. Raissa tahu, Aditya hanya kasihan saja dengan Peni, Aditya pasti punya segudang stok polisi yang baik yang dikenalnya dan bisa dimintai pertolongan.

"Baiklah, sambil menunggu pujaannya Peni datang, kau mau pakai jasa body guard mana? Ksatria Macan? Garuda Merah?" tanya Alex sambil menyebutkan dua perusahaan keamanan ternama. "Mungkin, aku belum memutuskan, kita lihat apa pendapat si Briptu nanti!" kata Aditya bermaksud mengetes Briptu Agus. Dua perusahaan tersebut bagus tetapi Aditya tidak terlalu yakin karena nama mereka terlalu terkenal dan biasanya mengawal selebritis, bukannya melawan pembunuh bayaran. Peni datang kembali dengan wajah berseri-seri. "Briptu akan datang, aku akan menyiapkan makan malam untuk kita semua." Peni mengumumkan dengan gembira lalu segera melangkah ke dapur. Raissa dan Asya langsung berpandangan. "Sebaiknya kita bantu Sya!" kata Raissa cemas. "Benar, masak air saja gosong, gimana masak makan malam!" kata Asya dan keduanya bergegas menyusul Peni ke dapur. Peni lupa dirinya tidak bisa masak saking senangnya. Sampai di dapur otomatis Peni bengong, untung tak lama kedua sahabatnya muncul membantunya atau tepatnya mereka yang memasak makan malam, sedangkan Peni hanya duduk saja sambil mengeluarkan siaran berita gosip-gosip terbaru klinik. " Oya Sa, Kau sudah tahu belum? klinik lagi heboh! hampir semua karyawan berusaha mengintip ke ruangan pak Aditya loh! Pak Aditya memajang foto kekasihnya yang tak lain adalah kau! Saking kesalnya Bu Ade sampai membiarkan pintu ruangan pak Aditya terbuka lebar agar karyawan tidak perlu repot-repot membuat alasan minta izin padanya untuk masuk ke kantor pak Aditya saat beliau tidak ada hanya untuk meletakkan laporanlah.. mencari pena yang hilang lah.. macam-macam jenis alasannya dan absurd!!" kata Peni sambil tertawa. "Dian benar-benar tidak percaya sampai ingin melihat dengan mata kepala sendiri tapi gengsi mau lihat saat jam kantor, Akhirnya Ia datang ke ruangan pak Aditya saat sedang jaga malam. Sayangnya Bu Ade masih ada disana dan ia didamprat habis karena mengendap-endap seperti maling."

"Tapi dia berhasil melihat fotonya?" tanya Asya. "Bu Ade yang membawakannya sendiri karena kesal dan memampangkannya di depan muka Dian. Bodohnya dia menceritakan semuanya padaku. Ya aku hanya menertawakannya saja.. " kata Peni sadis. "Kalau itu Dian, apa kabar Marisa ya?" tanya Asya. "Entahlah, kupikir Aditya sudah membereskan Marisa setelah ia membocorkan alamat rumah orang tuaku pada ibu Aditya . Tapi sepertinya dia masih bertahan di klinik. kata Aditya lebih baik musuh disimpan dekat dengan kita. Supaya bisa kita pantau. " kata Raissa. "Lagipula kau tidak usah takut padanya. Marisa sudah tidak bertaring lagi." kata Peni dengan nada mengejek. "Entahlah.. rasanya kok aku ini hanya menumpuk musuh ya? Si topi biru, Marisa, Ibunya Aditya, sekarang pamannya juga.." kata Raissa sambil mengocok telur sekuat tenaga. "Stop.. stop sayang .. kita mau buat omelet bukan bikin kue ya.. jangan sampai berubah tekstur telurnya..." kata Asya menggenggam tangan Raissa. "Jangan khawatir Sa, Briptu Agus sebentar lagi datang!" kata Peni yakin segala masalah akan hilang dengan kedatangan si Briptu kesayangannya. Raissa dan Asya berpandangan lalu tertawa. "Ya..ya.. kita lihat saja nanti yaa!" kata Raissa disela-sela tawanya.

Tak lama setelah makan malam siap, terdengar suara bel pintu. Peni meraih ponselnya, "Briptu datang!" seru Peni sambil melihat pesan dari Briptu Agus yang mengatakan ia sudah didepan pintu. Peni membukakan pintu dan segera menarik Briptu Agus masuk dan menutup pintunya kembali. "Tidak ada yang mengikutimu kan?" selidik Peni. "Tidak ada, sumpah! Aku sudah berhati- hati, memangnya ada apa Dek?" tanya Briptu Agus bingung ia diseret Peni ke ruang tamu mewah dimana Aditya,Raissa, Alex dan Asya sudah menunggu. "Waahh, lengkap semuanya ada.. selamat malam semuanya" sapa Briptu Agus sopan. "Selamat malam Briptu, maaf memanggilmu dengan tiba-tiba seperti ini apalagi saat ini anda sedang sibuk dengan kasus si topi biru. Kami sudah menyiapkan makan malam, tapi sebelum itu ada yang ingin kami bicarakan. Ini mengenai keselamatan ketiga gadis ini." kata Aditya. "Ya aku sudah curiga sejak awal, tidak mungkin tiba-tiba memindahkan tiga wanita ke sebuah tempat yang dirahasiakan. Kalaupun hubungan Dek Raissa dan Pak Aditya sudah resmi dan dipublikasikan, yang pindah kan hanya dek Raissa saja.. kenapa Dek Peni dan Kak Asya ikut pindah juga? hmm... baiklah saya siap mendengarkan.. saya berasumsi kalian membutuhkan bantuan saya ya?" tanya Briptu Agus cengengesan. "Sayangnya seperti itu. Baiklah saya akan menceritakannya." kata Aditya lalu menceritakan segala ancaman yang saat ini mengancam hidup Raissa dan teman-temannya. Briptu Agus mencatat di ponselnya. Sesekali mengajukan pertanyaan. Aditya menyelesaikan kisahnya. "Jadi begitu, aku bermaksud menyewa body guard, tetapi aku butuh bantuan orang dalam si kepolisian yang bisa aku percaya. Karena Pamanku mempunyai beberapa polisi kotor yang dikuasainya." kata Aditya. Briptu mengangguk. "Seberapa besarpun upaya kami, selalu saja ada rekan kami yang terjerat dengan saya pikat uang. Jangan khawatir aku akan menjadi mata dan telingamu di kepolisian.. tapi hanya yang menyangkut dengan kasus ini. Tidak semua kasus dapat kuungkapkan. Dan aku setuju dengan ide adanya body guard." kata Briptu Agus. "Kami mengerti, terimakasih sudah mau membantu kami!" kata Alex. "Ayo kita sambil makan malam membahas mengenai body guard." ajak Aditya. Dan mereka pun berpindah ke ruang makan dengan meja panjang yang cukup untuk delapan hingga sepuluh orang. "Wah, mantap hidangannya! siapa ini yang masak? Dek Peni atau dek Raissa?" tanya Briptu Agus menggoda kedua gadis itu. Peni tersipu, sedangkan Raissa hanya menunjuk Asya sambil berkata,"Kak Asya"

"Wah, terimakasih kak Asya atas jaminannya!" kata Briptu Agus agak salah tingkah. "Berterimakasih lah pada Aditya, dia yang menyediakan semua bahannya, aku hanya mengeksekusi saja." kata Asya merendah. "Jangan merendah begitu Asya, masakanmu jauh lebih hebat dari koki Michelin manapun. Kalau kau ikut MasterChef pasti langsung juara!" kata Raissa memuji Asya. "Yang jelas akulah yang paling beruntung, tiap hari menyantap masakannya! sejak kenal Asya, jam olahragaku harus dobel! kalau tidak, sudah dari dulu aku obesitas!" kata Alex disambut dengan lemparan serbet dari Asya. "Baik mari kita makan." kata Aditya memimpin. Merekapun duduk dan mulai makan. Piring piring berdenting beradu dengan sendok dan garpu. Percakapan mengalir ringan, memilih perusahaan keamanan mana yang harus dipilih, plus dan minus masing-masing perusahaan dibahas. Briptu Agus mempunyai pengetahuan yang luas mengenai keamanan, Peni menatap bangga padanya. Ia merasa lengkap. "Benar begini seharusnya, briptu ku ini adalah bagian dari lingkaran kami ini." pikir Peni. "Tentunya akan lebih afdol lagi kalau cincin si Briptu melingkar di jari manisku hihihihi..." pikir Peni sambil tersenyum sendiri, ia pun menyantap makanannya dengan hati riang.