webnovel

Benturan

Anak yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan tanpa kasih sayang. Semua membenci bola mata sebiru lautanku. Bintik hitam di sekitar hidungku bahkan selalu dijadikan bahan ejekan. Tak heran fisikku sangat berbeda dengan anak asia tenggara lainnya.

"Habiskan makanan dalam tiga menit! Cepat! Meteor pertama telah jatuh! Diperkirakan kabin akan terhempas sejauh beberapa hektar!" Peringatan tersebut langsung membuat semua orang kalap.

Bubur yang dituang koki dengan tergesa- gesa tumpah ke mana-mana. Kini tinggal satu menit yang tersisa. Sebagian besar orang di sekitarku telah menghabiskan makanannya tepat saat moderator memulai hitungan mundur. Aku mengeluarkan teropong mini. Mulai mengintip keadaan semesta melalui jendela sebesar bola kasti.

Cahaya oranye bergerak mendekat. Beberapa detik setelahnya terjadi guncangan hebat. Kabin berputar 180°. Orang-orang saling bertubrukan satu sama lain. Kepalaku terbentur di mana-mana. Pilot mengendalikan pesawat dengan amat baik.

Kepalaku mulai terasa pening saat kabin mulai bergetar. Beberapa orang mulai berdoa memohon keselamatan pada sang pencipta. Apakah semuanya akan berakhir sampai di sini?

"Nak, tundukkan kepalamu dan lekas berdoa. Benturan kali ini cukup berbahaya meski tak sampai menyebabkan ledakan. Semoga kerusakannya tidak cukup parah."

Profesor di sebelahku berdoa dengan cukup khidmat. Salah satu orang yang katanya turut serta dalam projek pembuatan kabin pesawat raksasa sejak duduk di bangku perkuliahan. Manusia cerdas yang mampu bicara separuh bahasa dari penjuru dunia. Profesor Dell yang menceritakan semuanya.

Aku mulai berdoa. Getaran terus berlangsung selama beberapa puluh menit. Ya ... sekitar tiga puluh menitan. Moderator memberitahu kalau getaran itu terjadi karena pesawat bergesekan dengan sebuah asteroid raksasa. Syukurlah tidak ada kerusakan. Pesawat hanya mengalami kelecetan.

Orang-orang mulai bahu-membahu melakukan pembenahan ruang yang kacau oleh benturan. Beberapa hewan meninggal. Berbagai macam tumbuhan rata dengan tanah yang berceceran.

Presiden turun tangan. Caranya memimpin benar-benar luar biasa. Semuanya dapat diselesaikan tidak lebih dari satu jam.

"Oh! Lihat, lututmu terluka. Kamu harus segera pergi ke ruang medis!"

Aku hanya menanggapi perhatian presiden dengan senyuman. Ini hanya luka kecil dan tak terlihat. Luka yang bahkan tak terlalu kupedulikan rasa sakitnya.

"Regan, kamu harus bertahan."

Empat kata yang dilontarkan oleh presiden selanjutnya terasa begitu mengena. Ada makna tersirat dalam satu kalimat tersebut. Kemudian wajah muram presiden semakin memperkuat dugaanku.

Tak heran ... Presiden hanya mengangkut sebanyak 20% manusia. Beliau pastinya ingin menyelamatkan lebih banyak orang lagi. Bila perlu seluruh makhluk hidup yang ada di bumi.

"Sayang sekali kami hanya mampu buat dua buah kabin pesawat raksasa. Yang satu gagal hanya karena satu kesalahan."

"Namaku Vanborgh. Kamu bisa memanggilku Borgh. Aku melihatmu dekat dengan Dell. Kalian berteman? Siapa namamu, Nak?"

Profesor itu mengajakku bicara untuk yang kedua kalinya. Kakinya di gips karena terbentur dinding terlalu kuat. Aku bisa menduga patah tulangnya, meski ada sedikit rasa heran. Beliau masih bisa tertawa walaupun sedang kesakitan.

"Porfesor Dell adalah orang yang amat hebat. Aku tidak merasa kami cukup dekat sehingga bisa dikatakan teman. Namaku Regan. Senang bisa berkenalan dengan anda, Profesor Borgh."

Profesor Borgh tertawa. Tawanya terdengar begitu renyah sekaligus menyegarkan dalam waktu yang bersaman. Ia memaksakan kakinya bangkit. Tentu saja tindakannya langsung mendapat teguran keras oleh beberapa anggota tim medis.

"Tidak apa-apa. Biar aku yang menghampiri anda, Profesor Borgh."

Lagipun lukaku bukanlah luka yang cukup parah. Profesor nampak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Ponsel? Bukan rupanya .... Itu adalah sebuah alat perekam semacam dron.

"Alat ini tahan air. Tidak akan rusak ataupun mengalami penyusutan. Aku dan beberapa rekan yang lain merancangnya dengan susah payah. Siapa pun yang bertahan, kuharap ia bisa mengambil alihnya dariku. Kemudian merekam semuanya sampai akhir."

Aku memerhatikan layar yang mulai menunjukkan penampakan bumi. Beberapa titik nampak diselimuti oleh kabut hitam. Profesor Borgh merekam semuanya. Lalu benda pipih dengan diameter sebesar bola pingpong dikeluarkannya dengan penuh kehati-hatian dari dalam kotak.

"Aku punya banyak alat perekam. Yang satu ada di bumi. Benda itu akan hancur saat hujan meteor terjadi. Sisanya kupersiapkan untuk merekam peradaban manusia dalam Planet Y. Planet yang akan kita tempati sebentar lagi."

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

annuna_myharzggcreators' thoughts