webnovel

Seraph

"Aku tidak bisa," imbuh anna. Melakukan sebuah telepati dapat mengundang para iblis yang mengincarnya datang kemari, lokasi anna akan diketahui dengan cepat oleh para pemburu yang mencari keberadaannya.

Atensi Tsuyoi Sentoki teralihkan pada pintu yang terbuka pelan, menghadirkan presensi lain ikut memasuki kamar. Crystal dan alam Narendra terkejut melihat pipi kakaknya basah, tetapi nathan tidak menghiraukan mereka berdua, fokus pada cenayang yang memberinya sebuah harapan besar saat ini.

"Aku tahu kau bohong anna, aku akan berikan semua yang kamu mau, biarkan aku bicara dengannya hm? Sekali saja... Haruskah aku memohon padamu?" pinta nathan lagi.

Dia menurunkan kedua lengan yang bertengger di bahu, kemudian beralih menggenggam lengan anna—berlutut seraya menunduk. Bujukan apa yang sedang nathan Narendra lakukan kali ini, membayangkan mengenai bagaimana seekor harimau yang bersujud pada sebuah paha ayam itu sungguh mengerikan.

Kenapa pula harus keceplosan segala, anna mengigit bibir untuk menimbang apa yang harus dia lakukan. Melihat raut para adik berwajah pucat menyaksikan tragedi ini. Tsuyoi Sentoki paham betapa ingin sekali—ketiganya berbicara lagi dengan Ibu mereka.

"Kak?" panggil Alam khawatir.

"Dia bertemu Ibu—Alam, dia bisa bicara dengan Ibu," rintih nathan. Pandangan mereka sekarang ini menjurus pada anna. Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini, magis? Nathan bahkan selalu berdalih tidak mempercayainya—tapi sekarang...

"Lima menit," ucap anna. Nathan kontan menengadah—begitupun respon para adiknya yang melongo.

"Jika menghadirkan Ibumu, akan berbahaya untukku. Kau saja yang menghampirinya," jelas anna. Dia tidak bisa melakukan telepati kembali, akan tetapi—bila mengirim nathan Narendra lewat mimpi. Anna bisa saja melayangkan jiwa psikopat itu selama lima menit untuk bertemu Ibunya, atau sesuai kapasitas tenaganya.

"Hanya sekali seumur hidup, gunakan kesempatan itu," lanjutnya. Nathan mengangguk cepat, kemudian lekas menyeka wajah serta mengecup kedua lengan anna sampai pemiliknya membelalak—tidak percaya.

Apalagi ketika nathan berdiri dihadapannya, mengukir senyuman seraya berkata, "Terima kasih." Berhasil membuat anna bergidik ngeri... Untuk perubahan sikap bajingan satu ini.

Anna menepis lengan nathan saat kedua adiknya memberondong jiwa yang terpaksa menawarkan sebuah kesepakatan demi kebebasan tersebut. Ia dihujani dengan pertanyaan pasaran yang sering dilontarkan orang-orang terdahulu hanya untuk memanfaatkannya.

"Aku juga hanya bisa melakukannya satu kali," tegasnya. Anna menekankan kata itu secara berulang. Sebagai antisipasi—jangan sampai setelah ini, dia didesak alam dan Crystal yang juga ingin bertemu Ibunya.

Meskipun Tsuyoi Sentoki, merasa ada kejanggalan dari kedua adik ini saat mereka menyentuh lengannya.

Crystal dan alam Narendra hanya setengah hati, menyayangi Renata.

"Ayo lakukan!" tutur nathan. Ia bersemangat sekali sampai jantungnya terasa berpacu cepat. Tidak sabar ingin segera bertemu wanita yang dia rindukan. Tidak peduli dengan Tsuyoi Sentoki yang menatapnya aneh, nathan akan percaya saja—bahwa anna adalah bidadari cantik, yang membawa hadiah luar biasa untuknya.

Hanya saja tidak bisa sekarang, ada beberapa barang yang dikemas anna dalam koper namun tidak dibawa olehnya karena nathan Narendra bajingan gila tersebut, telah menyeret Tsuyoi Sentoki saat dia tidak sadarkan diri. Pasti sekarang sudah diambil slendrina saat diperjalanan menjemputnya ke Jakarta.

Nathan menelisik anna yang tersenyum samar karena berkata dia tidak bisa melakukan apapun tanpa barang-barangnya. Akan tetapi, nathan membuat senyuman itu menghilang tatkala berjongkok di depan kasur miliknya. "Ini?" tanya nathan. Ia menarik koper dari bawah ranjang.

Membuat Tsuyoi Sentoki terkejut—tak menyangka ternyata pria ini membawa juga peralatan miliknya.

"Hanya tertarik," jelas nathan. Memang rencananya setelah membunuh anna, dia akan bermain kelereng dengan alam menggunakan bola putih penghilang raga itu.

Kemudian bermain boneka sihir dengan Crystal menggunakan alat‐alat anna yang memang—dominan dengan benda entitas aneh. Tsuyoi Sentoki memutar bola mata jengah, hampir saja dia berubah pikiran membantu pria tersebut.

Persyaratan yang anna pinta pun gampang. Nathan Narendra hanya perlu menunggu dini hari untuk melakukan ritualnya. Kemudian meminta gelas, lilin beserta cincin yang dipakai Jason.

"Ayahmu?"

"Ya," balas anna malas. Berapakali pun dia berkata bahwa Jason bukan Ayahnya, tetap saja Nathan Narendra bersikukuh, apalagi pria centil yang tengah bersila di sofa itu terkekeh pelan saat memperhatikan Tsuyoi Sentoki yang nampak kesal.

Ini akan menjadi kegiatan yang Nathan Narendra rutin lakukan. Dengan membuat anna melengkungkan sembir merah muda itu—ke bawah. Ia terlihat cantik dan lucu bersamaan jika memasang raut wajah seperti itu. Menurut Nathan.

Mereka menunggu kedua adiknya mempersiapkan apa yang anna minta, sedangkan nathan Narendra berkutat dengan lemarinya. Lantaran anna meminta dia untuk merapihkan diri, sebab nathan akan bertemu dengan ibunya—sesuai dengan apa yang dia pakai di dunia nyata.

"Bagaimana dengan setelan kantor?" Nathan bergumam sendirian. Mengetuk jari telunjuk pada dagunya. Haruskan bergaya seperti Ali? Temannya yang bergelar khalifah di arab saudi, atau berpakaian seperti anak kutu buku—memakai kemeja kotak-kotak yang dimasukan kedalam celana, komplit dengan kacamata bertengger di hidungnya? Meski tidak semua seperti itu. Atau...

"Dia tahu kau psikopat, pakai jubah hitam saja kalau bisa."

"Eih!" Nathan bergenyit seraya berkacak pinggang menghadap Anna. Wanita itu membuyarkan semua ekspektasi nathan, setidaknya dia ingin tampil baik di depan Ibunya.

Namun jika seperti itu ceritanya—bahwa Ibu nathan mengetahui apa yang dia lakukan di dunia. Pilihan nathan lagi-lagi jatuh pada kaos putih dibalut jaket kulit hitam beserta celana longgar berwarna sama.

"Bawa pisau sekalian!" celetuk anna.

Jadi sebenarnya, siapa yang saat ini terlihat menyebalkan? Bibir Tsuyoi Sentoki itu sepertinya bisa berbicara sendiri tanpa niatan pemiliknya. Karena Anna fokus pada serbuk warna-warni sedangkan semua satire yang dia lontarkan, membuat nathan Narendra tidak bersemangat.

Anna memberi arahan pada nathan untuk menghampirinya, mengintruksikan pria itu berbaring di atas kasur beserta anna yang bersimpuh di sampingnya, ujian terkini untuk nathan, sebab bersama-sama di atas sana tanpa melakukan apapun sungguh—sangat keterlaluan! Setidaknya, berkecup manja, atau perlahan-lahan membuka pakaian sepertinya... "Berhenti menonton video asusila."

Nathan Narendra baru tersadar mengenai hal itu, cergas beranjak bangkit hingga anna sedikit tercekat, nathan menatap Tsuyoi Sentoki berharap agar wanita itu tidak benar-benar memiliki kemampuan yang satu ini, "Kau... melihat semua yang ada dipikiranku?"

"Ya, semua." Nathan membuka mulutnya lebar. Rasa malu—tanggung yang dia rasakan membuatnya ingin berlari ke tempat spesialis kulit dan mempertebal permukaan wajahnya.

Anna memperjelas semua, sebagaimana nathan Narendra menonton video asusila saat menunggu anna bangun. Beberapa kali bolak-balik ke kamar mandi saat dirinya terangsang, lantas melanjutkan tontonan favoritnya sampai dia terpuaskan.

Nathan membaringkan tubuhnya kembali, atau lebih tepatnya memunggungi anna. Mencoba menutup gendang telinga ketika wanita itu bahkan menjabarkan betapa nathan Narendra ingin sekali melihat anna telanjang. Sungguh! Nathan memanjatkan do'a agar alam dan Crystal cepat kembali.

Daun telinga nathan memerah, bersamaan dengan suhu tubuhnya naik turun, lantaran anna terus saja membahasnya sampai tengah malam. Apalagi tidak bisa menghindari cenayang itu sebab nathan memang harus meluruskan badannya.

Entah untuk apa, namun sepanjang bibir anna mengoceh panjang lebar, sampai sudutnya basah oleh saliva sendiri. Nathan menahan semua itu meski beberapa kali muncrat ke wajahnya.

"Sering menonton video gituan, emang apa salahnya?" Nathan mencoba membela diri. Sontak membuat anna terdiam sejenak, memandang sejemang wajah naif yang sedang menatapnya, "Apa? Yang penting kepuasan bukan?" sewot nathan.

Tempatnya berbaring kali ini menjadi tidak nyaman karena anna tak kunjung jua membalas perkataanya, "Kau... "

Perbincangan mereka terinterupsi ketika ketukan pintu membuat atensi keduanya teralihkan. Apalagi Tsuyoi Sentoki baru saja mendapatkan pencerahan. Kenapa nathan Narendra sangat merindukan Ibunya, sedangkan Crystal dan alam yang masuk ke dalam kamar beserta perlengkapan yang anna minta, tidak terlalu memikirkan Renata.

"Nathan Narendra," gumam anna. Nathan spontan terdiam ketika anna menyebut nama lengkapnya. Termasuk alam dan Crystal yang sama ikut bungkam menunggu kelanjutan apa yang akan wanita ini katakan.

"Narendra artinya seorang raja, seorang pemimpin kuat dan berkuasa," jelasnya. Anna berbicara ketika jodi ikut memasuki kamar Nathan dengan membawa Jason yang tengah tidak sadarkan diri.

Semua atensi mengarah pada Tsuyoi Sentoki yang menghampiri si plontos. Lantas menaburkan bubuk berwarna merah pada jari manis terbalut cincin silver bergaris hijau, disusul asap berwarna hitam setelahnya keluar dari setiap pori-pori kulit Jason.

"Ayahmu bodoh memberi nama bagus pada monster," cetus Anna. Nathan tersenyum kecut menggeser badannya—miring. Seraya menatap anna yang tengah tersendu kala ini.

Tebakan wanita itu baru kali ini melenceng sebab nathan mempertahankan nama Narendra lantaran Ibunya yang memberikan nama kepanjangan tersebut. Dia tidak peduli mengenai silsilah ayahnya—Crystian. nathan bahkan belum sempat mendekatkan diri dengan pria tersebut.

Suasana terasa mencekam tempo semua diam menyaksikan anna dengan seksama, sampai alam meremat kedua sisi celana jeans biru yang dipadukan dengan kaos putih tersebut—gemas ingin mengatakan, "Barangkali kau perlu lonceng, atau guci?" tanya alam asal.

Sebenarnya kelima orang yang berada di ruangan ini merasa bodoh karena mempercayai hal-hal yang bersifat tidak ada di dunia. Namun setelah melihat nathan Narendra untuk pertama kalinya bersujud pada seorang tawanan. Membuat darah mereka semua berdesir ingin tahu ada apa ini sebenarnya?

"Aku bukan dukun," sanggah anna. Terdengar parau di telinga nathan yang menopang kepalanya santai di atas kasur. Wanita itu perlahan mencabut cincin yang menyatu dengan kulit Jason.

Asap hitam semakin mengguar keluar lebat—melingkupi keduanya. "Maafkan aku... " anna terisak. Semakin lama, tangisannya menjadi pengisi suara di kamar nathan. Terlebih Tsuyoi Sentoki menambahkan volume isakan ketika asap hitam tersebut masuk dengan cepat, menyerap kedalam tubuh Jason kembali.

Jika saja Jason tidak menghianatinya. Mungkin dia akan hidup dalam asap putih yang memberikan ketenangan dan kemakmuran dalam dunia paralel nanti, bukan asap hitam yang merupakan timbal balik dari semua kebaikan. Alias berpenyakitan.

Sedangkan di mata semua orang, mereka hanya melihat anna melepas cincin Ayahnya dengan dramatis, terlalu berduka dengan melepasnya perlahan serta meratapi hal yang terlalu di lebih-lebihkan? Padahal nathan Narendra hanya membiusnya. Dipikiran Crystal pun saat ini malah ingin makan kripik melihat acara lara satu ini.

Anna mencabut sehelai rambut, kemudian mengikatnya dicincin—lantas memasangnya pada jari nathan. Hanya bermaksud sebagai pencegahan agar cincinnya tidak menyatu dengan kulit nathan.

Semua memperhatikan dengan lekat, bagaimana nathan Narendra dengan santainya memakai cincin tanpa beban apapun, atau takut mungkin saja dia dijadikan salah satu teman untuk sesajen. Terlebih ketika anna menghampiri kedua pengawal yang—sama terlihat santai, bahkan salah satu diantara mereka mengedikkan bahu dan berdehem kecil mencoba menjadi pria gagah dihadapan Anna.

"Mau di apakan?" tanya jodi.

Anna terdiam melihat dua santapan lezat di hadapannya ini terlihat tampan. Sejemang memalingkan wajah, lantas melihat jodi dengan sudut matanya—seraya menaikan kedua sudut bibir, Ia berkata akan...

"Membuat mereka tidur."

To Be Continued...