webnovel

Jaman Sekarang Masih Ada Gitu Perjodohan?

"Bisa jelaskan dia siapa?" Seorang pria bertubuh tinggi, berperawakkan setengah lokal dan setengah bule, hidungnya mancung kayak pelosotan anak SMA.

"Istriku," ucap Dhika dengan suara seperti dengungan nyamuk yang ganggu orang tidur pas lagi nyenyak-nyenyaknya.

Pria bernama Patrick itu terjingkat kaget dengan apa yang ia dengar, untung aja nggak teriak histeris, waktu dia di telpon sahabat masa remaja ini, dipikirnya yang akan ia periksa itu si 'ehem' nyatanya anak bayi.

"Sejak kapan lo jadi pedofil?" Analisis Patrick yang membagongkan membuat Dhika meliriknya tajam, kata itu mengingatkannya dengan Mira anak penjaga villa keluarga Arysilla.

Persis kayak muka Patrick gini horornya natap dia, bedanya gadis desa itu nggak berani terang-terangan seperti sahabatnya.

"Dia udah cukup umur untuk menikah, jadi aku bukan pedofil." Ketus Dhika dengan muka nggak santai.

"Walaupun gitu tapi umur kalian jauh banget bro," ucap Patrick yang tetap harus menang dengan analisisnya.

Dhika berdecak malas lalu menggeret sahabatnya keluar dari kamar gadis itu, bisa semakin histeris Arsyilla jika sadar melihat ada dua pria di dalam kamarnya di saat dia tidak sadarkan diri.

"Lo, harus jelaskan sama gue apa yang terjadi." Kedua pria itu sudah duduk di sofa ruang tamu.

"Rahasiakan,  kalau sampai statusku kesebar, tanggung akibatnya." Peringatan keras dari Dhika tentu di dengar dengan sahabatnya itu, ia cukup tau segila dan setega apa Dhika kalau di kecewakan.

"Tenang aja, mulut gue nggak lemes kok." Selama bersahabat dengan Dhika dari masa belum bhaligh dia tidak pernah mendengar Dhika mengatakan lo-gue.

Damage anak billioner emang beda, pikirnya.

"Sekarang, jelasin." Tuntut Patrick.

"Intinya pernikahan ini terjadi karena kami jodohkan." Patrick cengok, hari gini masih ada dunia perjodohan jadul? Kalau pun ada, masa iya sih si Dhika orangnya? Demi dia yang udah nggak perjaka, hal ini sulit di percaya dengan otak dan hati.

"Lo di jodohin? Dan lo mau?" Muka kaget Patrick sumpah ngeselin banget.

"Aku punya alasan menyetujui pernikahan ini." Patrick mencoba menebak-nebak apa alasan sahabatnya yang keras kayak karang gigi dua puluh tahun bersemayam dalam mulut ini bisa dengan mudah mau di nikahkan dengan alasan yang masih misteri.

"Lo harap gue percaya gitu?" Tanyanya remeh.

"Tidak." Ngobrol sama Dhika ini emang nggak bisa santai.

"Apa alasan lo yang paling masuk akal? Selain dia cantik and cute banget." Kayak kucing pengennya di manja dan di uwel-uwel terus.

"Cute?" Dhika mengulang kata terakhir, sahabatnya ini belum ngadepin Arsyilla dalam keadaan sadar dan aktif, jamin sahabatnya itu menarik lagi kata-katanya.

"Kondisinya?" Tanya Dhika mengabaikan pujian yang di lontarkan Patrick untuk istrinya.

"Nah itu juga gue penasaran, tu anak pingsan karena ketakutan, mungkin dia baru mengalami hal yang paling ia takuti, lo maksa dia ya? Parah kalau iya."

"Hal yang paling dia takuti?" Ulang Dhika. Ia tidak memperdulikan tatapan menuduh sahabatnya, tidak penting.

"Jawab dulu pertanyaan gue." Paksa Patrick.

"Aku bukan pedofil atau pemerkosa." Tegasnya.

"Gue percaya." Semudah itu dia percaya buat apa nanyak sampek maksa?

"Misalnya lo takut kecoa, nah lo tanpa sengaja megang kecoa." Contoh yang di berikan Patrick yang notabenennya seorang dokter tidak mencerminkan sama sekali profesinya.

Pikiran Dhika melayang mengingat sikap aneh istri kecilnya itu, tapi dia tidak menemukan sikap yang mencurigakan, karena gadis itu akan selalu menggila jika melihat dan berdekatan dengannya, kecuali tadi sebelum pingsan gadis itu menggumamkan kata aneh yang membuat alisnya tertaut sempurna.

"Ya, gue di kacangin." Patrick yang berniat keliling penthouse langsung di usir pria itu tanpa rasa pripersahabatan mereka dari remaja, belum baligh lagi.

Waktu sunat ngerasain tu sakitnya bareng, walau cuma di yang nangis kejer. Andai saat itu dia di America tempat sang Ayah berasal, pasti masa depannya nggak di potong.

Jika mengingat hal itu dia histeris sendiri, meski dia bangga dengan tampilan masa depannya yang sekarang, menurutnya sangat jantan.

"Rahasiakan ini." Terdengar bunyi pintu yang berdebam keras tepat di muka Patrick, dia juga ngerasain rambutnya bergoyang karena angin, efek dari hantaman pintu yang di tutup kuat si Dhika.

"Emang kawan lucknut!" Jeritnya sambil mengeluarkan ponsel untuk mengecek notifikasi yang baru bunyi, "tapi sayang." Suaranya di buat semenjijikkan mungkin dan wajahnya yang mesem-mesem melihat layar ponsel. Notifikasi tadi menampilakan saldo rekeningnya yang bertambah tiga ratus juta yang di transfer oleh Dhika.

Kalau tiap hari gini cepet kaya dia, walaupun pria itu juga sangat kaya, tapi siapa yang nggak mau duit cuma-cuma di dunia inii. Periksa dikit dan jaga rahasia dapat duit banyak.

***

Dhika kembali kekamar gadis itu untuk mengeluarkan semua alat tempur bertahan hidupnya Arsyilla, tidak perduli jika besok gadis itu meronta sampek kayang, lagipula sejak kapan seorang Dhika perduli?

Dia akan menghajar istrinya, berani sekali  kamar mandi di jadikan dapur darurat, seumur hidupnya dia tidak pernah bertemu manusia seajaib istrinya.

Tenaga pria itu terkuras habis mengeluarkan semua benda dari kamar Arsyilla, masalahnya dia harus naik turun tangga demi mengosongkan tempat itu. Tidak satupun dia sisakan sebagai kenang-kenangan.

Yang membuatnya semakin kesal, semua makanan instan dan minuman soda, tidak ada makanan yang bergizi satupun, ingat satupun.

Pintu apartement berbunyi, menampilkan Boy di balik pintu yang di buka Dhika.

"Bawa semua benda itu." Boy melihat barang di belakang tubuh Dhika, alisnya mengerut.

"Pastikan nyonyamu tidak membelanjakannya ulang." Tegas pria itu, ia memberikan ruang agar Boy bisa masuk untuk melihat barang yang terletak dalam lima kotak besar.

"Baik, bos." Boy yang belum tau isinya apa hanya menuruti, nanti akan dia periksa.

"Apa yang dia tonton di bioskop?" tanya Dhika yang bersandar di dinding untuk mengumpulkan kembali tenaganya.

"Film horor, menurut dua sahabatnya." Boy mulai mengangkat kotak-kotak keluar.

"Apa ada yang aneh?" Dhika melihat Boy mondar-mandir tanpa berniat membantu, pria yang sudah memakai pyama di balik jaket kulitnya. Pria itu tidak sempat mengganti celana karena panggilan darurat bosnya.

"Nyonya seperti orang ketakutan, dan dia bertanya apa saya psikopat." Capek juga Boy kerja sendiri, apalagi kotaknya berat. Di tambah bosnya ngajak bicara.

****

Pagi harinya suara menggelegar Arsyilla menggema, gadis itu turun dengan rambut singanya, ia berniat mandi saat sudah terbangun, tapi yang ia lihat harta karunnya kandas tak bersisa, ia berasa di rampok saat tidak berdaya.

"Bapak ngapain masuk kamar saya?!" gadis itu turun dengan penampilan acak adul, dia tidak menyadari ada Boy di ruang tamu yang menunggu untuk mengantarnya kesekolah.

Dhika melirik asistennya itu, lalu pria itu berniat pergi sebelum Arsyilla menyadari pergerakkan pria ayng di anggapnya baik.

"Pak Boy! Berhenti, jangan pergi." Tubuh Boy terdiam kaku, ingin berbalik atau tetap terus jalan. Mata Arsyilla kembali melihat suaminya yang duduk dengan santai di meja makan.

"Kenapa masuk kamar saya? Lupa dengan perjanjian? Jadi orang itu bisa di pegang dong janjinya."

"Kamu pingsan, jika saya biarkan sangat tidak manusiawi, jika saya bawa kekamar saya, kamu akan mengira saya mengambil keuntungan, jadi opsi terbaik saya masuk kamar kamu." Dhika menatap istrinya yang sangat mengerikan, tapi entah kenapa jadi lucu dimatanya.

"Bapak pikir saya percaya?"

"Tidak."

"Kan ada sofa ruang tamu, bisa taruh saya di situ."

"Tubuhmu berat jika saya harus turun sepuluh anak tangga, lebih baik naik lima anak tangga."

"Terus semua isi di kamar mandi saya, bapak juga kan yang punya ulah?"

"Kalau saya bilang itu kerjaan hantu, kamu percaya? Atau psikopat." seketika otak Arsyilla traveling, mata takutnya tertangkap oleh Dhika.

"Hantu nggak bisa pegang barang, dan psikopat? Kurang kerjaan banget dia bawa barang nggak berguna begitu." Hati udah gelisah, menatap Dhika dan Boy yang masih memunggungi dengan tatapan curiga.

"Hal yang manusia normal pikir tidak berguna, bisa jadi menurut psikopat itu sangat penting." Suara serius pria itu sungguh buat Arsyila kebelet kencing. Dengan segera dia berlari kekamarnya, mulutnya menyumpah serarapah pria itu.

selamat membaca ya, tinggalkan jejak komentar sayang kalian, kami sangat bahagia untuk itu. semoga kita selalu sehat dan bahagia dimanapun dan kapanpun.

we love u guys :)

Ardhaharyani_9027creators' thoughts
Next chapter