webnovel

Psychopathic Love

“Apakah kamu menyukai aroma darah ini." ucap Alena dengan senyumnya yang penuh hingga membuat satu keluarga itu menjadi merinding ketakutan. Alena mengabadikan momen ‘menyenangkan’ itu dengan memotretnya melalui kamera hp. “Kenapa kalian takut?, hei this’s party!!." sambung Alena riuh. “LO GILA!." bentak salah satu anggota keluarga itu. “Heiii, bukannya semua orang akan menggila jika sedang berpesta!," jawab Alena enteng dan mengambil segelas wine. “Ah sudahlah, baiknya kita hentikan permainan ini. Aku sangat menyukai aroma darah anak laki-laki mu itu," ucap Alena sambil menunjuk satu korbannya. “Tapi aku belum puas," sambung Alena tanpa menghilangkan senyuman penuhnya. °°°°°°°°°°°°°°° Alena Sasyana, seorang gadis yang dianggap hampir sempurna oleh semua orang terlebih lagi di mata laki-laki, namun berbeda jika di mata keluarganya ia tak dianggap lebih dari sebuah aset berharga. Pernyataan yang ia terima saat masih duduk di bangku TK membuatnya mengerti tujuan hidupnya. Ia akan bergerak layaknya sebuah boneka, ia mampu memasang topeng yang tebal hingga tak ada satu orangpun yang mampu mengenalinya 100%. Ia menutup cahaya yang ingin masuk ke kehidupannya, namun akankah semua cahaya itu gagal? Atau kelak ada cahaya yang mampu menembus masuk ke kehidupannya?.

Meisy_DS · Urban
Not enough ratings
236 Chs

Bagian masa lalu Riana

°

°

°

"Ada beberapa kata yang ingin aku sampaikan kepadanya dan satu permintaan untukmu, sebagai hadiah terakhir…dariku, Eomma."

"Apa?." tanya Riana dengan raut bingung.

"Aku ingin setelah kematiannya, Arga akan diperlakukan dengan baik, dengan sewajarnya, karena dia berbeda dari yang lainnya, Eomma. Dia baik." ucap Alena dengan nada lirih.

"Baiklah." ucap Riana menyetujui keinginan putrinya.

Alena pun mendekati Arga yang sudah sadar sepenuhnya. Ia menatap wajah laki-laki itu yang sudah pucat, raut ketakutan di wajahnya tak dapat ia sembunyikan. Bukan hanya itu, badannya pun sedikit gemetar saat tangan Alena menyentuh bahunya. Alena tersenyum, bukan 'senyuman penuhnya' melainkan senyuman yang tulus. Sama sekali tak pernah ia bayangkan akan menghabisi nyawa laki-laki dihadapannya ini, tapi mau bagaimana lagi, ia harus tetap menuruti kemauan Eomma-nya.

"Gue udah minta maaf sebelumnya, kan?." kata Alena mengingatkan.

"Jadi…ini yang lo maksud, Len? Ken- KENAPA LEN?! GUE SALAH APA SAMA LO!." bentak Arga untuk pertama kalinya. Matanya mulai dipenuhi oleh cairan bening, tenggorokannya terasa tercekat dan dadanya sedikit sesak. Gadis yang selama ini ingin ia lindungi sekarang malah menyandera keluarganya seperti ini bahkan akan membunuh mereka semua. Entahlah, bagi Arga kenyataan ini benar-benar sulit untuk ia terima.

Cairan bening itu akhirnya tak dapat lagi ia bendung, tetesan air matanya mulai turun dengan deras membasahi pipinya. Matanya menatap lurus ke kedua bola mata Alena yang masih terlihat sejuk dengan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia kecewa, marah dan bingung. Untuk apa Alena melakukan hal sejauh ini, itulah yang ia pertanyakan di dalam hatinya.

"Gue melakukan ini semua cuma untuk membuat orang terdekat gue bahagia, Ga. Meskipun ga hari ini, keluarga kalian akan tetap mati di tangan keluarga gue. Itu udah ketentuannya. Daripada lo mati nanti, menderita dulu, mending sekarang." jelas Alena yang semakin membuat perasaan Arga berkecamuk.

"Salah apa gue sama lo, Len?! Gue perlakukan lo layaknya orang penting di hidup gue. Tiga tahun terakhir ini gue terus-terusan berusaha sabar ngadepin lo, tapi- ck! Ini balasan lo, Len?."

"Ga ada cara lain, Ga….,"

Sratttt…

Entah sejak kapan Alena memegang cutter, yang pasti kini…tenggorokan Arga sudah terkoyak. Darah segar dari tenggorokan Arga mulai mengalir dengan deras, bahkan karena terlalu deras wajah Alena sampai terkena beberapa percikannya.

"…lo harus mati sekarang sebelum keadaan benar-benar ga bisa gue kendaliin, Ga. Maafin gue." ucap Alena membatin.

°°°

Riana mengambil beberapa botol wine dari lemari penyimpanan di dapur. Ia membuka tutup botol itu kemudian menumpahkan isinya ke dalam sebuah gelas kaca dan meminumnya. Setelah merasa puas, Riana pun membuka beberapa tutup botol wine lainnya dan menyiram isinya ke wajah seluruh anggota rumah itu kecuali Arga, laki-laki itu sudah dipisahkan. Alena sudah membawa laki-laki itu ke dalam mobil Riana untuk dihilangkan jejaknya nanti.

"APA YANG SALAH DENGANMU!." bentak Putra kepada Riana, nampaknya ia sudah letih 'dipermainkan' selama 2 jam ini.

"Aku hanya menikmati ini, apa yang salah denganku? Tidak ada. Aku benar-benar dalam keadaan normal, HAHAHAHAHA!."

"APA ALASANMU?! KAMI SAL-." ucapan Putra terhenti saat jari telunjuk Riana menyentuh bibirnya."

"Kesalahan kalian hanyalah menerima perjodohan Alena dan Arga. Kalian menerima perjodohan itu dengan syarat yang luar biasa, kekayaanmu ini...," Riana memutar kepalanya ke atas dengan senyum yang mulai terlihat mengerikan di mata Putra.

"...hasil menyiksa orang, kan?."

Tubuh Putra menegang, apa yang Riana ucapkan adalah sebuah kebenaran yang ingin sekali Putra tutupi dari seluruh anggota keluarganya. Tapi wanita di hadapannya ini membeberkan semuanya dengan begitu mudah. Riana berdiri, ia nampak menyunggingkan sudut bibirnya dan sedikit tertawa, ia terlihat begitu menikmati rasa takut yang nampak di diri Putra. Ia pun mulai menceritakan semua kejahatan yang Putra lakukan demi mendapatkan kekayaan dan juga kekuasaan, semua ia ceritakan secara mendetail, tanpa satu pun yang ia tutupi. Mulai dari cara Putra mengelola perusahaannya, menjalankan bisnis di sebuah situs gelap sampai menipu kliennya, membunuh serta memalsukan kronologis kematian para kliennya.

"Hal mendetail seperti ini...tidak mungkin gadis kecil itu adalah dia, kan?!." tanya Arga di dalam hatinya.

Di pikirannya kini tampil sebuah kilas balik, dimana kejadian ini terjadi sudah sangat lama. Kejadian yang membuat Putra enggan lagi menjadi bawahan, kejadian yang dimana menurutnya terlalu tidak adil untuk terjadi.

"Jika memang dia...artinya kematian 'keluarga itu' palsu?! Jadi dia..." Putra menatap wajah Riana dengan mata yang membelalak karena tak percaya.

Sedangkan, dilihat dari sudut Riana berdiri, ia menganggap tatapan Putra adalah sebuah tatapan yang meremehkan.

"Apakah ceritaku tidak cukup membuatmu menyesali semuanya?. Oh perlu aku ingatkan kepada diriku sendiri. Sejatinya manusia tidak akan menyesal sebelum ia merasakan apa yang telah ia lakukan kepada orang lain. Sudahlah." ucap Riana sok dramatis.

Namun, setelah mengingat masa lalu, mengetahui siapa wanita yang berdiri dengan lagaknya yang gila dan mengerikan ini, tetap saja tak membuat Putra membungkam mulutnya.

"Setidaknya aku tidak menjadi bayangan buruk di mata publik, aku tidak harus menutupi identitasku untuk pergi kemana saja, tidak sepertimu!." ujarnya yang membuat sudut bibir Riana kembali datar.

"Oh rupanya kamu mulai ingat siapa aku?."

"Setelah semua ini tentu saja aku ingat, siapa kamu dan juga KELUARGAMU! DASAR PEMBUNUH BIADAB! PANTAS SAJA PAK HARU MEMBUANGMU!."

PRANGG!!

Botol-botol wine di atas meja yang tak jauh dari tempat Riana berdiri terhempas di lantai, nafas Riana terlihat memburu dengan kedua bola matanya yang memerah. Ia memunguti beberapa pecahan kaca dari botol wine itu kemudian mengarahkannya ke leher Putra.

"Jika saja dulu keluargaku benar-benar menghabisi keluargamu…kita tidak akan bertemu hari ini." ujarnya sembari menekan dan menggoreskan pecahan kaca itu di leher Putra secara perlahan.

"Jika saja dulu, kamu mati di tangan Ayahku seperti kedua orang tuamu mungkin…lehermu tidak akan pernah mempunyai hiasan seperti sekarang ini."

Riana melepaskan satu pecahan kaca yang sudah berlumuran darah Putra. Ia pun menarik tangan kiri Putra kemudian menekan satu pecahan kaca lagi di daerah pergelangan tangan laki-laki itu.

"Dan jika saja kamu tidak menerima perjodohan ini hanya karena ingin rahasiamu tidak terbongkar…mungkin kamu dan yang lainnya akan hidup lebih lama, tapi! Nasi sudah menjadi bubur, kan? Sekalian saja aku tuntaskan pekerjaan lamaku yang dulu tidak terselesaikan." Riana kian menekan pecahan kaca itu hingga darah segar dari pergelangan tangan Putra pun mulai bercucuran, ia juga menarik pecahan kaca itu secara bergelombang melingkari pergelangan tangan laki-laki itu.

"Gelang barumu terlihat cukup baik." tekan Riana sambil terkekeh seperti orang gila.

°°°

Masih di rumah megah milik keluarga Arga, Alena duduk di samping mayat Arga yang sudah terbungkus kantung mayat. Ia menatap nanar kantung mayat itu dengan perasaan bersalahnya.

"Ga, makasih udah jadi teman baik gue beberapa tahun belakang ini." ucap Alena pelan.

"Ini tanda terima kasih gue buat lo, membiarkan lo mati tanpa rasa tersiksa kek keluarga lo yang lain."

°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius

SEMOGA KALIAN SUKA YA DENGAN CERITA INI❤️

Meisy_DScreators' thoughts