webnovel

BAB 10

Tut ... Tut ... Tut ...

Bunyi sambungan telepon sudah tertutup. Belum sempat Sofia menjelaskan semuanya pada Sam yang meradang.

"Kartu kreditnya tidak bisa digunakan, bagaimana bisa?" Sofia berdecak kesal dengan wajah berpikir. Satu tangannya meletakan ponsel yang sudah mati di atas meja, beralih mengambil gagang telepon yang ada di atas meja.

"Halo, Ibu Sofia ada yang bisa saya bantu," sapa seorang wanita dengan suara lembut dari balik telepon.

"Hana, tolong periksa semua kartu kredit saya. Apakah ada sesuatu yang terjadi, mengapa tiba-tiba kartu debit itu tidak bisa digunakan," cerocos Sofia.

"Baiklah, Bu!" tutur Hana.

Sofia meletakan gagang telepon duduk pada tempatnya. Menghempaskan tubuhnya bersandar pada bangku. Jemarinya memijat pelan pelipisnya beberapa saat.

"Semoga saja Sam tidak marah!" lirih Sofia.

"Permisi, Bu!" Suara seseorang yang berdiri di ambang pintu ruangan Sofia yang terbuka.

"Masuk, Raya!" balas Sofia, menarik tubuhnya mendekat pada meja kerja. Sorot matanya tertuju pada Raya yang berjalan ke arah meja kerja Sofia.

"Ada apa, Raya?" tanya Sofia saat Raya tiba di hadapannya.

Gadis berbalut kerudung itu meletakan bekas-bekas di atas meja kerja Sofia. "Perusahan Pak Santoso meminta agar kita segera melunasi semua pinjaman yang sudah kita lakukan bersama bunga-bunga yang sudah disepakati," tutur Raya setelah duduk pada bangku yang berada di depan meja Sofia.

"Apa?" Seketika Sofia membulatkan matanya pada Raya. Wajah wanita cantik itu terlihat pucat.

"Apakah Pak Santoso tidak bisa menolong perusahan kita lagi, Raya. Kamu kan tahu sendiri keadaan Perusahaan kita seperti apa?" decih Sofia nampak gelisah.

"Iya, Bu, saya sudah berusaha membujuk pihak Perusahaan Santoso agar memberikan kita sedikit waktu lagi. Tetapi kata mereka, waktu dua bulan sudah cukup untuk penanguhan pinjaman yang sudah mereka berikan pada perusahaan kita," jelas Raya.

Sofia menghela nafas panjang. Nampak wanita itu semakin stres dengan permalasahan-permasalahan yang terjadi di Perusahaan Cooperation milik Nico. Pengeluaran yang cukup banyak membuat perusahaan itu hampir di ambang kehancuran.

"Baiklah, segera pasang iklan untuk perkebunan kita yang ada di Bandung. Sama persis seperti yang saya katakan di ruang meeting tadi." Sofia menatap lekat pada Raya.

"Baik, Bu!" sahut Raya.

"Oh, iya satu lagi, pasang harga setinggi mungkin. Agar semau hutang-hutang perusahaan dapat segera di lunasi," tutur Sofia penuh penekanan.

"Baik, Bu!" balas Raya bangkit. Wanita berkerudung itu berjalan menuju ke arah pintu keluar.

"Sialan!" decih Sofia kesal. "Bagaimana bisa perusahaan ini bangkrut. Ini semua adalah kesalahanku. Harusnya aku tidak pergi liburan dan menuruti semua permintaan Sam. Ah .... Menyebalkan!" gerutu Sofia meradang pada dirinya sendiri.

_____

Ponsel yang berada di atas nakas bergetar beberapa kali. Sofia yang sedang sibuk di depan cermin sekilas hanya melirik benda pintar miliknya.

"Sayang, ponsel kamu berbunyi, ya?" ucap Nico yang tengah menyadarkan tubuhnya pada ujung ranjang.

"Iya Mas!" balas Sofia datar. Satu tangannya masih terus mengoleskan kream malam pada wajah ayunya. Beberapa kali Sofia memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan, menatap pada pantulan di dalam cermin.

"Ada apa dengan Sofia, sepertinya ada suatu yang sedang dipikirkannya," batin Nico. Sesekali Nico melirik pada Sofia yang tidak biasanya.

Dreg! Dreg!

Ponsel Sofia bergetar lagi. Kali ini wanita itu baru berajak dari depan cermin menuju nakas yang terletak di samping ujung ranjang. Sofia meraih benda pipih tersebut dari atas nakas, lalu mendudukan tubuhnya di bibir ranjang.

[Sayang, besok aku butuh uang sepuluh juta. Tadi aku terpaksa meminjam sama temanku dulu, habis' kartu kredit yang kamu berikan tidak bisa di pakai.] tulis pesan dari kontak nomor bernama Sam pada layar ponsel.

Sofia menghela nafas panjang menatap deretan aksara yang Sam kirimkan kepadanya. Jemarinya menari lincah di atas layar ponsel.

[Sam, hari ini perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Jadi aku harap kamu bisa mengendalikan pengeluaran kamu. Besok aku akan mengirimkan uang itu.] balas Sofia menekan tombol send pada nomor Sam.

Beberapa saat tanda dua centang pada layar hanya berubah menjadi biru. Sepersekian detik Sofia menunggu balasan dari Sam. Sepertinya lelaki itu enggan untuk membalas.

Sentuhan lembut tangan Nico membuat Sofia terkejut. "Mas!" gegas Sofia menoleh pada Nico yang berada di belakang punggungnya.

"Ada apa? Kenapa kamu hanya terdiam? Apakah ada masalah yang terjadi di perusahaan?" tanya Nico.

Sofia menghela nafas panjang, "Tidak mungkin aku menceritakan semuanya kepada Mas Nico. Yang ada nanti justru Mas nico akan menarik perusahan itu dariku," batin Sofia.

"Tidak ada apa-apa, Mas! Aku baik-baik saja kok. Hanya kecapean saja," balas Sofia mengusap punggung tangan Nico.

Semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Nico. Dari tatapan kosong itu, Sofia bisa melihat ada hasrat yang terpendam di dalam sana.

Tangan Nico turun dari bahu Sofia, meraba hingga terhenti pada pinggang ramping wanita itu. Seketika Sofia terkesiap, ia tahu apa maksud dari sentuhan Nico.

"Sayang, bukankah sudah lama kita tidak melakukannya?" Nico perlahan menarik tubuhnya mendekati Sofia. Lelaki yang mengenakan kaos polos berwarna putih itu mendekatkan wajahnya pada leher Sofia.

Wajah Sofia nampak risih mendapatkan perlakuan dari Nico. "Mas, aku ...!" Sofia berusaha menepis tangan Nico dari pinggang rampingnya. Namun yang ada justru Nico semakin mencengkramnya kuat.

"Kali ini aku tidak ingin mendengarkan alasan apapun darimu, Sayang!" bisik Nico di dekat telinga Sofia. Deru nafasnya terasa lembut menyapu tengkuk leher Sofia. Namun sama sekali tidak membuatnya tergoda.

"Mas, tapi aku!" Sofia masih berusaha menjauhkan tubuhnya dari Nico.

"Sayang, aku memang buta tetapi aku masih normal. Jika hanya memuaskan kamu, aku masih bisa," desis Nico dengan suara sedikit mendesah. Dengan bangga lelaki itu berucap.

Sofia semakin risih dengan sentuhan tangan Nico. "Mas aku sedang datang bulan!" cetus Sofia seketika menghentikan gerakan tangan Nico yang hendak mengecup bibir Sofia.

Wajah Nico berubah mengeras. Sorot mata kosong itu nampak tajam. "Sayang, jangan berbohong padaku. Ini baru tanggal satu, dan aku hafal betul kapan kamu akan datang bulan," debat Nico mengertakan rahangnya.

"Mas, aku benar-benar tidak bohong Mas!" debat Sofia. "Akhir-akhir ini aku terlalu banyak pekerjaan dan pikiran, jadi siklus datang bulan tidak teratur," jelas Sofia.

Nico menarik tangan dari tubuh Sofia. Meraba pada dinding samping ranjang lalu meraih tongkatnya dan turun dari atas ranjang.

Sofia memperhatikan Nico yang memasang wajah datar berjalan ke arah pintu keluar, suara hentakan kakinya terdengar keras, menandakan jika lelaki itu sedang di kuasai amarah. "Mas ...!" Panggil Sofia.

"Tidurlah! Jika kamu tidak ingin melayaniku!" decih Nico berlalu.

"Mas, tunggu!" panggil Sofia lagi.

______

Bersambung ....