webnovel

Waspada

Hari -hari berikutnya Raissa selalu dibayangi bodyguard. Kembali bekerja di Bhagaskara Medika saja semua karyawan sudah bersikap lain padanya, lebih hati-hati, lebih sopan. Ditambah lagi dengan adanya bodyguard yang selalu menjaganya, walaupun keberadaan bodyguard tersebut tidak pernah menganggu pekerjaannya, tetap saja membuat Raissa semakin menjadi sorotan. Gadis itu jadi tak enak hati, tetapi baik Aditya maupun Briptu Agus sama-sama menekankan pentingnya penjagaan bodyguard tersebut. Akhirnya Raissa mengalah. Raissa fokus pada pekerjaannya, berusaha mati-matian membuktikan bahwa ia masih Raissa yang sama kepada seluruh karyawan. Ditengah-tengah kesibukannya ia pun masih berjuang menghadapi traumanya. Karena itu Raissa memilih untuk tetap berkonsultasi dengan Dokter Agustine. Tentu saja semua mobilitas Raissa dibatasi dan jadwalnya sedapat mungkin dibuat random. Mira sampai pusing dibuat bodyguard Raissa yang mengotak-atik jadwal rotasi Raissa. Tidak ada lagi nongkrong-nongkrong di mall, di cafe, atau cinema bersama sahabat-sahabatnya. Kalau mau berkumpul merekalah yang harus datang ke apartemen rahasia Aditya. Sejauh ini selain penghuni, yang boleh kesana hanya Briptu Agus, lalu Bram dan Liza. Itupun dengan protokol yang ketat. Sampai suatu hari Liza mengeluh saat gadis itu main ke apartemen Raissa, "Ya ampun Sa, mau main ke tempatmu saja sudah kayak mau main ke istana kepresidenan, susssyaaahhh!!!"

"Maaf ya Za, aku tahu kadang pengamanan ku lebay, tapi sejauh ini mereka berhasil mengecoh 3 orang pembunuh bayaran yang ingin membunuhku." kata Raissa. "Oh ya? terus tertangkap tidak?" tanya Liza. "Percobaan pembunuhan pertama tertangkap, tetapi ketika hendak diinterogasi ia menelan pil sianida dan meninggal. Pembunuh kedua juga mengalami nasib yang sama, dan yang ketiga lebih pintar, ia berhasil meloloskan diri sebelum tertangkap." kata Raissa. "Ya ampuun!!! Lalu orangtuamu bagaimana?" tanya Liza. "Mereka juga masih bersembunyi. Menurut tetanggaku, ada beberapa orang tak dikenal masuk dengan paksa ke rumah. Padahal jelas-jelas tidak ada orang. Aditya juga mengutus seorang body guard untuk melindungi mereka. Aku sepertinya ingin menyerah Liz. Tapi melihat Asya dan Alex, melihat perjuangan Aditya, aku tak tega." kata Raissa. Liza mengajukan tangannya pda tangan Raissa. "Jangan khawatir Sa, badai pasti berlalu." kata Liza berusaha menyemangati sahabatnya. "Iya benar Liz, sudahlah, tidak usah dipikirkan. Bagaimana hasil gerilya kalian dengan karyawan lain? apa aku sudah berhasil membuktikan kalau aku tetap Raissa yang sama?" tanya Raissa. "Huummm.. begini Sa.. pada dasarnya mereka semua ngerti sih keadaanmu, masalahnya statusmu sekarang itu, pacarnya pimpinan kami. Ya kali mereka sembarangan lagi kayak dulu sama kamu? Beberapa sih tetap mempertahankan sikapnya seperti dulu, seperti Kak Mira, dr

Aldi, dr. Deasy, dr. Dennis, kebanyakan dokter-dokter sih yang ngerti. Tapi kalau karyawan lain, mereka tidak menjauhimu sih Sa, cuma sungkaann saja.." kata Liza. "Yaahh. apa sih kok pakai sungkan-sungkan segala?" gerutu Raissa kesal. " Habis ada cincin berlian melingkar di jarimu sih Sa, sungkan lah mereka hahahaha...Sudahlah, seiring waktu nanti mereka juga biasa lagi Sa. Cuma beberapa masih nyebelin sih, kayak Dian dan Marisa. Tapi kalau dipikir-pikir sikap Marisa agak lebih jinak daripada saat dulu berita pertunangan Asya beredar. " lapor Liza. "Hmm mungkin dia takut kena damprat Aditya lagi." kata Raissa. "Asya kok belum pulang ya? masih sibuk persiapan pernikahan ya?" tanya Liza. "Iya, hari ini jadwal Asya dan Alex melakukan perawatan wajah dan tubuh agar hari H nanti wajah dan tubuh mereka glowing, tau kan Asya, dia kepengen pakai adat Jogja sesuai dengan asal orangtuanya." kata Raissa. "Oh iya Paes Ageng Jogja yaa..kebayang deh cantiknya Asya ntar.. gak kerasa sudah tinggal dua bulan lagi ya?" kata Liza. "Iyaa.. semoga semua kericuhan ini sudah berlalu." kata Raissa. Terdengar suara keributan di luar pintu apartemen, seorang body guard yang sedari tadi berada di dalam ruangan menjaga Raissa membukakan pintu. Ternyata Peni yang baru pulang dari klinik. "Haaiii.. maaf ribut, akunkesal diperiksa terus, padahal kan aku juga penghuni disini. Ya kali aku mau mencelakai temanku sendiri!" gerutu Peni. "Maafkan kami nona, kami berusaha sedapat mungkin tidak kecolongan, bisa saja ada orang yang menaruh penyadap di baju nona tanpa sepengetahuan nona." jawab body guard yang bernama Soni itu. Soni adalah mantan kopassus. "Ya aku tahu pak Soni, maaf aku mengeluh. Aku tahu pembunuh bayarannya masih aktif berkeliaran. Ngomong-ngomong, tadinya Briptu Agus juga mau kemari, tetapi tidak jadi karena sejak pagi ia merasa dibuntuti seseorang. Ia memilih agar aman untuk sementara waktu tidak mengunjungi kita disini." kata Peni dengan lesu. "Terimakasih Nona Peni, informasi ini akan saya sampaikan pada tim. " kata Soni lalu bergegas menuju balkon untuk berbicara dengan timnya melalui telepon sekaligus patroli di balkon. "Pantesan kamu manyun Pen.. bad mood toh!" kata Liza sambil tertawa. "Iyaaa, aku kesal tidak bisa bertemu dengannya!!" kata Peni sambil menghentakkan kakinya. "Aduuh maaf ya teman-teman..." kata Raissa hendak minta maaf kembali. "Jangan minta maaf lagi Raissa.. akhir akhir ini kamu kayak robot rusak deh minta maaf melulu! ini bukan salahmu!! Lagipula ini latihan buatku lohh.. kalau aku nanti bersanding dengan Briptu Agus, aku juga harus tahan banting, kasus yang dihadapinya banyak dan hampir semuanya berbahaya. Aku harus terlatih dari sekarang!!" kata Peni mantap. "Iyadeh.. semangat ya calon istri Briptu!! eh sudah malam nih ..aku pulang dulu ya.." kata Liza. "Mas Bram sudah jemput?" tanya Raissa. "Sudah nunggu di mall kota Kasablanka.. sampai ketemu besok kita Sa?" kata Liza sambil membereskan tasnya. "Besok aku izin karena harus Konsul dengan psikiater ku." jawab Raissa, Liza menganggukkan kepala pada Raissa, lalu gadis itu mencari Soni. "Pak Soni, jadi antar saya ke mall kota Kasablanka kan?" tanyanya. Memang ini adalah bagian dari protokol, Liza sepulang kerja diantar Bram ke mall kota Kasablanka, dari sana ia dijemput Soni untuk masuk ke apartemen yang Raissa tinggali. Begitu pula ketika Liza akan pulang, ia akan diantar lagi ke mall kota Kasablanka, dan Bram menjemput kembali seakan hendak menjemput pacarnya yang habis shopping besar-besaran. Bahkan tas-tas yang berisi belanjaan pun disiapkan.walupun isinya hanya kardus bekas. Soni segera masuk ke ruangan, "Ya Nona Liza, saya akan mengantar nona ke mall, sementara itu rekan saya Marco akan menggantikan saya menjaga nona Raissa dan nona Peni disini." dan seakan diberi isyarat, body guard yang bernama Marco membuka pintu dan masuk ke apartemen. "Baiklah, beres kalo begitu. Aku Pamit dulu yaa.. jaga diri kalian!! semangat Raissa!!" kata Liza sambil memeluk Raissa. Tak lama kemudian Liza pergi diantarkan oleh Soni. Marco tanpa banyak bicara mengambil alih tugas patroli Soni di balkon. "Makan yuk Pen." kata Raissa yang terlihat lelah. "kalau makan sih aku selalu oke Sa!" jawab Peni. Dan kedua gadis itupun pergi ke ruang makan untuk menyantap makan malam mereka.

Sementara itu di sebuah apartemen lain di daerah Jagakarsa, Dewi sedang duduk selonjoran di sebuah sofa dengan pakaian tidur yang minim. Di depannya Arganta berjalan mondar-mandir. "Sudah sih, sini duduk!! kayak setrikaan mondar mandir terus!!" hardik Dewi. "Diam perempuan pendusta! gara-gara kau aku kehilangan separuh kekayaanku, sekarang aku sudah tidak punya istri lagi! belum lagi sisa kekayaanku kau sedot membayar pembunuh bayaran mu yang tidak becus itu!!" seru Arganta. "Aahh.. masih banyak sisa uangmu!! pelit amat sih!! lagipula ini salahmu! siapa suruh membuka aib di depan dewan!" kata Dewi tak mau kalah. "Kau yang berbohong padaku!!" seru Arganta marah. Dewi mengubah strategi, tidak baik membuat Arganta marah. Kepada siapa lagi ia harus bergantung kalau bukan pada Arganta. Masih untung Arganta masih mau menerimanya, kalau tidak mau tinggal dimana dia? "Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Sekarang, saatnya balas dendam!! Aku baru dapat info kalau Aditya bersekutu dengan seorang polisi. Kurasa kita harus menghancurkan sekutu mereka agar mereka timpang dan lebih mudah dikuasai." kata Dewi. "Aku Setuju!" kata Arganta, "Apa rencana yang sudah kau siapkan?" tanya Arganta pada Dewi yang sudah tersenyum licik. Dewi pun membisikkan rencananya pada Arganta. Arganta hanya menganggukkan kepala lalu ia tertawa. "Kau memang cerdas Dew! lakukanlah!" kata Arganta sambil memberikan amplop berisi beberapa gepok uang. "Asiaaapppp!" kata Dewi menirukan salah satu seleb di infotainment televisi.