webnovel

Possessive Wife

Kisah drama keluarga, seorang istri yang memiliki sifat posesif dari suami yang sangat penyabar..

Christina_240986 · Teen
Not enough ratings
12 Chs

Bab 7

Lepas piketnya suami adalah kebahagiaan bagiku. Aku bisa bangun agak siang, walau dia lelah sehabis jaga malam, ia tetap akan bangun lebih pagi di banding aku (kalau kondisi kantor aman, atau tidak ada laporan, biasanya yang piket bisa pulang dan istirahat lebih awal, tengah malam atau pagi buta).

Ku kerjap-kerjapkan mataku sedemikian rupa, aku tak tahu suamiku pulang jam berapa. Entah tengah malam atau tadi pagi, ku pandangi jam dinding, sudah menunjuk angka 7. Aku bergegas bangun dan ku tinggalkan tempat tidur yang masih berantakan.

Setelah buang air kecil dan mencuci muka, aku berjalan perlahan ke arah dapur. Suamiku sudah berada disana, sedang mengiris bawang merah, dan menyiapkan bumbu-bumbu lainnya, dia memang sangat jago memasak, aku kalah dibandingkannya.

"Pagi tuan putri, sudah bangun sayang?" sapanya, dilemparkannya senyum manis terbaiknya untukku, itu sungguh menjadi mood booster buatku setiap hari.

"Ayah masak apa?" tanyaku. Aku melirik ke arah beberapa bahan yang memenuhi meja di dapur kami, sangat banyak dan lengkap.

"Sudah sana, mandi atau beberes dulu, sebentar kalau sudah waktu makan ayah panggil," ucapnya.

Begitulah suamiku, dia tidak suka jika aku menontonnya memasak. Padahal aku ingin sekali tahu resep-resep masakannya, aku juga ingin pintar memasak seperti dia.

"Ya udah, bunda bersih-bersih dulu," ucapku, aku meninggalkan suamiku dan mulai membereskan tempat tidurku. Kemudia beranjak membersihkan beberapa bagian rumahku dan melanjutkan dengan pel lantai.

"Ayah, bunda mandi duluan ya," ucapku setelah semua pekerjaan selesai.

"Oke sayang." Dia masih fokus mengaduk wajannya, menjawab tanpa menoleh ke arahku.

Aku masuk ke dalam kamar mandi sambil bernyanyi-nyanyi, lagu yang ku anggap tepat dengan kondisiku sekarang. Terkadang aku masih belum percaya, laki-laki yang dulu pernah hilang kini sudah menjadi milikku. Itulah jodoh. Benar bukan?

Ku pilih hatimu tak ada ku ragu

Mencintamu adalah hal yang terindah

Dalam hidupku oh sayang

Kau detak jantung hatiku

Setiap nafasku hembuskan namamu

Sumpah mati hati ingin memilihmu

Dalam hidupku oh sayang

Kau segalanya untukku

Janganlah jangan kau sakiti cinta ini

Sampai nanti di saat ragaku

Sudah tidak bernyawa lagi

Dan menutup mata ini untuk yang terakhir

Setiap nafasku

Hembuskan namamu

Sumpah mati

Hati ingin memilihmu

Dalam hidupku oh sayang

Kau segalanya untukku ooh

Janganlah jangan kau sakiti cinta ini

Sampai nanti di saat ragaku

Sudah tidak bernyawa lagi

Dan menutup mata ini untuk yang terakhir

Oh tolonglah jangan kau sakiti hati ini

Sampai nanti di saat nafasku

Sudah tidak berhembus lagi

Karena sungguh cinta ini cinta sampai mati

Tolonglah jangan kau sakiti cinta ini

Sampai nanti aku tidak bernyawa lagi

Dan menutup mata ini untuk yang terakhir

Oh tolonglah jangan kau sakiti hati ini

Sampai nanti di saat nafasku

Sudah tidak berhembus lagi

Karena sungguh cinta ini cinta sampai mati

Cinta sampai mati

15 menit aku menyelesaikan ritual mandiku, suami sudah menikmati sarapannya, duduk lesehan di ruang tengah sebelah meja riasku.

"Maaf ya sayang, ayah makan duluan, sudah lapar," uapnya.

"Oke, be fine, ga apa-apa sayang," jawabku, aku mulai mendandani diriku sedikit, juga menyisir rambutku, masih ingat pesan kakak iparku, walau sudah tidak bekerja, tetap dandan katanya.

Yah, jelas, aku akan tetap rajin merawat diriku demi pak suami. Karena setelah di teliti pelakor itu lebih seram daripada kuburan, setuju ga? Kalau aku ya setuju.

Aku menyusul suamiku sarapan, setelah itu kita duduk berdua di teras depan rumah sambil memainkan ponsel masing-masing.

"Bun, kemarin pertemuan, bicara apa saja sama ibu-ibu Bhayangkari?" tanya suamiku memulai obrolan kami.

"Perkenalan, dan macam-macam yah, banyak pokoknya sayang," jawabku, tanpa meliriknya, aku masih memegangi ponselku.

"Terus? Ada cerita-cerita apa? Hmmm ...."

"Ohh ya, banyak yang cerita, katanya banyak ada pelakor disini ya sayang? Serem amat yah pelakor itu? Bahaya pokoknya, awas aja sampai ayah juga kepincut pelakor, tau akibatnya, keeekkkkk ...." ucapku sembari memberi kode dengan tanganku seakan-akan akan menggorol leher.

"Itu kan mereka bunda, kalau ayah tidak dong, bunda satu-satunya di hati ayah," jawab suamiku sambil menoel pipiku yang tembem.

"Satu lagi, itu ada bu Lucas, dia cerita katanya dulu ayah sama mantan ayah itu sudah kayak suami istri, bikin jengkel saja, ngapain cerita begitu ke bunda, kesel kan jadinya, ayah juga sih, kenapa harus pacaran sama perempuan itu? Sebel," Ocehku.

"Astaga bunda, coba bunda fikir, dulu yang ninggalin ayah siapa? Bunda kan? Yang dulu nakal main-main sama ayah siapa? Bunda kan? Kalau bunda ga ninggalin ayah, tidak mungkin juga ayah pacaran sama dia, iya kan? Bahkan mungkin kita sudah menikah sejak dulu dan punya anak lo," Tutur suamiku, ia merengkuhku dengan 1 tangannya.

"Ihhh, pokoknya ga suka aja sih ya bunda itu sama perempuan itu, awas ya ayah masih ketemu dia." Ancamku lagi.

"Aduh bunda, ini bunda sudah kena doctrine ibu-ibu ini, begini sudah, fikirannya jadi kemana-mana." Suamiku geleng-geleng kepala melihatku.

"Pokoknya ayah itu jangan sampai macam-macam ya, kalau sampai ketahuan aneh-aneh, apalagi punya perempuan lain. Bunda sumpahin ga bakalan bahagia 7 turunan, camkan itu." Ancamku sekali lagi.

"Apalagi mau punya yang lain bun, urus bunda 1 ini aja sudah bikin ayah pusing lo, apalgi sampai punya dua, duluan ayah yang bunuh diri, hahahahaah ...." Suamiku terkekeh, aku hanya bisa mendeliknya penuh curiga.

"Apa? Kenapa natap ayah begitu? Hmmm ... percaya ayah ya, sayang ayah cuma untuk bunda, ga ada yang lain lagi, ga usah mikir aneh-aneh, sini nih, sini pegang, di hati ayah ini cuma ada Bunda seorang." Suamiku meraih tanganku kemudian meletakkannya di dadanya yang bidang.

Sesaat kemudian tangannya sudah mengucek-ucek atas kepalaku pelan, aku tersenyum kecut padanya. Pria yang aku sayang ini, sangat susah di cari romantisnya, tapi sekalinya romantis bikin meleleh ahh.

"Ayah, sekali-kali romantis dong," rengekku.

" Mau romantis yang kayak gimana lagi bun?" tanyanya, tanganya menggenggam erat tangan kananku, sesekali ia angkat.

"Masak ayah nanya lagi sih? Apa iya bunda harus jelaskan lagi romantisnya gimana?" Aku menatap penuh harap pada pria manis di depanku, berharap ia akan paham maksudku.

"Ayah ga paham sayang ...." jawabnya.

Suamiku tidak pernah membuat status untukku, padahal wanita suka sekali dibuatkan status oleh seseorang yang ia sayang, karena bagiku itu adalah bentuk rasa sayangnya. Setelah menikah suami ga pernah lagi melakukan itu. Yang masuk kepikiranku adalah pertanyaan busuk 'apakah suamiku sayang sama aku atau tidak?' dan aku paling malas menjelaskan maksud dari kemauanku, berharap suamiku bisa peka.

Bersambung...