webnovel

No Lies

Brugh

Mereka semua tercekat ketika dua pengawalnya jatuh terkapar, padahal anna hanya memegang tangan saja.

"Kau apakan mereka!" Teriak alam panik, dia mendadak takut Pada penyihir satu ini.

"Ku jadikan jembatan untuk kakakmu menyebrang." Jelas anna, tidak mungkin dia mengatakan bahwa energinya di serap habis habisan dan kemungkinan bangun adalah besok sore.

Anna menyalakan Lilin lalu menyimpannya di nakas lalu mematikan lampu. Naik ke tengah Ranjang di susul nathan yang kini meluruskan badan di sampingnya, tentu atas tuturan anna.

"Ada efek samping." Anna mempringati, dia sibuk dengan air dalam gelas serta bubuk kuning, barangkali, mungkin saja takarannya lebih, ini kan susah di dapat.

"Apa?"

"Indra ke 12 mu terbuka." Pftt, mendadak semua orang menahan tawa, adakah? Jodi bahkan merasa tergelitik karena dia hanya pernah mendengar sampai indra ke 6. Begitupun nathan, terlalu sering dia melihat hantu dan itu bukan apa apa, jiwa jiwa yang sudah dia bunuhpun selalu berdatangan dan menganggu tidurnya.

"Kau mungkin akan bisa melihat siluman, atau iblis." Hantu tentu saja berada dalam daftar jenis mahluk ghaib terendah di kategori menakutkan.

"Tidak masalah, aku jauh lebih mengerikan dari mereka." Ucap nathan, anna mendadak diam saat menuangkan tetesan tinta berwarna hitam, sekilas melihat nathan yang malah dengan santainya menunggu anna.

" kau benar."ucap anna, Masa bodoh jika pada akhirnya nathan gila lalu meninggal akibatt stres melihat apa yang tidak ada di dunia ini, itu cukup mengulur waktu untuk dirinya membebaskan teman teman anna, sebelum orang pilihan muncul lagi selain nathan, Ya.. itu yang membuat anna menjerit histeris tempo hari lalu, nathan mengeluarkan jati dirinya saat memegang gelang anna. Orang pilihan... merupakan orang yang sangat terlarang sekali bertemu dengannya.

"Ini butuh ketenangan, sebisa mungkin diam." Jelas anna pada ketiga orang kepo yang sedari tadi memperhatikan, selesai dengan mencampur bahan, dengan air bening yang berubah hitam pekat, anna membaca komat kamit dalam diam dengan bibir terus bergerak.

"Bukan dukun apanya." Gumam crystal.

Anna kemudian menusuk jari nathan, lalu sekilas melirik nathan yang biasa saja, oke, melihat semasa kecil dia menangis hanya karena teriris pisau, jarum bukan apa apa lagi, setetes darah Nathan pada cairan itu, sukses membuat semua semua mundur termasuk dia yang melongo, pasalnya, air kini berubah menjadi bening lagi, bahkan meski di beri obat pemutih atau filterpun tidak mungkin sebening ini.

"Dengar, dari jembatan lurus kemudian di rumah merah belok Kanan, buka gerbang putih, lalu cari rumah no 42, langsung masuk, ingat, jangan bicara pada siapapun kecuali ibumu, abaikan." Jelas Anna, Nathan hanya mengangguk, terlalu banyak ini itu dan sekarang seperti memberi arahan pada tukang paket yang kelimpungan di komplek.

Anna menusuk jarinya dengan jarum lalu menyodorkannya pada mulut nathan, dia suka melihat darah, tapi bukan berarti suka memakannya, anna akan mengubahnya jadi vampire kalau begini, tapi demi bertemu sang ibu, dia menghisap jari Anna. Begitupun anna meneguk air dalam gelasnya.

"Nih." Anna menyodorkan sisa air di gelas.

"Ish harusnya aku dulu." Decak nathan, dia harus membuat sebuah jurnal berjudul 'pertama kalinya', dengan urutan no sekian dia minum bekas orang.

"Apa itu penting sekarang?" Ann sewot, disini tidak akan selamanya Dini hari, dan harus menunggu besok untuk seperti ini lagi, nathan meminumnya habis. Rasa kantuk hebat mulai di rasakannya, terlebih saat anna kini meletakan tangan di Dada nathan, membaca komat kamit lagi hingga dia rasa semunya gelap.

"Ingat, 5 menit." Ucapan ann berdegung, serasa dingin dan Nathan tidak bisa merasakan tubuhnya, dia sudah mengedarkan pandangan tapi tidak ada secercah cahaya apapun.

Deg

Dadanya terasa sesak, seketika pusing dan mual bersamaan, ada setitik cahaya yang nathann Lihat, hanya saja berputar mengelilingi dirinya.

"Lari." Lontar anna, suaranya terdengar seperti dia berbisik namun tidak ada apapun di sampingnya, nathan berlari, meremat dada lalu menahan pusing dengan semakin lamanya cahanya tiba tiba semakin besar cepat dan berputar mengelilingi dirinya.

Brash

Nathan menghalangi cahaya dengan tangannya, seolah baru saja menabrak tubuh atlentis yang terbalut jeans hitam dengan kemeja berwarna biru muda. perlahan membuka mata melihat dunia ilusi seperti nyata, dia berpijak pada jembatan saat ini.

"Woah, Ini pengawalku?" Guman nathan, sedangkan anna yang di dunia Nyata tersenyum memejam, melihat tingkah nathan, hanya Jodi ,alam dan lusi yang bergidik ngeri, mereka tidak takut hantu, hanya saja mereka mengkhawatirkan kakaknya, terlebih melihat dua pengawal yang tergolek, bernafas namun tak kunjung bangun.

Nathan berlari sesuai arahan, lurus lalu belok kanan, ada beberapa orang menyapa dirinya, hanya saja dia abaikan, membuka gerbang putih dan masuk mencari rumah no 42, komplek yang membuat nathan mengeluh, kenapa no nya tidak berurut dari satu mendadak sebelahnya 15. Lalu sebelahnya lagi jadi 31, dia jadinya harus cermat mencari no rumah 42.

"Cari siapa?" Langkah nathan terhenti, di hadang seorang satpam, tentu saja dia tidak bisa menjawab, sekali membuka mulut, maka waktu 5 menitnya hanya bisa di lewati dengan si satpam, dia meraih tangan nathan namun mendadak tembus begitu saja.

Nathan sama melongo melihat itu.

"Jiwa hidup!" si satpam membelalak, nathan buru buru lari, waktunya tidak banyak, tubuhnya sudah berkeringat dan serasa sangat jauh, akhirnya rumah no 42 di temukan.

Brak.

Dia buka pintunya dan muncul seorang wanita sedang membawa mangkuk berisi salad buah dari arah dapur. Prang

Ibunya saja terkejut.

"I-bu?" Nathan gemetar, dia benar benar bertemu ibunya lagi.

"Nathan?"

"Ah ibu!" Rintih nathan, mereka saling berpelukan erat dan meraba pungung, ini nyata, terasa nyata, nathan mendapat mukjizat luar biasa. Sedangkan di dunia nyata, Cristal, alam dan Jodi terisak, melihat Kakaknya menangis memanggil ibu.

Matanya mengeluarkan air mata tapi tidak bergerak, itu pengaruh cincin yang anna pasang, jika tidak menggunakannya ,Maka raga nathan akan bergerak sesuai dengan yang dia lakukan di alam mimpi.

"Aku rindu." Ucap nathan, crystal terduduk lemas, kakaknya benar benar bertemu ibu, semua yang nathan ucapkan akan terdengar seperti mengigau di dunia nyata.

"Ibu juga Nak, ibu juga." Isak si ibu, dia bahkan beberapa kali mengecup kening dan pipi nathan.

"Lusi cantik, dan alam tampan sekarang, mereka pintar, mereka..".

"Aku tahu nak aku tahu." si Ibu memotong, banyak hal yang ingin nathan katakan, hanya saja sepatunya berasap. Dan ibunya tahu persis anaknya yang paling besar ini tidak punya banyak waktu.

"Dengar, sembunyi dan bawa adikmu pergi, terus lari dari kejaran ayahmu." Pinta Ibu, nathan kalang kabut, 5 menit terasa sangat sebentar, si ibu melepaskan kalung berbandul butiran salju dari lehernya.

"I-ibu." Nathan menatap wajah ibunya bergantian dengan asap yang membuat tubuhnya terkikis jadi abu, kedua wajah mereka mengucur deras air mata. Tubuh Nathan perlahan sudah setengahnya menjadi asap, ibu memberikan Kalung itu ke genggaman nathan.

"Katakan pada adikmu untuk tidak nakal, anak pintar, aku menyayangi kalian semua, dan maafkan ibu." Jelas si ibu, dia mengusap wajah nathan.

"Ibu, aku belum sempat bicara."

"Ibu."

"Ibu!" Teriak nathan, semunya terasa memudar.

Anna penuh peluh begitupun nathan, terus beteriak hingga lilinya mati sendiri dan Nathan bangkit.

"Ibu?" Nathan mengedarkan pandangan, 5 menit apanya, kehangatan yang baru saja dia kecap menjadi dingin dan mencekam lagi. Ada yang menusuk jantungnya saat ini, perih dan sesak di dada hingga tiga raga memberondong jiwa yang terisak lagi, bukan cuma psikopat tidak kenal ampun, tapi keempat orang serempak menangis untuk dirinya.

Anna memberi mereka beberapa puluh detik untuk menumpahkan kesedihan dalam saling berpelukan.

"Ini." Dia gemetar menyodorkan sesuatu yang ada di kepalannya. Nathan menerima pemberian anna, yaitu sebuah bandul kalung butiran Salju. Tidak bisa mengambil utuh dengan talinya meski anna sudah berusaha, tenaga habis terkuras semua termasuk energi miliknya.

Hingga ia Tidak sadarkan diri.

To Be Continued...