webnovel

Rahim Untuk Anakku

Embun, terpaksa harus menerima kerja sama sewa rahim karena ia membutuhkan uang untuk melunasi hutang almarhum ayahnya. Selain itu, ia ingin merasakan menjadi seorang wanita seutuhnya dengan menjadi seorang ibu, tanpa harus menikah karena traumanya terhadap laki-laki. Lady, istri mandul yang berusaha untuk menutupi rahasianya dari sang suami, nekat berselingkuh dengan dokter yang membantu proses sewa rahim agar mau membantunya. Dokter itu menggunakan sel telur Embun dalam prosesnya. Bencana terjadi ketika perselingkuhan itu mulai terbongkar. Cerita ini penuh intrik, tetapi tetap dibalut dengan romantisme.

Freddy_San · Urban
Not enough ratings
31 Chs

Sang Penggoda

Tak bisakah aku layaknya senja?

Memeluk siang dan malam bersama

Tanpa harus kehilangan keduanya

Tidak memilih satu di antaranya

******

"Nggak usah. Saya sendiri saja. Terima kasih." Lady menerima kunci dan segera masuk ke apartemen. Sebelum menutup, dipandangnya sekilas wanita di balik pintu. "Silahkan pergi. Saya hubungi kalau ada perlu."

Erlin mematung memandang pintu di depan wajahnya yang ditutup dengan tegas. Tidak dibanting, tapi cukup keras.

Wanita menyeramkan, batinnya.

Erlin meninggalkan lokasi apartemen dan memilih kembali ke kantornya daripada harus panjang kali lebar berurusan dengan Lady, yang ia kenal dengan nama Amara.

Sementara di dalam apartemen, Lady melihat sekeliling. Lumayan nyaman, untuk sekedar memadu kasih dan waktu yang singkat.

Dia merebahkan tubuh di sofa ruang santai. Tangan Lady meraih telepon genggam dalam tas, lalu melemparkan tasnya ke atas meja.

Haruskah hari ini aku menemani Broto lagi? Come on Lady, ini bukan perselingkuhan. Ini adalah kerja sama yang saling mengikat, selamanya. Kesepakatan bisnis yang harus dijalankan tanpa batasan waktu. Tapi bagaimana dengan janji pernikahan? Bagaimana kalau ini sampai terbongkar? Adakah cara untuk mengakhiri perjanjian ini?

Lady berusaha menepis rasa bersalah dan berbagai pikiran yang muncul dalam diri. Dia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri, bahwa ini adalah pekerjaan alias bisnis, atau proyek rahasia yang harus ia manage dengan baik.

Beberapa puluh menit Lady sibuk dengan pikiran sendiri. Masih tetap terbujur di atas sofa sambil sesekali memijit dahi dan pelipisnya. Wanita ini tetap terlihat cantik, bahkan dalam keadaan suntuk seperti itu.

Lady memang bukan wanita yang agamis, tapi dia tetap percaya pada Tuhan, dan karma itu ada.

Kalau jahat, sekalian jahat. Jangan nanggung. Bullshit dengan semuanya. Sekarang yang penting semua berjalan sesuai rencana. Gue harus punya anak! Masalah lain, dipikirin sambil jalan.

Akhirnya Lady sudah memantapkan diri, seratus persen tanpa keraguan sama sekali. Dia segera mengirimkan alamat apartemen yang baru dibelinya pada Broto.

I am waiting!

Lady tersenyum mengirimkan pesan tersebut. Dia harus bisa menikmati hubungannya dengan sang dokter. Walau tidak setampan dan segagah Kala, Broto tidaklah mengecewakan. Permainan pria itu juga tidak kalah hebat.

Ada rasa yang berbeda dari Broto dibandingkan dengan Kala, suaminya. Pria itu melakukan dengan penuh keinginan, mendapatkan, meraih, menginginkan, sementara Kala hanya menuntaskan sebatas gairah sebagai seorang lelaki. Tidak lebih.

Karena itu ada kepuasan tersendiri yang dirasakan oleh Lady. Rasa diinginkan, dicintai, dikejar dan diraih, memberikan sensasi tersendiri baginya. Begitupun saat ia harus menggoda Broto. Ternyata itu hal yang sangat mengasyikkan. Belum pernah perasaan itu muncul selama bersama Kala.

Memiliki dua pria sekaligus, yang keduanya saling melengkapi dan memberikan sensasi berbeda, ternyata menyenangkan. Bukan ide buruk untuk dilakukan.

Kenapa tidak dari dulu gue lakukan ya, rutuk Lady pada dirinya sendiri.

Yes. Tunggu gue. Perlu dibelikan baju? Siapa tahu lo nggak sempet pulang.

Broto membalas setelah beberapa menit.

Nggak usah. Toh nanti juga nggak pake baju kan?

Astaga, kenapa aku membalas senakal ini, ucap Lady dalam hati sambil tersenyum.

Brrr... Brrr...

Telepon genggam kembali bergetar.

Hahaha. Betul juga ya. Jam 4 gue baru bisa meluncur ke sana. Mungkin jam 6 maksimal baru nyampe.

Ternyata menjadi nakal itu menggairahkan.

It's OK. Mandi di sini aja sekalian. Bareng...

Lady masih terus menggoda Broto.

Jangan menggodaku, Lady. Please. Gue nggak kuat, bisa-bisa kabur sekarang ke situ.

Broto harus menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan adik kecil yang mulai menggeliat minta dilepaskan.

"Jadi, saya gimana ini, Dok?" Suara di hadapan Broto membuyarkan keasyikannya.

"Eh, maaf. Ini tadi balas pasien darurat." Broto segera melanjutkan perbincangan dengan pasien di hadapannya.

Hohoho, tergoda rupanya. Kalau nggak kuat, batalkan saja jadwalmu, dan segera kemari...

Tentu saja balasan dari Lady sudah tidak sempat terbaca oleh Broto. Karena dokter itu sibuk dengan pasien.

Menunggu hingga 10 menit tak ada balasan, Lady memutuskan untuk memesan makan siang melalui online. Sambil menunggu makanan datang, ia masih penasaran dengan Broto yang tak lagi membalas pesannya.

Dia menurunkan resleting di bajunya hingga ke ulu hati, lalu melakukan swafoto. Dikirimkannya pada Broto disertai kalimat penggoda.

Yakin nggak mau segera ke sini?

Sepertinya wanita cantik itu mulai menikmati sisi diri yang lain, yang mungkin selama ini tidak ia sadari. Menjadi diinginkan, diburu, menggoda dan dikejar itu menyenangkan.

Brrrr.... Brrr....

Kenapa Kala selalu menelepon di saat begini? pikir Lady.

"Ya, Bee. Ada apa?"

"Sudah makan siang? Lagi di mana?" Suara Kala terdengar tergesa-gesa.

"Lagi di apartemen teman. Dia baru beli. Jadi gue lihat-lihat. Kenapa, Bee?" Lady berbicara sesantai mungkin.

Suaminya memang cenderung emosional menanggapi sesuatu, tak seperti dirinya yang selalu tenang.

"Nggak ada apa-apa sih. Cuma agak nervous aja, Pandu nanti berhasil nggak ya ngebujuk Embun."

"Udahlah, Bee. Fokus aja sama kerjaan. Masalah kayak gini juga nggak akan selesai dengan satu atau dua menit. Biar Pandu selesaikan semua. Nggak mungkin juga Embun kasih jawaban hari ini. Dia pasti butuh waktu untuk berpikir." Lady mencoba menenangkan Kala.

"Ya udah. Aku lagi sibuk, banyak kerjaan. Udah dulu ya. Jangan lupa makan." Kala menutup panggilan tanpa menunggu jawaban dari istrinya.

Lady sudah sangat paham perilaku suaminya. Memang sering seperti itu kalau dia sedang sangat sibuk, tapi memaksakan diri untuk menelepon.

Wanita itu sering heran. Kalau memang sibuk, kenapa harus memaksakan diri menelepon hanya untuk mengingatkan makan siang? Dia toh bukan anak kecil lagi. Nggak mungkin juga mati kelaparan karena lupa makan siang. Oh, come on.

Tapi seperti itulah Kala. Tiap siang selalu menyisihkan waktu untuk menelepon Lady, memastikan istrinya tidak lupa makan siang. Hal yang bagi wanita itu sangat aneh.

Tingtong!

Bel unit berbunyi. Lady bergegas menuju pintu.

Pasti pengantar makanan, pikirnya.

"Siang, dari ...." Lelaki itu tak mampu menyelesaikan kalimat. Dia terpaku menatap ke arah Lady yang lupa belum menaikkan resleting bajunya.

Menyadari arah tatapan lelaki itu, Lady segera menaikkan resleting bajunya.

"G*food ya," ujar Lady menutupi malu.

Dia raih makanan di tangan lelaki itu dan langsung menutup kembali pintu apartemennya.

Sial, lupa narik resleting, gerutu Lady.

Lelaki itu masih berdiri di depan pintu.

"Alamak, mimpi apa daku semalam. Dapat rejeki nomplok." Dia terkekeh dan pergi meninggalkan apartemen.

Lady segera menyantap makanan yang dipesannya. Teramat lapar setelah melakukan satu ronde panas dengan Broto. Ia juga harus menyiapkan energi baru untuk pergulatan berikutnya, yang dia yakin akan lebih seru daripada tadi.

Sengaja memesan nasi sebagai menu utama, ditambah daging sapi lada hitam, perkedel kentang, salad wortel, dan jus buah naga tanpa gula. Sepertinya cukup untuk stamina hari ini.

Sedang asyik makan, tiba-tiba dia teringat kebiasaan Broto. Sengaja dipotretnya makanan yang sudah diacak-acak itu, lalu dikirimkan ke pria itu.

Biar kuat hadapi kamu.

Tak lupa Lady membubuhkan sebuah stiker bergambar wajah kuning dengan mata berbentuk hati.

Hal aneh. Lady bukan tipe wanita romantis, apalagi berbasa-basi seperti ini. Tapi kenapa hari ini dia begitu ingin menggoda Broto? Jatuh cinta yang selama ini tertunda? Atau hanya sekedar sebuah sensasi berbeda yang baru sekarang ia rasa? Atau ....