webnovel

Nasib Dewi

"Dewiiiiii!!!" hardik Arganta begitu memasuki apartemennya di Jagakarsa. Ya, apartemen ini adalah apartemen rahasia miliknya yang sengaja dibelinya agar lebih mudah bertemu dengan Dewi. Tidak ada satupun keluarganya yang tahu. Dewi selalu merengek ingin bertemu dan tidak puas kalau hanya bertemu di hotel. Apartemen ini baru dimilikinya sekitar dua bulan, rencananya hanya ingin digunakan sekali-kali saja, tak disangka gara-gara ulah Aditya dia kehilangan istrinya yang kaya-raya dan akhirnya tinggal permanen disini dengan Dewi yang bisanya hanya berfoya-foya menghabiskan uang untuk kesenangan diri dan perawatan diri walaupun hasilnya membuat Arganta senang. Baru beberapa hari bersama Dewi saja, uangnya sudah berkurang banyak, kebutuhan wanita itu seakan tidak pernah habis. Apalagi mengikuti nafsu membunuh wanita itu memburu Raissa, ratusan juta habis dalam sekejap untuk membayar pembunuh bayaran. Terakhir membayar si pengebom. Walaupun menurut Dewi ia hanya membayar setengah harga karena Dewi juga turut mengambil bagian dalam memancing Briptu Agus ke rumah terpencil dimana bom tersebut akan meledak. Saat ini Arganta gelisah dan marah besar pada Dewi karena kecerobohannya. "Dewii!! di mana kamu!!" seru Arganta sambil membuka pintu kamar Dewi. Dewi sedang asyik maskeran, wajahnya tertutup cairan lengket berwarna kehijauan yang mulai mengering dan kedua matanya tertutup irisan mentimun yang besar. Disebelahnya seorang wanita paruh baya berseragam sedang memijat lengannya. "Aduuh ada apa sih marah-marah? aku sedang perawatan mas!" kata Dewi. "Sudah lihat berita pagi ini?" kata Arganta dengan nada rendah. "Oh itu, ada fotoku disana, tapi kan tidak terlihat seperti aku! sudah, jangan khawatir! orang tak akan tahu kalau kita adalah dalang pengeboman itu! sudah ah!! tidak usah diributkan, aku sedang dipijit nih!! sebentar lagi mau luluran!! bayangan ganti baju di toilet kecil, jorok,bau di pom bensin itu ingin kuhilangkan dari ingatanku!! hhhhiihh!!" kata Dewi sambil bergidik, maskernya agak retak karena gerakan wajahnya dan tubuhnya. "Dewi!!! kita sedang tidak sendirian!!" seru Arganta tertahan dan luar biasa marah pada wanita di depannya. "Kenap? ada Tatiek? jangan khawatir, dia ini kepercayaanku, sudah 20 tahun melayaniku!! Tiek..kamu rahasiakan semua pembicaraan ini, ngerti?!"kata Dewi masih menggunakan mentimun dimatanya. "iya Bu.." kata Tatiek, ia tersenyum licik sambil menyembunyikan wajahnya agar tidak terlihat Arganta. Tetap Arganta melihatnya dan tahu Tatiek mempunyai rencana jahat terhadap Dewi. "Baiklah!" kata Arganta pendek dan segera keluar dari tempat itu, ia juga punya rencana. "Waahh, bapak manut banget sama ibu ya?" kata Tatiek. "Iya dong Tiek..harus itu, kita jadi perempuan jangan mau disetir lelaki! kita porotin aja duitnya laki hahahaha..." kata Dewi. "Siap Bu, anu..Bu.. uang tutup mulutnya tambah lagi dong Bu! ini kan berita besar.. mulut saya suka tiba-tiba suka bergetar sendiri gitu Bu!! Harus dikunci!! " pinta Tatiek yang memang mengetahui hampir sebagian besar rahasia kejahatan Dewi. "Gampang itu!! Selesai lulur langsung aku transfer! Dah, ayo dong pijatnya yang lebih keras lagi.. pegel!!" kata Dewi. "Siiaaapppp" kata Tatiek semangat akan mendapatkan tambahan lagi, mereka tidak tahu Arganta masih menguping. Hati Arganta panas. "Dasar ularrr!! pelayanan tidak seberapa malah mahal pemeliharaannya. Kuganti dengan anak gadis ingusan saja!!! buat apa piara nenek-nenek!! Hah!! aku tau aku harus apa!!" kata Arganta dalam hati. Ia masuk ke kamarnya, membuka sebuah brankas yang hanya ia yang tahu kuncinya. Didalamnya ada sebuah pistol dengan peredam suara, ia mengisi pelurunya, mengokangnya dan ia pun siap. Ya Arganta bersiap membunuh kedua wanita itu. Keduanya tak berguna lagi baginya. Ia mempertahankan Dewi dengan maksud mengontrol Aditya, tetap ternyata Dewi tidak dihormati oleh kedua anaknya, jadi buat apa ia mempertahankan Dewi? Kalau hanya wanita, masih banyak yang bisa ia dapatkan dengan biaya perawatan tidak sampai seperempat dari yang ia keluarkan untuk Dewi. Arganta berencana membunuh kedua wanita yang ada di dalam kamar tersebut, dua-duanya sama-sama licik. Untuk Arganta nyawa keduanya sama-sama tidak berarti lagi. Bagi Arganta seseorang hanya berarti bila mempunyai kegunaan dan keuntungan untuknya. Arganta berjalan tanpa memakai sepatu, di atas karpet tebal yang memenuhi seluruh lantai apartemen kecuali dapur dan kamar mandi, langkah Arganta sama sekali tak terdengar, Ia membuka pintu dengan cepat, menembakkan pistolnya pada Tatiek dan Dewi tepat di dada mereka. Sayangnya keduanya tidak langsung mati. Tatiek berusaha bangun tetapi langsung disambut dengan peluru kedua yang menembus kepalanya, ia tewas seketika. Mentimun yang ada di mata Dewi terjatuh, ia terbelalak sambil memegangi dadanya yang berlumuran darah. "Kenapa.. kenapa .." kata Dewi terbata-bata tak percaya dengan pengkhianatan Arganta. "Aku bosan denganmu nenek tua! kau bodoh! selamat tinggal, sampai jumpa di neraka!!!" seru Arganta lalu menembak Dewi hingga pelurunya habis. Arganta menendang Dewi yang sudah tidak bernyawa. Setelah puas ia menelepon seseorang. "Bersihkan kekacauan ini, bakar seluruh apartemen kalau perlu!" kata Arganta lalu menutup telepon. Ia bergegas ke kamarnya mengambil sisa harta berharga di brankas dan pergi dari tempat itu selamanya tanpa menengok lagi. Ia pergi ke apartemennya yang lain lagi, dan menyerahkan segala urusan pembersihan bukti pada orang bayarannya yang sudah dipercaya puluhan tahun.

Sementara itu di klinik Raissa baru saja menyelesaikan shift paginya. Ia tahu harus pulang tapi rasanya ia ingin sekali pergi ke tempat lain. Apartemen Aditya sangat indah, tetapi Raissa merasa terkurung juga lama-lama. Berbeda dengan Peni yang sangat kerasan, tetapi akhir-akhir ini malamnya kebanyakan dihabiskan menemani Briptu Agus di RS. Ketika hendak berganti baju ia bertemu Bu Ade. "Sudah mau pulang Raissa? tidak bareng Pak Aditya? sepertinya sudah akan pulang juga." kata Bu Ade. "Oya? baiklah saya akan ke atas, terimakasih Bu Ade, Bu Ade mau kemana?" tanya Raissa sambil berpikir akan meminta Aditya menemaninya jalan-jalan dulu sebelum pulang, walaupun hanya di dalam mobil paling tidak ada yang dilihat sebelum kembali ke rumah. "Mau ke lab, aku mau kasih sampel kotoranku untuk medical check up pra pensiun. Seharusnya besok pagi, tapi kalau dipaksa begitu malah tidak mau keluar dan akhirnya aku malah kembung." kata Bu Ade sambil tertawa malu. "Hahaha iya benar juga loh Bu! saya juga kalau dipaksa malah tidak bisa. Tapi kalau tidak disuruh malah mules sendiri." kata Raissa sambil tertawa. " Iyaakaaan, memang gitu, bingung saya juga. Sudahlah, nanti kamu selisih jalan dengan Aditya, ayo cepat ke atas." kata Bu Ade. "Baik Bu, terimakasih infonya ya." kata Raissa. "Dengan senang hati Sa!" kata Bu Ade dan melanjutkan perjalanan ke lab. Raissa berganti baju dan langsung berlari ke elevator menuju ruangan Aditya. Untungnya Aditya belum pergi. Melihat kemunculan Raissa, Aditya langsung sumringah. "Hai Sayang, mau pulang?" Sapa Aditya. "Iya mas, bareng yukk.. tapi aku bosan nih di rumah terus.. jalan-jalan dulu puter- puter tol dalam kota juga gak apa kok mas" pinta Raissa memelas. "Duuhh.. kasihan yayang aku ini! bosen banget yaa?" kata Aditya sambil mencubit hidung Raissa gemas. "Sebenarnya gak bosan sih mas, apartemennya mas itu bagus banget, cuma aku merasa terkurung saja." jawab Raissa. "Pas kalo begitu, barusan aku bicara dengan bodyguardmu, Marco akan mengikuti kita ke rumahku." kata Aditya. "Ke rumah mu? mmm.. ibumu sudah tidak ada ya? hmmm.." kata Raissa ragu. "Pergi dia, entah kemana, itulah yang berusaha kami cari, saat ini Alex, Aleisha, Satya, Karina dan Stefan sedang mencari Ibu dan paman Arganta, mereka menjadikan ruang kerjaku base camp, ayolah ke rumahku, kita bantu mereka. Lagipula sudah saatnya kau berkenalan dengan sepupuku yang lain selain Alex dan Satya. Demikian juga dengan kakak dan kakak ipar ku. Gimana, berani terima tantangan?" tanya Aditya. "Siapa takuutt! ayoo!" kata Raissa dahal sebenarnya dalam hati deg-degan juga. "Ayoo!" kata Aditya lalu menggandeng Raissa dan keluar ruangan sambil bercanda mesra, tanpa sadar diperhatikan oleh Marisa, Eki dan Lira. "Pacaran kok di kantor!" kata Marisa sewot lalu menunduk melanjutkan pekerjaannya. Lira dan Eki hanya beradu pandang. Mereka tahu Marisa menaruh hati pada Aditya tetapi bertepuk sebelah tangan. "Udah.. kalo jodoh gak kemana kok!" kata Lira. "Iya Mar, biarin aja, siapa tahu cuma sesaat aja." kata Eki. "Makasih teman-teman, tapi aku mau mundur saja, biar saja Raissa yang maju. Gak kuat aku melawan anggota keluarga Bhagaskara!" kata Marisa teringat ancaman Aditya dan dinginnya ibu Dewi ketika bertemu dengannya. Lira dan Eki hanya bisa garuk kela.binfung melihat temannya yang tiba-tiba menyerah. Dan akhirnya merekapun mengangkat bahu dan kembali bekerja.

Dua Puluh menit kemudian, mobil Aditya sudah memasuki parkiran rumah mewahnya. Raissa takjub dengan megahnya rumah itu. Ia memasuki rumah itu sambil digandeng Aditya. Terus masuk hingga sampai di ruang kerja Aditya. "Dibalik pintu ini ruang kerjaku, biasanya rapi, tapi sekarang lagi jadi base camp jadi ya agak berantakan gitu.." kata Aditya sambil nyengir malu lalu membuka pintu. "Lihat siapa yang kubawa!" kata Aditya pada keluarganya yang sedang sibuk di ruang kerjanya. Mereka serempak mengangkat kepala. "Hai Raissa!" sapa Satya. "Hai Raissa kita ketemu lagi, ini suamiku Stefan, kalau Rangga lagi les piano." kata Karina. Raissa menyapa kembali sambil melakukan tangan. Lalu Aleisha datang mendekati Raissa dan mengulurkan tangannya. "Hai Raissa, aku Aleisha adik Alex. Makasih sudah menaklukan hati Aditya sehingga ia nekat merubah struktur kepemimpinan di keluarga Bhagaskara."kata Aleisha. Muka Raissa memerah, "Wah, saya bukan wanita penakluk loh!!" kata Raissa. "Hahaha, eh Asya tidak ikut?" tanya Aleisha. "Belum bisa ikut karena shift sore dia." jawab Raissa. Aleisha hanya manggut-manggut lalu berpaling pada Alex. "Alex!! kapan kau akan membawa Asya pada kami! Raissa saja berani kesini! Pernikahanmu kan tinggal 2 bulan lagi!" seru Aleisha. "Kalian minta maaf dulu sama Asya baru aku mau membawa Asya kesini, kan kalian yang paling sewot waktu aku dan Asya tunangan." kata Alex cuek. Karina dan Aleisha berpandangan, lalu menunduk, mereka memang yang paling menentang, tetapi itu dulu sebelum mereka mengetahui rencana Aditya. "Maafkan kami dong Lex, juga Raissa, waktu itu aku sempat berbicara padamu jangan sampai jatuh cinta pada Aditya. Dulu pikiran kami masih sempit!" kata Karina tulus pda Alex dan Raissa. "Tidak masalah, aku jamin Asya pasti senang mendengarnya." kata Raissa. "Besok aku mau bawa Asya bertemu Ibu, Ibu yang minta. Aleisha dan Karina datang saja, kalau ibu mulai macam-macam, kalian dukung Asya ya!" kata Alex. "siaaap!" keduanya menyahut kompak. Aditya melirik jam dan berkata, "Baiklah, aku punya cara supaya pencarian kita cepat berhasil! sebenarnya ini caranya briptu Shinta. Barusan saja ia menghubungiku. Ia sedang kemari bersama Agustine." kata Aditya. Raissa langsung paham apa yang dimaksudkan dengan cara cepat Aditya begitu menyebut Agustine. "Oh mereka mau membantu kita? siapa Agustine?" tanya Satya. "Kakak kembar Briptu Agus, punya Indra keenam konon kabarnya." kata Raissa. "Hah? bisa lihat hantu?" tanya Satya mulai mengkeret. "Mmm.. gak tahu ya bisa lihat apa gak, yang jelas waktu briptu Agus kenapa -kenapa, Agustine langsung tahu, kebetulan sedang bersamaku saat itu. Jadi aku lihat sendiri." kata Raissa. "Serius itu, beneran kah?" tanya Stefan skeptis. "Mas yakin Agustine bisa membantu? Karena Briptu Agus kan memang kembarannya, biasanya anak kembar kan emang ada ikatan batinnya gitu mas. Kalau dengan ibumu kan tidak ada hubungan? Memangnya mereka saling mengenal?" tanya Raissa bingung. "Tidak ada hubungan bahkan kenalan, tapi Agustine bilang dia bisa melihat kalau ada di dekat barang kepunyaan ibuku atau ruangan yang biasanya ditempatinya. Nah berhubung ibu sudah pindah dan sebagian besar barangnya dibawa, kita hanya punya ruangan tempat ibu menghabiskan banyak waktunya, yaitu rumah ini, tepatnya kamar tidurnya." kata Aditya. "Yah kalau kau pikir cara ini bisa berhasil.. silahkan saja" kata Alex, ia juga Skeptis. "Mereka sudah di depan.." kata Aditya lalu meraih tangan Raissa dan menggandengnya ke depan menyambut Briptu Shinta dan Agustine. Karina dan Stefan langsung menyusul diikuti Alex, Aleisha dan Satya. Semuanya penasaran. Agustine dan Briptu Shinta turun dari mobil di sambut Aditya dan Raissa. Setelah berkenalan dan bertukar sapa, mereka semua menuju kamar Dewi. Kamarnya sudah di rapikan oleh asisten rumah tangga mereka. Tetapi bau ruangan itu seperti yang diingat Karina. "Seperti ibu masih disini. Wangi parfumnya masih terasa." kata Karina sambil tertawa. Dia tahu ibunya pasti bersama paman Arganta. Agustine mengelilingi kamar yang luas itu. Tiba-tiba ia tersentak. "Apartemen Jagakarsa tower B, penthouse! cepatt sudah mulai terbakar... eeh tapi.. ibumu sudah tiada.. dan ada wanita satu lagi juga tewas bersamanya!!" seru Agustine dan ia terus meracau tentang kebakaran dan wanita lain yang tewas. Raissa, Karina, Stefan, Aleisha, Alex dan Satya terapan melihat Agustine. Briptu Shinta dan Aditya langsung beraksi. Mereka memanggil bantuan. "Siapa.. siapa lagi yang ada disana?" tanya Aleisha. "Tidak ada, aku tidak melihat siapa-siapa, hanya dua wanita yang tewas itu saja dan mereka akan segera terbakar." kata Agustine. "Aku sudah menelepon ke gedungnya, mereka akan segera memeriksa. Aku masih menunggu laporan mereka" kata Aditya. "Aku udah memanggil pemadam kebakaran. Tapi aku harus kesana juga, Agustine kau bisa pulang sendiri? aku sepertinya akan lama." kata Briptu Shinta. "Kami akan mengantarnya, setelah itu akan menyusul kesana." kata Aditya. Semua saudara-saudaranya mengangguk setuju. "Aku akan menjemput Rangga dulu baru menyusul kesana." kata Karina agak terpukul. Walaupun hubungannya dengan Dewi tidak seperti ibu Ani umumnya tetap Karina selalu merindukan kasih sayang dan persetujuan ibunya. Seumur hidupnya dia habiskan memuaskan ibunya yang tidak pernah puas dengan Karina. Satu persatu mereka menaiki mobil masing-masing dan beranjak dari rumah Aditya. "Mas, aku ikut ya? aku di mobil saja, ada Marco yang menjagaku." kata Raissa. "Baiklah, ayo kita antar Agustine dulu." kata Aditya dan mobilpun bergerak ke arah RS tempat briptu Agus dirawat karena Agustine ingin diturunkan disitu saja, lagipula arahnya sejalan dengan apartemen Jagakarsa.