webnovel

Malam Panjang

Pandanganku menerawang menyusuri jalan yang berkilat lampu-lampu kota. Kami sedang dalam perjalanan Kak Abi yang memaksa mengantarku pulang meski aku menolak.

saharian aku menemaninya memilih kado untuk adiknya. sebenarnya aku tidak terlalu mengerti dengan hal-hal seperti ini, tapi aku harus bisa bersikap baik padanya karena aku menghormatinya sebagai senior dikampusku. waktuku kuhabiskan dengannya hanya dengan mengangguk, menggeleng, menjawab seadanya dan hal-hal tidak menarik lainnya.

setelah makan malampun aku langsung ingin berpamitan pulang namun dia memaksa untuk mengantarkanku. disinilah aku berakhir dalam keterdiaman dan kecangnggungan yang rercipta di antara kami.

Pikiranku melayang memikirkan kak Alan, apa sebegitu bencinya ia denganku? Kenapa ia tak pernah sekalipun membiarkanku menyentuh hatinya?

"Li... Lili?" Aku terbangun dari pikiranku setelah kak Abi memanggilku.

"Ehh. Iya kak?" Aku menjawab sekenanya.

"Kamu melamun lagi?" Senyum terukir diwajahnya namun aku dapat melihat matanya yang memancarkan kekhawatiran.

"Ehh? Engga kok kak, Lili nggak melamun" aku menggeleng cepat.

Kak Abi hanya memandangku sejenak kemudian mengusap puncak kepalaku. Aku mengernyit heran.

"Kamu dimana Li? Seharian kamu sama kakak tapi pikiranmu di tempat lain. Kamu ada masalah apa? Ayo cerita sama kakak"

Aku menggeleng lemah. Kak Abi adalah pria yang sangat baik dan pengertian. Tutur bahasanya lembut dan sangat menenangkan. Kak Abi pantas mendapat seseorang yang jauh lebih baik dariku, aku tak akan menyeretnya ke dalam masalah rumah tanggaku yang kacau ini.

"Bukan apa-apa kok kak" jawabku lirih.

Kak Abi menghela napas panjang.

"Tak apa kalau belum mau cerita, tapi kapanpun kamu butuh. Kakak selalu siap disampingmu" aku tersenyum getir mendengarnya, andai saja kak Alan bisa menjadi baik padaku seperti kak Abi.

kak Abi menghentikan mobilnya di depan rumahku dengan perlahan. aku sedikit lega kami bisa pulang sedikit lebih cepat. yah, setidaknya aku patut bersyukur karena jam segini kak Alan belum pulang dari kantor, aku hanya perlu bergegas menyiapkan makan malam untuknya, bagaimanapun aku harus memenuhi tugasku sebagai seorang istri, meskipun jarang sekali bahkan hampir tidak pernah dia menyentuhnya.

"terimakasih banyak untuk hari ini" ujar kak Abi setelah membukakan pintu mobilnya untukku. sangat gentle sekali perangainya.

"sama-sama, terima kasih juga telah mengantarku pulang" aku mengulas senyum untuknya.

"baiklah aku masuk dulu ya kak" ujarku yang dibalas dengan anggukannya.

baru beberapa saat aku melangkahkan kakiku tiba-tiba kak Abi menarik tanganku hingga aku berbalik menghadapnya. sejenak tubuhku membentur tubuhnya yang liat meninggalkan gelenyar aneh di tubuhku. ia melayangkan kecupan manis di dahiku. aku terkejut dengan perlakuannya. ia nyaris mencium bibirku kalau saja aku tidak buru-buru menjauhkan wajahku. untung saja kak Abi bukan seorang pemaksa. ia lantas memundurkan langkahnya dalam diam. kami terkurung dalam kecanggungan yang terasa kental sekali.

"maaf kak, aku.."

"tidak apa-apa. masih terlalu cepat bagimu. yasudah selamat malam Lili" ucapnya mengacak puncak kepalaku. Kak Abi kemudian masuk kedalam mobilnya dan menginjak pedal gasnya meninggalkanku dengan perasaan yang berkecamuk dalam diriku. sepertinya kak Abi mulai salah paham. ia mungkin menganggapku memiliki perasaan yang sama dengannya.

lamat-lamat aku melangkahkan kakiku memasuki rumahku, baru aku ingin menggapai gagang pintu lambat laun pintu itu terbuka dengan menampilkan wajah seseorang yang sangat ku kenal. aku terkesiap dengan jantung yang berdegup kencang. kak Alan berdiri tegap di depan pintu dengan sorot mata mematikan. bisa kupastikan ia melihat semuanya dari tirai jendela samping pintu setelah mendengar deru mobil kak Abi. gerahamnya mengetat membuat nyaliku menciut.

"apa yang kulihat barusan?" ia melayangkan pertanyaan yang menusuk jantungku. mengoyak nyaliku menjadi berkeping-keping. tubuhku bergetar takut.

"a.. aku tadi diantar pulang dan-"

"apa perkataanku semalam tidak kau dengarkan sama sekali? kau ingin jadi jalang kecil hah?" Kak Alan menaikkan nada suaranya membuatku berjengit kaget.

"kau ini bebal ya?" aku mengalihkan pandanganku darinya, matanya yang tajam seolah-olah ingin mengoyakku hingga tak bersisa. aku mencengkeram ujung bajuku dengan keras hingga kusut.

"Apa kau tidak punya malu? Bercumbu dengan pria lain di depan rumah suamimu sendiri? Memalukan!"

air mataku menetes tanpa ku mau. aku benci ini. terlihat lemah dihadapannya. aku benci perkataan kejamnya yang merendahkanku. aku tahu dia tidak mencintaiku tapi tolong jangan melukaiku dengan perkataan itu.

"kenapa kau diam saja? apa kau mendadak tuli juga sekarang?"

"setidaknya dia memperlakukanku jauh lebih baik dari mu" aku tidak tahu telah mendapat keberanian dari mana mengatakan hal itu meski air mataku sudah berulang kali meluncur melintasi pipiku yang tampak pucat pasi. kak Alan mengepalkan tangannya. ia terlihat sangat marah, dan aku pasti terlihat sangat hancur.

"apa yang dia tawarkan padamu melebihiku? Uang? Kedudukan? Atau cinta konyol itu?" aku terkesiap. apakah selama ini dia menganggap cintaku padanya adalah hal konyol? apakah dia sama sekali tidak menganggap cintaku benar-benar ada setelah bertahun-tahun aku merasakan sakitnya jatuh cinta sendirian? dia bahkan tidak tahu bagaimana sakitnya merasa sangat sendiri di dunia ini tanpa ada seorangpun yang mencintai dan menyayangimu kan? kenapa dia sangat menyepelekan penderitaanku?

"kau brengsek kak Alan! kau bajingan!. aku Liliana Atmadja sangat membencimu dan ingin berpisah darimu! silahkan kelola perusahaan papaku sesuka hatimu. silahkan bersama dengan wanita idamanmu sesuka hatimu, silahkan! kau dengar aku? AKU MEMBENCIMU!" aku berteriak tepat di depannya. kesabaranku sudah habis. dapat kulihat kak Alan terbelalak kaget dengan pernyataanku barusan. baru kali ini aku berani membalas perkataannya. selama ini aku selalu bertahan dengannya, selalu sabar menghadapinya tapi tidak selamanya aku bisa begitu.

"aku akan membereskan pakaianku dan tinggal di rumah orangtuaku atau temanku. kau tidak perlu lagi memedulikanku. biarkan aku lewat" aku memecah keheningan yang sempat tercipta diantara kami yang diselingi isakan tangisku. mencoba melewatinya untuk mengemasi barang-barangku.

"ikut aku" tiba-tiba kak Alan mencengkeram tanganku dan menarikku masuk kedalam kamar kami dan tak lupa ia menguncinya rapat. ia mendorongku ke tengah tempat tidur king size kami. kak Alan membuang asal kunci kamar itu membuatku tak bisa melarikan diri dari tempat ini.

"ap.. apa yang kau lakukan?" aku berteriak kaget diperlakukan dengan kasar seperti itu. kak Alan melonggarkan dasi yang bertengger di lehernya. sesekali aku dapat mendengar geramannya. ia mendekatiku dengan mengurungku di bawah tubuh kokohnya.

ia tak menjawabku dan malah mendekatkan wajahnya padaku, ia mengecup bibirku kasar namun lama-kelamaan berubah menjadi lumatan-lumatan penuh gairah. aku terus berusaha mengelak darinya, mencoba manjauhkannya dari tubuhku namun tubuh mungilku sama sekali tak bisa melawannya.

"kak.. mmmphhf.. hen.. tikan mpph" kak Alan terus mengulum bibirku dan menggigitnya hingga aku memekik. ia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menelusupkan lidahnya ke mulutku.

aku lemas dengan ciumannya yang terasa sangat intens, ini adalah ciuman pertamaku dan dia menyerangku dengan segenap keahliannya yang di dapat dari wanita-wanitanya itu. aku masih terus berusaha menjauhkannya dariku. Terus berusaha mendorong tubuh berototnya. aku tidak ingin yang seperti ini. aku hanya ingin melakukannya dengan cinta, bukan karena nafsu apalagi emosi. aku merasa sesak dengan ciumannya itu, kurasa kak Alan menyadari itu dan memberiku sedikit ruang untuk menghirup napas dalam-dalam sebelum kembali menyerangku. kak Alan mencengkeram tanganku di atas kepalaku. dengan begitu aku tak mampu lagi melakukan perlawananku padanya. Isakan tangisku terasa semakin kencang.

SRAAAKK. aku mendengar baju atasanku telah tersobek dan hanya menampakkan 'bra' ku. aku menangis ketakutan. aku takut dengan apa yang akan kak Alan lakukan dan jujur saja aku masih belum siap melakukan itu. aku memohon agar kak Alan menghentikan aksinya yang kini mulai mengecup leherku dan menghisapnya kuat hingga meninggalkan bercak kebiruan.

"kak.. Alan.. ku mohoon hentikan.. nhh" tubuhku bergetar, namun cengkeramannya di tanganku semakin erat dan terasa sakit. tak lama kemudian kak Alan menjauhkan wajahnya dariku. aku dapat melihat sinar matanya menggelap menatapku lapar. dia seperti binatang buas yang menatap mangsa tak berdaya di bawahnya.

kak Alan mengambil dasinya dan mengikat tanganku di atas kepalaku. aku berteriak panik dan mencoba menyadarkan kak Alan atas apa yang ia lakukan.

jangan lupa tinggal kan reviews dan vote kalian agar saya lebih bersemangat lagi dalam menulis ya! salam hangat Saavana

Saavanacreators' thoughts
Next chapter