webnovel

3| Pertemuan dengan Mantan

Taxi mewah itu melaju di jalanan yang basah. Hujan bulan Juni membuat semuanya menjadi lembap. Di bangku belakang, Elma terus-menerus menggertakkan geligi. Matanya tak beralih dari lapisan kaca taxi yang berembun karena gerimis. Sejak meninggalkan rumah, tak sepatah kata pun terucap dari bibir Elma, pun sang sopir taxi. Seakan mereka tahu arah mana yang harus ditempuh dan tempat apa yang akan dituju.

Berulang kali Elma membetulkan letak belahan gaun merahnya yang tak mampu menutupi kaki jenjang itu. Kulitnya yang terbuka terus-menerus meremang, entah oleh ketakutan atau pendingin ruangan.

Taxi memelesat jauh meninggalkan jalan utama. Elma terlihat mulai gelisah. Dia tak menduga jika kendaraan yang menjemputnya itu akan menjauhi kota alih-alih memasukinya. Satu tangan kirinya tiada lepas dari tas tangan yang terasa panas di telapak, meski nyatanya tak demikian. Di balik tas tangan kulit itu terdapat ponsel yang menyimpan video telanjangnya dari nomer tak dikenal.

Elma berusaha keras mengingat dan menggali hingga ke lapisan terdalam ingatannya. Video itu dia sendiri yang membuatnya lima tahun lalu. Di dalam video itu, Elma ingat betul dia sedang sendirian. Iseng dia merekam kemolekan tubuhnya sendiri di depan cermin menggunakan kamera ponsel keluaran terbaru hadiah dari sang papa. Elma juga benar-benar yakin tak pernah mengirimkan atau membagikan video itu kepada siapa pun. Bahkan, Elma segera menghapus video itu dua hari setelah merekamnya.

Sial!

Perempuan yang baru genap berusia 35 tahun itu memukulkan satu tinjunya ke jendela taxi yang gelap. Sopir taxi terlonjak. Matanya melirik melalui spion depan meski masih juga tak bersuara.

"Berapa pria keparat itu membayar si sopir taxi sampai tak berkutik sama sekali?" batin Elma merusuh. "Pria? Benarkah dia pria? Aku bahkan tak tahu siapa orang ini!"

Han tengah berada di sebuah kafetaria bersama sejumlah klien dan rekan bisnisnya. Mereka menikmati kudapan sebelum memasuki jam makan siang.

"Kenapa baru minggu depan kau pergi bulan madu, Han?" tanya salah seorang rekan Han.

"Entahlah, Bapak satu ini, punya istri bak model gitu, dianggurin selama berbulan-bulan," timpal rekannya yang lain.

Han hanya tersenyum malu. Berulang kali dia naikkan bingkai kaca matanya menggunakan telunjuk.

"Aku tak bisa meninggalkan tanggung jawabku pada proyek kali ini. Ah, kabar baik yang ingin aku bagi ke kalian siang ini adalah ... aku berhasil mendapatkan persetujuan Kaito untuk memamerkan satu karya istimewanya dalam acara kita!"

"Huah ...!" pekik rekan-rekan Han hampir bersamaan. "Selamat! Akhirnya pameran seni tahun ini akan sempurna karena kerja kerasmu, Han. Kami tahu tidak mudah untuk melobi seniman sekelas Kaito."

Siang itu mereka merayakan persiapan yang sudah matang untuk acara pameran seni sebelum Han mengambil cuti panjang dan melakukan bulan madu bersama Elma ke Bromo.

Kaito baru saja selesai menyiapkan peralatan lukisnya. Dia begitu antusias menyambut kedatangan sang model. Seorang sponsor tetap sudah membayar mahal untuk lukisannya kali ini. Bahkan, sang sponsor sendiri yang memilih modelnya dan meminta agar Kaito menyertakan lukisan ini pada pameran seni yang diadakan oleh sebuah agensi ternama.

Tok ... tok ...

Kaito berjengit. Terdengar ketukan ragu-ragu dari luar. Dia membalik badan dan berjalan dengan santai menuju pintu studionya. Langkah pria jangkung itu tegap dan lebar. Diputarnya kenop pintu dengan cepat. Seketika mata pemuda itu terbelalak.

"Elma? Kaukah ini?" Kaito tertegun. Dia pandangi perempuan molek dalam balutan gaun merah itu dari ujung sepatu hak tingginya sampai ke puncak kepala.

Tatapan Elma tak kalah terkejutnya. Dia mundur selangkah untuk melihat papan nama kayu yang terpasang di samping pintu. Dia yakin tidak salah alamat. Nomer tak dikenal itu mengirim pesan agar Elma pergi ke sebuah rumah studio di sebuah pedesaan terpencil di luar kota.

"Ka-Kaito?" tanya Elma dengan nada mendadak gaguk.

Kaito tergelak mendengar namanya disebut oleh pemilik bibir ranum di hadapannya. Pemuda itu hanya mengendik dan mempersilahkan Elma masuk.

"Kita mulai saja?" tanya Kaito dengan suara parau. Tiba-tiba dia menjadi gugup. Tiga tahun berpacaran dengan Elma, tak pernah sekalipun mereka berbuat lebih jauh dari sekadar berpegangan tangan. Tapi kali ini, dia harus melakukan tugas berat.

Kaito tidak pernah menduga jika model yang akan menjadi objek lukisannya kali ini adalah sang mantan kekasih yang meninggalkan kesan paling mendalam dalam hidupnya. Elma terlihat tak kalah kikuknya. Sekelebat bayang ketakutan dan kecemasan melintas di sepasang mata cokelatnya.

"Di mana aku bisa melepaskan pakaianku?" tanya Elma lirih.

Mata Kaito tak pernah lepas dari gaun Elma yang terbuka. "Ya, kau bisa melepasnya di sana atau di mana saja kau merasa nyaman. Tak akan ada bedanya bagiku."

Elma merasa tersinggung dengan ucapan pemuda di hadapannya.

"Dengar! Aku memang pernah mencampakkanmu, tapi... tidakkah ini terlalu berlebihan? Caramu membalas dendam?" pekik Elma.

Kaito berkerut dahi, "Ada apa denganmu? Aku juga tidak pernah berpikir kalau kau yang akan menjadi modelku. Aku hanya melakukan permintaan klienku."

Elma menjatuhkan tas tangannya ke lantai yang berlapis karpet usang dengan banyak noda cat di permukaannya.

"Si-siapa orang ini?" tanya Elma dengan tubuh bergetar.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Elma.

Jangan banyak bertanya! Segera lepas pakaianmu dan berpose sesuai instruksi pemuda itu, atau... video kedua juga akan terkirim ke ponsel suamimu!

Jempol Elma bergulir cepat mengunduh video kedua yang terlampir. Seketika dia terlutut ke lantai dengan air mata berderai.

"Kau baik-baik saja?" Kaito berusaha mendekat tapi Elma menampiknya.

Perempuan muda itu seakan kesetanan. Dia bangkit dengan tubuh gemetar hebat. Sepasang tangannya meraba-raba ritsleting gaun dengan susah payah. Satu persatu pakaiannya tanggal dan jatuh ke permukaan karpet usang.

Kaito seperti mendapat tekanan yang kuat pada saklar idenya. Dia bergegas menuntun Elma dan segera mulai melukis.

Segaris demi segaris, tangan Kaito mulai menorehkan kuas hingga terbentuk sketsa dasar di permukaan kanvasnya yang putih. Duduk di seberang Kaito, Elma tampak putus asa dan menderita. Harga dirinya seperti diinjak-injak entah oleh siapa. Dadanya bergemuruh dan ngilu. Kelebat bayangan Han yang tersenyum hangat membuat Elma semakin sesak.

Satu jam yang lalu setelah taxi memelesat jauh meninggalkan kota, sebuah pesan dari Han masuk ke ponsel Elma. Kabar gembira yang sudah mereka nanti-nantikan akhirnya datang juga. Sang seniman yang selama ini berusaha Han bujuk, akhirnya bersedia memberikan satu karya terbaiknya untuk dipajang dalam pameran seni yang diadakan oleh perusahaan Han.

Elma tak menduga jika seniman itu adalah Kaito, mantan kekasihnya semasa kuliah. Kaito adalah kekasih yang dia campakkan begitu saja karena miskin dan tak memiliki harapan di masa depan.

"Keparat! Siapa orang di balik semua ini?" pekik Elma tertahan, "Seakan semuanya sudah direncakana dengan sangat matang," batin Elma terus-menerus bergemuruh.