webnovel

Mona oh Mona

Sepulang joging Raissa masih merasa tidak enak badan, bahkan sepertinya agak demam ia meminum suplemen vitamin dan obat penurun demam setelah sarapan, berharap untuk mengembalikan kesehatannya seperti sedia kala. "Mungkin kurang tidur semalam" pikir Raissa. Ia juga tidak memberitahu Aditya kondisinya yang menurun walaupun Aditya menelepon pagi ini untuk menanyakan keadaannya pagi ini setelah peristiwa semalam. Raissa kembali mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak perlu ke dokter Akhirnya Aditya menyerah dan membicarakan rencana nanti malam, tetapi karena jadwal Aditya yang sibuk mereka tidak bisa lama-lama mengobrol. Setelah Aditya menelepon, Raissa mencoba beristirahat kembali, bangun-bangun ternyata waktu sudah menunjukan jam 4 sore. Raissa kaget dan langsung membereskan rumah, ia melewatkan makan siang, tetapi anehnya Raissa tidak terlalu berselera makan. Demi menjaga kesehatannya ia memakan sepotong roti lalu ia mandi dan bersiap-siap berangkat bekerja. Peni pulang ketika Raissa sedang bersiap untuk berangkat. "Hai Sa, siap? ceritain ya ntar gimana.. duuh aku kesulitan banget gak ngomong sama siapa-siapa, tapi sepanjang hari ini aku mencari-cari tambahan kamera yang dipasang IT tidak ketemu loh, semuanya seperti biasa." kata Peni. " Justru harus tidak ketahuan Pen, kalau kamu tahu berarti siapapun pencurinya pasti tahu juga." kata Raissa. "Iya ya, betul juga,..semoga pelakunya tertangkap.. Oya, hari ini Asih benar-benar tidak terlihat. Aku tanya sama si Somad dan Samsul tapi mereka juga ga ada yang lihat hari ini, padahal sampai mereka tutup jam 6 sore kemarin si Asih masih keliaran nyari suaminya dan yang lebih menggemparkan, tadi Pak Aditya jalan-jalan disekitar pedagang kaki lima, ditemani Bu Ade! Marissa yang kebetulan lagi makan Mie ayam di tempatnya Somad juga sampai keselek tau gak!! wahahaha...bingung mereka semua. Udah gitu tu cewek sok kecentilan nanya-nanya segala, trus pak Aditya cuma bilang,' bukan urusan anda!' wahahahhaha tau rasa tuh si Marisa!" kata Peni sambil tertawa geli. "Oya? Mas Aditya mencari Asih juga?" tanya Raissa. "Jelas Sa, cuma dia tidak terus terang, ujung-ujungnya beli es podeng berdua sama Bu Ade.Trus balik lagi deh ke kantornya. Segitunya buat keselamatanmu Sa! hebat pacarmu Sa! Babang Briptu juga aku yakin kayak gitu, hhh.. kangen aku sama Briptu Agus!" kata Peni. Raissa hanya tertawa, "Kan kamu udah punya nomor ponselnya, telpon atau kirim pesan aja Pen. Zaman sekarang cewek agresif juga wajar!" kata Raissa. "Iya ya.. Aku mandi dulu ah, tapi ga usah makan dulu, siapa tahu diajak makan malam bareng.. heheheh.." kata Peni. "Ckckck.. optimis bgt, tapi bagus! semoga berhasil! Aku berangkat dulu yaa!" kata Raissa. Peni melambai lalu menghilang ke dalam kamar mandi. Raissa keluar dan mengunci pintu depan dari luar, lalu berangkat kerja.

Sesampainya di tempat kerja, Rissa berpapasan dengan Mira yang hendak pulang. "Siap Sa? jangan lupa ganti obat pak Aditya dengan vitamin ya!" kata Mira mewanti-wanti. "Siap kak!" kata Raissa. "Memangnya aku mau mencelakai pacarku sendiri?" pikir Raissa sambil tersenyum pada Mira. Raissa masuk ke IGD dan menemukan Mona juga sudah siap bekerja, tinggal dr. Dennis yang belum datang. Tak lama kemudian semua personel lengkap dan seperti biasa mereka bersiap makan malam bersama. Anehnya mereka semua membawa tas kecil bersama mereka. "Barang berharga heheheh.." jelas Barto sambil menepuk tas pinggang kecil di pinggangnya. "Sama Bang, aku juga bawa dompetku di balik jas dokter ini." kata dr. Dennis. "Aku juga bawa!" kata Mona memamerkan tas yang biasanya untuk ponsel, dan bisa dikalungkan di leher. "eits.. pada bawa semua ni.. aku juga ga mau kalah dong!" kata pak Wani memamerkan tas pinggangnya. "Kamu juga bawa Sa?" tanya Yuda sambil menepuk tas pinggangnya yang biasanya dipakai untuk menaruh ponsel saat sedang berolahraga. "Bawa dong, eh punya kita mirip Yud, tapi aku punya warna kuning. Punyamu merah." kata Raissa. "Tapi sedih juga ya, berarti kita tidak percaya sama teman-teman kita sendiri." kata Yuda dengan sedih. "Tapi kan bukan berarti salah satu dari kita yang mencuri Yud, klinik kita kan terbuka untuk umum juga." kata Raissa. "Iya, memang harus hati-hati sih, kita saja yang selama ini terlalu nyaman sehingga lengah. Jangankan orang lain, sesama kita juga mungkin akan tergoda kalau lihat dompet tergeletak nganggur. Kita kan tidak tahu kondisi teman kita, siapa tahu dia memang sedang butuh uang. Maksudku .. kita sendiri juga jangan menciptakan kesempatan itu. Aku gak nuduh kalian lo yaa..Hanya mengajak lebih berhati-hati." kata dr. Dennis. "Mantap nih kata-katanya pak dokter. Setuju dok!" kata Barto. Yang lainnya hanya diam dan melanjutkan makan malam mereka. Setelah makan malam yang tidak sehangat biasanya, mereka kembali menjalankan aktivitas pekerjaan mereka. Pasien demi pasien berdatangan, Raissa mulai gelisah kapan Aditya akan datang, ceritanya Aditya akan pura-pura lembur dan mampir ke IGD karena maagnya kumat lagi. Hari ini pasien agak banyak, datangnya pun dua atau tiga sekaligus. Kebanyakan batuk dan pilek, apalagi cuaca di luar kurang bersahabat, kadang panas terik, kadang hujan lebat membuat banyak orang terserang radang tenggorokan.

Saat pasien yang mengantri masih ada dua orang lagi, Aditya datang dengan merintih-rintih. Otomatis semua tenaga medis langsung menangani Aditya, karena dua pasien yang mengantri keluhannya hanya radang tenggorokan. "Raissa ikut saya tangani pak Aditya, Mona cek pasien yang lainnya, ukur suhu dan tekanan darah dulu. Saya akan segera menangani mereka begitu selesai dengan Pak Aditya!" seru dr. Dennis. "Siap dok!" kata Mona. Tepat ketika Mona hendak beranjak, Aditya menjatuhkan amplop coklat tebal dan lembaran-lembaran dollar berceceran di lantai. Kedua pasien yang masih menunggu, Mona, Raissa dan dr. Dennis melongo melihat uang seratus dollaran berceceran. Mungkin kalau di total bisa sampai 5000 dollar. "Aduh maaf, barusan dari money changer di lantai 5, belum sempat balik ke kantor, maag saya kumat,, adduuhh..." kata Aditya dengan akting nyeri ulu hatinya. "Biar saya bantu kumpulkan pak."Kata Mona sambil berjongkok dan cepat-cepat mengumpulkan ceceran uang tersebut. Raissa dan dr. Dennis meninggalkannya dan menuntun Aditya ke ruang tindakan. Dr. Dennis langsung memeriksa dibantu Raissa. Lalu dr. Dennis meminta Raissa menyiapkan obat dan memasukan obat tersebut secara intravena agar cepat bereaksi. Sementara Raissa pura-pura menyiapkan obat yang dimaksud oleh dr. Dennis. "Pak Aditya obatnya melalui suntikan ke Vena bapak ya, nanti Raissa yang akan menyuntikkannya. Saya akan memeriksa kondisi bapak setengah jam setelah di suntik." kata dr. Dennis. Aditya hanya mengangguk masih pura-pura lemah dan kesakitan. Setelah dr. Dennis keluar, Raissa berbisik, "Mas bohongan kan sakitnya, kalau sakit beneran aku gak ganti obatnya dengan vitamin."

"Bohongan, bagus kan aktingnya?" tanya Aditya. "Meyakinkan sekali!" kata Raissa sambil melanjutkan membuka 1 ampule vitamin c lalu menyuntikkannya pada Aditya.

"Enak disuntik sama kamu, gak berasa, ga sakit. Kamu hebat sayang!" Puji Aditya. "Latihan terus-menerus, makanya luwes. Mas itu uang sebanyak itu apa gak sayang buat pancingan?" tanya Raissa. "Gak apa-apa, itu uang sudah ada microchipnya, bisa dilacak, nomor serinya pun tercatat." kata Aditya. " Oh baiklaahh, semoga jebakannya berhasil yaa." kata Raissa. "Sudahlah tidak usah dipikirkan" ujar Aditya sambil berbisik pada Raissa, "Mana coba lihat memar yang dibuat Asih? siang ini aku mencarinya ya, tapi tidak ketemu." Aditya menarik lengan Raissa dan menarik keatas lengan baju seragamnya yang hanya menutupi tiga perempat bagian lengannya. "Wah, parah juga memarnya, di kaki juga ada ya sayang? Tidak diobati?" tanya Aditya sambil mengusap lengan Raissa. "Tidak apa-apa, nanti juga hilang sendiri, ada sih cream gel untuk memar, tapi tidak usahlah, mirip-mirip saja kok sembuhnya sama tidak pakai obat. Lagipula dari dulu aku memang gampang memar." kata Raissa. "Kok hangat badanmu sayang?" tanya Aditya, lalu mengambil termometer inframerah di samping tempat tidur pasien dan menembakkannya pada dahi Raissa. "37,4°c, agak demam, apa kamu yang harus istirahat?" kata Aditya khawatir. "Tidak apa-apa, ini hanya reaksi tubuh, namanya juga habis dipukuli. Besok aku bisa tidur seharian. Kita kan punya pekerjaan penting malam ini, menangkap pencuri!" kata Raissa sambil menepuk-nepuk pipi Aditya. Aditya mengecup jari Raissa dan menahan tangan Raissa di pipinya. "Jaga kesehatanmu sayang.." bisiknya. "Iya, kupikir aku butuh cuti beberapa hari, sepertinya sudah lelah badanku, lagipula aku kangen mamah dan papah di Bandung." kata Raissa sambil duduk di sebelah Aditya. "Cutilah, refreshing, mau berapa hari ke Bandung? Nanti aku usahakan mampir ya? aku juga ingin kenal orangtuamu." kata Aditya. "Benar? boleh, aku ingin cuti 3-4 hari saja tidak usah lama-lama." kata Raissa. "Baiklah, nanti hari terkahir kamu di Bandung aku kesana, jadi nanti pulangnya bareng aku saja." kata Aditya. "Jemput ni ceritanya? awww.. mas Baek banget sihhh!" kata Raissa sambil mencubit pipi Aditya. Aditya balas mencubit hidungnya. Mereka sudah mulai main gelitik-gelitikan ketika langkah dr. Dennis terdengar. Cepat-cepat mereka melepaskan pegangan, dan Raissa berdiri tegak, sedangkan Aditya berbaring dan kembali berpura-pura lemas. "Sudah masuk obatnya Sa?" tanya dr. Dennis. "Sudah dok, sudah lumayan baikan juga sepertinya." kata Raissa. "Hmm ya, bagus. Istirahat dulu disini pak, kalau sudah benar-benar enakan baru boleh pulang, beneran pulang ya pak, jangan kerja lagi!" kata dr. Dennis sambil tersenyum. "Haduh dok, bagaimana aku bisa mensejahterakan karyawan-karyawan kalau aku disuruh istirahat terus?" kata Aditya pura-pura kesal. "Hahaha, Bapak ini adalah CEO paling berdedikasi tinggi yang saya tahu Pak, dan pekerja keras. Tapi bapak juga harus jaga kesehatan." kata dr. Dennis."Baik dok, Oya uang saya barusan ada dimana ya dok?"tanya Aditya. "Oh iya, tadi disimpan Mona, sebentar saya minta Mona bawakan kemari." kata dr. Dennis. "Siap dok, terimakasih banyak bantuannya." kata Aditya. "Dengan senang hati pak Aditya." kata dr. Dennis lalu menoleh ke arah Raissa. "Sa, temani pak Aditya dulunya, aku ada satu pasien lagi di luar. " kata dr. Dennis. "Panggil kalau butuh bantuan ya dok." kata Raissa. "Gampang, aku dan Mona bisa kok mengatasinya, lagian pasiennya cuma batuk dan pilek. Untung stok obatnya banyak untuk batuk pilek. Kamu tambahin ya Sa? biasanya cuma stok 5 per malam." kata dr. Dennis. " Iya dok, habisnya lagi musim ga jelas gini." kata Raissa. Dr. Dennis mengacungkan jempol tanda setuju lalu keluar ruangan. "Jadi perawat jaga malam sekalian jadi cenayang juga ya Sa? Harus bisa kira-kira pasien yang datang sakit apa." kata Aditya bercanda. "Hahaha, tidak juga dok, saya cuma lihat prakiraan cuaca seminggu terakhir kok. Habis ini yang harus disiapkan adalah obat demam, dan pasti banyak yang akan cek darah biasanya anak-anak, kalau masuk musim hujan mulai deh.. DBD, tipus, dkk..heheheh" kata Raissa. "Hebat nih sayangnya mas.." kata Aditya kembali meraih lengan Raissa dan menggenggam tangannya. Raissa cepat-cepat menariknya, "sebentar lagi Mona datang Mas, nanti kelihatan. Ngomong-ngomong, mas tahu tidak cctvnya dimana? tidak ada di ruangan ini kan?" tanya Raissa baru sadar. "Tidak ada, ada di luar semua. Nanti menyalahi hak asasi manusia kalau dipasang di ruangan tindakan seperti ini." kata Aditya. Tidak lama kemudian Mona masuk dan menyerahkan amplop. "Ini pak, tapi maaf ni pak, barusan saya hitung kok jumlahnya ganjil ya?" tanya Mona. "Berapa jumlah setelah kamu hitung?"selidik Aditya. "saya hitung ada 2700 dollar pak." kata Mona. Tidak ada sedikitpun rasa takut atau gugup dalam suaranya. "Hmmm ,seharusnya ada 3000 totalnya." kata Aditya. Wah, saya tidak mengambil ya pak, bapak boleh periksa semua kantong saya dan cctv pak." kata Mona dengan yakin. Aditya hanya menelengkan kepalanya. "Eh.. mungkin tercecer, pasien yang tadi masih ada Mon?" tanya Raissa. Mona menggeleng. "Atau mungkin tercecer. kita coba cari dulu yuk?" kata Raissa, malah jadi dia yang salah tingkah karena Mona benar-benar seperti tidak bersalah. "Baiklah tapi tadi aku sudah menyisir ruangan dua kali sa." kata Mona. Lalu dr. Dennis masuk, "Ada apa?" tanyanya. "Uangnya kurang 300 dollar dok." kata Mona. "Aduh kejadian lagi! kita coba cari dulu, lalu kita buka tas kita masing-masing!" kata dr. Dennis mulai kesal dengan pencuri uang ini. Merekapun menyisir ruangan, bahkan saling memeriksa tas masing-masing, lalu saku seragam masing-masing. Raissa jadi ragu apa jangan-jangan bukan Mona. Kalau bukan Mona siapa? Raissa bingung. Mereka kembali ke ruangan tempat Aditya berisitirahat. "Maaf pak, kami belum menemukan uang bapak." kata dr.Dennis benar-benar tidak enak hati. "Sudah tidak usah dipikirkan, uang 309 dollar untukku masih belum seberapa, tetapi akan meresahkan kalau sampai ada pencuri disini. Besok saya akan minta IT mengecek cctv, haduuh ulu hati saya jadi nyeri lagi..." kata Aditya. "Eh istirahat dulu pak.. maaf jadi nambah-nambah pikiran bapak." kata dr. Dennis, ia merasa sangat bertanggung jawab. Akhirnya Mona dan dr. Dennis keluar sedangkan Raissa masih menemani Aditya. "Mas, aku dari kemarin curiganya sama Mona, tapi kok tadi sepertinya dia tidak bersalah ya?" kata Raissa mulai ragu. "Perlu banyak belajar kamu sayang.. sepertinya anak itu sudah terlatih, karena itu cctv yang disembunyikan pak Rizal adalah senjata rahasia kita. Pasti akan ketahuan siapa yang mengambil uangnya." kata Aditya. "Hmmm, baiklah." kata Raissa dengan ragu. "Sudah jangan dipikirkan, tetap waspada ya?" dan Raissa pun tersenyum lalu mengangguk. "Aku harus pulang, masih ada riset yang harus kukerjakan." kata Aditya. "Riset apa Mas?" tanya Raissa. " Aku ingin membuat Bhagaskara Medika berkembang menjadi Rumah Sakit Internasional, langkah awalnya adalah membeli lahan yang dibelakang gedung. Harganya masih selangit, aku sedang melakukan riset supaya bisa memberi penawaran yang masuk akal." kata Aditya. "Wow ide yang bagus, aku percaya kalau sama Mas pasti bisa! semangat!!" kata Raissa. Aditya mengacak rambut Raissa lalu mengecup pipinya. "Aku pulang dulu. Ketemu besok pagi ya?" kata Aditya. "Sampai besok pagi, jangan riset sampai terlalu malam ya Mas." kata Raissa. Kali ini giliran Aditya yang mengangguk.

Sepulangnya Aditya, dr. Dennis memanggil Raissa dan Mona. "Uang Pak Aditya masih hilang, sebagai penanggung jawab, aku merasa tidak enak. Apa kita ganti saja dulu uangnya?" kata dr. Dennis. "300 dollar itu banyak dok, aku terus terang tidak punya uang sebanyak itu, kalaupun patungan aku tidak yakin punya uang yang bisa kusisihkan, aku masih baru dan banyak kebutuhan! gaji perawat juga tidak sebesar gaji dokter." seru Mona mulai emosi. "Hei..hei.. jangan emosi dulu Mona, sabar.." kata Raissa. "Habis bagaimana lagi, aku sudah lumayan tersinggung waktu dokter meminta untuk memeriksa seluruh tas kita, aku bukan pencuri!" seru Mona. "Maaf Mona, aku hanya ingin menyingkirkan segala prasangka, hanya kita bertiga yang ada saat itu selain dua pasien yang sedang menunggu, tapi kamu bilang mereka sama sekali tidak mendekati atau membantumu mengumpulkan uangnya, lalu siapa lagi? Bang Barto, Yuda atau Pak Wani tidak ada di tempat kejadian. Masa ada tuyul sih!" kata dr. Dennis. "Jadi dokter mencurigai kami?" kali ini Mona benar-benar emosi. "Ya sekarang tidak lagi, kan sudah diperiksa saku dan tas masing-masing, tidak ada uang dollar didalam sana. Kan tadi sudah kubilang, aku hanya ingin menghilangkan prasangka bukan menuduhmu Mona! kamu kok malah cari gara-gara sih!" nada bicara dr. Dennis mulai naik juga. "Tenang.. tenang, duh aku butuh Asya kalau buat jadi penengah seperti ini! baiklah.. kita kan sama-sama dengar Pak Aditya, besok beliau akan memeriksa cctv. Kita tunggu saja hasilnya." kata Raissa. "Tapi tetap saja dokter tidak percaya pada kita kak!" kata Mona masih emosi. dr. Dennis memilih diam daripada tersulut emosi. "Sudah, itu kan hak dokter Mon, tiap orang bebas beropini, yang penting sekarang kita kerja tetap profesional dan tetap waspada!" kata Raissa. "Nah, kalau kakak sendiri bagaimana? apa pendapat kakak? bahwa salah satu dari kita juga pencuri? Kakak menuduh aku pencuri juga?" seru Mona. "kok kamu jadi drama gini sih Mon? tunggu besok hasil cctv, sekarang kembali bekerja." kata Raissa tegas dan berusaha tidak terpancing oleh Mona. "oohh.. jadi kalian berdua bersekongkol yaa? sudahlah! aku mau ke tempat Yuda saja, kalau ada pasien panggil aku disana atau di tempat Bang Barto!!" kata Mona sambil pergi dengan menghentakkan kakinya kuat kuat seperti anak kecil yang ngambek. "Hei, kita sedang jaga IGD!!" Bentak dr. Dennis tetapi tidak dihiraukan Mona dan malah ngeloyor pergi. "Anak itu!!!" kata dr. Dennis dengan geram. "Sudah dok, biarkan saja." kata Raissa. "Kamu juga marah Sa?" tanya dr. Dennis. "Tidak, sedikit tersinggung mungkin, tapi aku mengerti kok kenapa dokter melakukan itu. Aku juga akan melakukan hal serupa kalau di posisi dokter." kata Raissa. "Ya kan? heran kenapa tu anak tiba-tiba ngambek kayak gitu, kayak anak kecil banget!" kata dr. Dennis sebal. Seorang pasien datang membuat percakapan mereka terhenti. "Tuh ada pasien, panggil si kecil kesini Sa!" kata dr. Dennis. " Raissa menelepon Yuda mencari Mona. "Sa, kata Mona dia tidak mau kembali kecuali dr. Dennis datang dan minta maaf." kata Yuda. "Ha? emangnya ini TK apa? duh ribet amat ni anak. Ogah ah!! Mending ngurusin pasien daripada ngegedein ego anak kecil!" kata dr. Dennis kesal. Alhasil semalaman Raissa bekerja sendirian karena Mona tidak mau kembali. "Lihat saja, besok pagi kuadukan kak Mira! perawat kok tidak profesional! baru kali ini aku ketemu orang model begini!" kata dr. Dennis setelah 5 orang pasien mereka lalui, waktu sudah menunjukan pukul 4 pagi. Raissa hanya mengangguk setuju dan tersenyum lemah. Badannya sudah demam dari tadi. Iya berkali-kali minum air putih dan menengak sebutir kapsul pereda demam. "Kamu kenapa Sa? sakit?" kata dr. Dennis yang melihat Raissa tidak seaktif biasanya. "Ga enak badan dok, lelah mungkin hahahaha" kata Raissa. "Ck.. Mona nih, aku telpon dulu anak itu deh, biar bantuin kamu!" kata dr. Dennis. Lalu ia mengangkat telpon. Dicari ke tempat Yuda, Barto bahkan Wani, Mona tidak ada. Bahkan Yuda mengatakan Mona sudah kembali ke IGD dari jam 2 dini hari. Raissa mengecek ke ruang ganti. Loker Mona sudah kosong, benar-benar kosong, biasanya seorang perawat akan meninggalkan sesuatu disana, seperti sepatu, kaos kaki atau lotion, cologne atau apalah barang-barang pribadi. Perasaan Raissa tidak enak. Ia memeriksa lokernya, terlihat seseorang telah mengacak-acak tasnya, dompetnya masih aman berada dalam tas pinggang yang dipakai Raissa, tetapi Raissa menaruh beberapa uang untuk darurat misalnya ia ketinggalan dompet dan sekarang uangnya raib. Memang tidak seberapa, tetapi membuat Raissa lumayan shock, apalagi karena barangnya sudah acak-acakan. Ia cepat-cepat kembali ke IGD, disana ada Yuda dan Barto yang ikut bingung karena Mona tidak terlihat. " Mona tak ada, Lokernya kosong, tasnya tak ada. Coba cek barang-barang kalian apakah ada yang hilang, uangku hilang! Tidak seberapa jumlahnya, tetapi barang-barang ku berantakan semua!" kata Raissa. dr. Dennis segera berlari ke kamarnya, begitu juga dengan Yuda dan Barto. "Aman barangku, kurasa karena kamarku terletak dekat pintu IGD yang terbuka jadi dia tidak berani masuk karena pasti terlihat olehku." kata dr. Dennis. Yuda datang tergopoh-gopoh, "jam tanganku hilang!!" katanya dengan muka pucat. Barto dan Wani dibelakangnya ikut mendekat. "Jadi pencurinya Mona?" tanya Barto. "Mungkin, kita cari dulu dia dimana." kata dr. Dennis. "Periksa juga alat-alat di ruangan dokter-dokter, siapa tau ada yang hilang juga." kata Barto. "Aku akan mengecek ke sekuriti gedung, siapa tahu mereka melihat Mona." kata Wani. "Ide bagus pak!" kata dr. Dennis, "Ayo kita periksa semua ruangan." kata Barto. Raissa dan dr. Dennis mengikuti Barto. Untungnya saat itu tidak ada satu pasien pun yang datang. Poli jantung, obgyn, anak, kulit, mata dan THT masih terkunci rapat. Tetapi ruang pemeriksaan medical checkup terbuka lebar, Raissa langsung memeriksa, dia cukup hafal barang-barang yang ada di dalamnya dan benar saja, stetoskop, opthalmoskop, termometer infra merah, bahkan senter kecil yang berbentuk seperti pena pun ikut raib. "Wah, Bang Ucok pasti bakal ngamuk berat ini. Kayaknya kita harus lapor kak Mira ini dok!" kata Raissa. "Sekuriti bilang dia melihat Mona pulang sejam yang lalu, alasannya tidak enak badan, tetapi bawaannya banyak sekali katanya." kata Wani yang baru bergabung dengan mereka. "Banyak pak? apalagi yang diambilnya? kalau hanya opthalmoskop dan kawan kawan harusnya masuk ke dalam tas." kata Raissa. "Ya ampuunn, aku ga nyangka sama sekali!! Gilaaaa!! Padahal barusan dia curhat sama aku, kesal dengan kalian yang menuduhnya pencuri, taunya dia sendiri pencurinya!!" kata Yuda geram. "Aku akan menelepon kak Mira." kata Raissa lalu mengeluarkan ponselnya dari sakunya dan menghubungi Mira. "Halo kak, maaf membangunkan kakak, ada masalah besar kak.." kata Raissa mengawali laporannya. Ia lalu menceritakan kepada Mira , lalu dr. Dennis memberikan keterangan juga untuk menguatkan cerita Raissa. "Baik aku akan segera kesana." kata Mira. Sementara menunggu mereka semua berkumpul di IGD. Raissa bingung bagaimana mengabari Aditya, karena tidak mungkin menelepon sedangkan di IGD banyak orang, akhirnya ia hanya mengirimkan pesan saja pada Aditya. "Tidak bisa telpon, tapi ada masalah besar, kurasa Mona adalah pencurinya selama ini, sekarang ia kabur membawa barang-barang klinik." Tulis Raissa berharap semoga Aditya membacanya. Karena akan aneh bila Raissa menelepon Aditya sementara untuk mencapai Aditya ia harusnya melapor pada kak Mira lalu dr. Alex atau dr. Satya, baru setelah itu ke Aditya. "Ya sayang, aku baru saja di telepon Satya, Satya sedang menuju klinik dan aku akan menyusul kemudian. Aku juga meminta Pak Rizal datang secepatnya untuk mengecek cctv." balas Aditya. Raissa hanya bisa membaca tanpa memberitahukan siapapun. iya hanya bisa bersiap saja, walaupun dengan kepala sangat penting karena demamnya makin menjadi. Pukul 5.30 Mira sampai di klinik, di susul oleh dr. Satya 15 menit kemudian. Bersama dr. Dennis mereka kembali memeriksa semua ruangan termasuk loker loker perawat. Raissa bertugas menjaga IGD siapa tahu ada pasien datang, tetapi semesta sepertinya sedang baik karena pagi itu sepi. Pukul 6, Bang Ucok datang dengan panik, karena barang-barang yang hilang semuanya diambil dari bagian medical check up, sedangkan hari ini sudah terdaftar 45 pasien akan melakukan medical check up. "Kusangka baik anaknya, gak taunya pencuri! bikin susah pula! Mana Mira? aku harus bicara secepatnya, dr. Aldi sudah ada belum ya? mungkin medical site bisa meminjamkan dulu sedikit alat-alat yang mereka punya. haduuhh bagaimana nasib pasien pasienku!!" keluh Bang Ucok. "Susul aja Bang ke medical checkup, mereka sepertinya masih disana."Kata Raissa. "Capek kali kau kelihatannya Sa? Memang bikin lelah si Mona ini! aku susul si Mira dulu ya! sebentar lagi selesai giliran jagamu kan? istirahat kau di rumah, jangan dipikirin lagi si Mona, biar kami yang urus." kata Bang Ucok. Raissa hanya tersenyum saja. Padahal ia pusing gara-gara penyebab yang lain. Setelah Bang Ucok pergi, Raissa mengirimkan pesan pada Asya, Peni dan Liza. Balasan-balasan dari mereka segera bermunculan. Semuanya menyatakan kekagetan dan kegeraman. Karena perbuatan Mona sangat mencoreng nama baik seluruh perawat. Raissa merasa sangat pusing, ia melihat jam, masih pukul 6.30, rasanya lama sekali pukul 7. Raissa berdiri, ia ingin berjalan ke loker untuk membereskan barangnya, tetapi ketika berdiri ia merasa seluruh dunia berputar, rasanya semuanya miring, atau ia yang jatuh? Raissa melihat Peni datang untuk giliran jaga pagi, Ia berlari dari depan pintu IGD menuju Raissa dan berteriak, atau sepertinya berteriak, tetapi suaranya lucu sekali, suaranya jadi berat dan dalam dan lambat sekali, lalu mukanya memanjang, seluruh dunia seakan ditarik menjadi panjang lalu semuanya gelap.