Mereka beranjak naik ke darat. Menyesap minuman sambil mengeringkan badan dengan handuk kecil. Mereka belum mengganti celana renang karena masih ingin melanjutkan setelah beristirahat sejenak. Hanya ada lima minuman dan Zesa ingin pergi ke ruang ganti.
Grep!
"Mau kemana?" Kay menahan tangan Zesa.
"Mau ganti baju, Tuan muda Kay," jawab Zesa dengan sopan.
"Jangan pergi dulu. Aku ingin bertaruh dengan kakak dan adikku. Kamu yang menjadi juri," kata Kay.
"Kalau mau taruhan dengan yang lain, Tuan muda langsung saja lakukan. Saya hanya bertugas untuk menyediakan makanan."
Zesa menolak dengan nada bicara yang sedikit ditekan. Ia melirik ke arah tangan yang sedang mencengkeram pergelangan tangannya. Namun, Kay tidak mau melepaskan tangan Zesa. Gadis itu terpaksa menepisnya dengan kasar.
Baru berjalan dua langkah, ia dihadang oleh tiga tuan muda lain. Karena merasa kesal, Zesa pun menuruti keinginan mereka. "Oke! Taruhan apa yang membuat kalian harus memaksaku untuk menjadi juri?"
Zayden bangkit dari tempat duduknya dan berdiri bersama adik-adiknya. Mereka berdiri di depan Zesa dan melakukan persiapan. Kay menjelaskan kepada Zesa tentang apa yang akan mereka lakukan.
"Diantara kami berlima, otot siapa yang paling bagus, yang paling indah, dan yang paling besar?" Aaron yang mengajukan pertanyaan kepada Zesa dengan senyuman khasnya.
"Hah? Kalian gila, ya?" tanya Zesa dengan wajah merona.
Tubuh mereka terlalu sempurna dalam pandangan Zesa. Mereka memiliki perut dengan otot membentuk enam kotak yang menonjol. Gadis itu tidak sanggup menatap tubuh mereka terlalu lama karena pikirannya jadi berkelana kemana-mana.
"Jadi, siapa yang punya tubuh paling bagus?" Ian bertanya penasaran.
Zesa hanya melihat mereka sekilas. Ia tidak begitu memperhatikan tubuh siapa yang paling bagus. Untuk mengakhiri pertanyaan dengan cepat, ia pun asal menjawab.
"Tuan muda Zayden," jawab Zesa dengan wajah tersipu.
"Ah, selalu kakak pertama yang menang," gerutu Zoe.
"Kalian selalu kalah, tapi tidak mau mengakui kekalahan," ujar Zayden dengan penuh percaya diri.
'Padahal aku hanya asal jawab.' Zesa membatin. Ia bergegas lari saat mereka sedang berdebat.
"Kakak selalu unggul dalam segala hal, tapi tidak dengan wanita. Jadi, kapan Kakak akan memperkenalkan wanita cantik kepada kami?" Aaron menggoda kakaknya.
"Ya, ya, ya. Kamu selalu berganti wanita setiap minggu, tapi kapan bawa yang serius?" Zayden membalas dengan senyuman lebar.
"Aish, mereka selalu membahas tentang wanita. Kenapa tidak membahas soal pesta ulang tahun Zoe?" tanya Kay.
Mereka berhenti berdebat. Ulang tahun Zoe selalu diadakan di mansion utama dengan pesta yang sangat mewah. Kali ini, mereka hampir lupa dengan acara itu.
Mereka anak-anak yang dipertemukan di jalanan saat mereka menjadi gelandangan. Tanggal ulang tahun yang dipakai mereka adalah tanggal mereka ditemukan oleh Zayden. Sementara ulang tahun Zayden sendiri memakai tanggal yang tertulis di liontin kalung yang melingkar di lehernya sejak kecil.
Entah siapa orang yang memakaikan kalung itu di lehernya? Zayden tidak berminat mencari tahu, meski sekarang ia memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Baginya, Damar Wicaksana adalah orang tua satu-satunya yang akan dilindungi sampai mati.
"Papa ada di rumah tidak?" tanya Zayden pada Aaron.
"Tidak ada. Kemarin aku pergi ke mansion utama, tapi papa tidak ada di sana. Katanya sedang meninjau lokasi pembangunan real estate di luar kota," jawab Aaron.
"Kalau begitu, kita akan bahas setelah papa datang," ucap Zayden.
"Sebentar lagi waktunya aku nge-gym. Aku ke kamar duluan," ujar Aaron.
"Aku juga," kata Zayden.
Mereka pergi ke kamar masing-masing. Tersisa tiga tuan muda di tepi kolam renang. Hobi Kay, traveling. Jadi, ia hanya bisa menunggu jadwal syuting kosong, baru bisa berlibur.
Ian lebih suka memotret pemandangan, sesuai dengan pekerjaannya yang seorang fotografer. Sementara Zoe memiliki hobi menonton film dan drama. Zoe lebih sering di rumah saat sedang liburan.
"Aku lelah, mau mandi terus tidur siang," ucap Kay sambil berlalu pergi.
Ian pun ikut mengekori kakaknya. Zoe masih ingin berenang satu putaran lagi, baru pergi mandi. Saat semua sudah pergi, Zoe melihat Zesa datang menghampirinya.
Gadis itu berlari ke pelukannya, lalu mengecup bibirnya dengan lembut. Permainan lidah yang beradu membuat ia semakin terhanyut. Namun, itu semua hanya lamunan.
Zoe terkekeh sendiri. Ia melakukan gadis yang baru dikenalnya dua hari yang lalu. Terlebih lagi, dia seorang asisten rumah tangga.
"Gara-gara tabrakan bibir tadi pagi, aku jadi mengkhayalkan hal aneh. Mana mungkin, Zesa melakukan hal konyol seperti itu," gumam Zoe sambil mengusap wajahnya.
Ia masih merasakan sakit di sudut bibirnya. Untung saja, tidak ada yang memperhatikan luka di bibirnya dan bibir Zesa. Jika ketahuan Zayden, Zoe takut dijadikan salad oleh sang kakak.
Mereka berempat sangat pemilih untuk pasangan di masa depan. Setiap kali mereka menjalin hubungan, mereka harus mendapat restu dari kakak pertama mereka. Jika Zayden mengatakan tidak suka, maka mereka tidak akan toleransi lagi, dan memutuskan wanita itu.
Zayden hanya ingin melindungi adik-adiknya dari wanita yang tidak baik. Beberapa kali mereka membawa gadis yang terlihat nakal. Bahkan, ada yang berani menggoda Zayden di belakang adiknya.
Pacar yang tidak setia, akan menjadi istri yang tidak setia pula. Zayden ingin adik-adiknya menikah dengan wanita baik-baik, wanita yang setia, dan bisa memberikan kebahagiaan bagi adiknya. Bukan wanita genit yang suka melirik kiri kanan dan menyukai harta mereka saja.
"Zesa sedang apa, ya? Kalau aku ajak nonton, dia mau tidak, ya?"
Zoe naik ke darat, mengeringkan tubuhnya dengan handuk, lalu memakai jubah kimononya. Ia pergi ke dapur mencari Zesa. Namun, gadis itu tidak ada di sana.
"Tidak ada," gumam Zoe.
"Ah! …."
Zoe dan yang lain berlari ke kamar gadis itu saat mendengar teriakan. Mereka mengetuk pintu kamar Zesa, tapi gadis itu tidak membuka pintu. Mereka hanya mendengar gadis itu terus berteriak-teriak histeris.
"Zes! Menyingkir dari pintu!" Zayden menggulung lengan bajunya, bersiap mendobrak pintu.
"Ini kunci cadangannya!" Kay memberikan kunci cadangan yang diambil dari laci dapur.
Zayden segera memasukkan kunci dan memutarnya dengan cepat. Pintu terbuka dan mereka membelalak lebar. Zesa berdiri di dekat jendela dengan tubuh hanya memakai penutup dada dan penutup miliknya di bagian bawah.
Zoe melepas jubah kimono dan menutupi tubuh Zesa dengan tergesa-gesa. Beruntung, Zoe belum pergi ke kamar. Ia masih mengenakan handuk kimono, sehingga bisa dengan cepat menutupi tubuh setengah polos Zesa.
"Tenanglah! Ada apa? Kenapa kamu berteriak-teriak?" tanya Zayden yang merasa gerah melihat Zoe memeluk gadis itu.
"A-ada u … lar," jawab Zesa terbata-bata. Ia menunjuk ke bawah tempat tidur. Baru saja, ia melihat seekor ular merayap ke sana.
*Bersambung*