webnovel

Pemandangan Yang Menghibur.

"Paul?"

"Ya ampun, Mila! Gue kangen banget sama lo!"

Perempuan bernama lengkap Kylie Paulina itu langsung memeluk Mila tanpa aba-aba, membuat yang dipeluk justru terdiam di tempatnya.

"Kok bengong sih, Mil? Lo gak kangen gue ya?" tanyanya, dengan nada tajam yang bisa membuat siapa saja takut dengan perempuan bertubuh tinggi dan kekar itu.

"Apa sih! Ya gue juga kangen lah sama lo, cuma gue kaget aja lihat lo ada di sini. Lo kerja di sini juga?"

Paul mengangguk. "Iya, gue staf keuangan di sini. Gue dengar dari Vega, lo juga ngelamar di sini sebagai admin keuangan?"

Giliran Mila yang mengangguk membenarkan. "Iya."

"Bagus dong kalau gitu! Berarti kalau lo diterima, lo kerjanya bareng sama gue. Duh seneng banget!"

Paul merasa antusias mendengarnya, membuat Mila juga tersenyum melihat tingkah sahabatnya.

"Oh iya, Vega di mana?"

"Vega? Dia masih sibuk. Biasalah, Ibu Manager HR. Paling dia lagi sibuk ngurusin berkas calon karyawan yang tes hari ini. Mending kita ke cafe depan yuk, nanti gue suruh Vega buat nyusul." Paul memberikan saran, membuat Mila segera menganggukkan kepala.

"Okelah, yuk!"

***

"Gila ya, kita udah lama banget loh gak ketemu," ujar Paul, mengingat berapa lama mereka sudah tidak berkumpul seperti saat ini.

"Bener banget. Kapan sih kita terakhir kali ketemu? 3 bulan lalu ya kayaknya?" Mila menanggapi perkataan sahabatnya.

"Iya sih, waktu reuni SMA di restoran itu deh!"

Mila menjetikkan jarinya, lalu berkata, "Ah, yang lo mabuk itu?"

"Bukan cuma mabok dia, tapi juga nepukin pantat semua temen cowok yang datang ke reuni. Jadi pada kabur semua dong, karena takut cewek sekekar Paul nepukin pantat mereka!"

Kalau ini jelas bukan Mila yang ngomong, tetapi Vega, yang baru juga datang langsung menyambar, masuk ke dalam pembicaraan. Mana yang dibahas soal hal krusial lagi.

Spesies aneh 'kan Vega ini?

"Sialan lo, Ga! Yang diinget kenapa harus itu, sih?"

Paul mengumpat Vega karena kesal. Berbeda dengan Mila yang hanya tertawa di tempat melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Mila benar-benar merindukan mereka. Merindukan bagaimana anehnya pikiran Vega dan juga kehebohan Paul.

"Ya gimana dong, orang yang paling berkesan itu!" kata Vega dengan santainya.

Membuat emosi Paul semakin terpancing. "Berkesan pala lu! Ngomongin pantat mana ada yang berkesan?!"

Mila semakin tertawa lebar mendengar perkataan Paul barusan. Jangan terkejut dengan pembicaraan mereka, karena kalau sudah bertemu, mereka memang selalu begitu. Jujur dan terbuka.

Bahkan karena saking terbukanya sampai terdengar sedikit vulgar. Jadi akan lebih baik jika kita akhiri pembicaraan disini saja.

"Eh sudah sudah! Kalian ini kalau udah ketemu kebiasaan deh. Udahlah gue mau pesan minum aja. Kalian mau nitip?"

Mila berinisiatif untuk memisahkan kedua sahabatnya itu sebelum mereka berdebat lebih lanjut.

"Gue frappuccino ya! Lo apa, Ga?" tanya Paul ke Vega.

Sementara Vega justru berdiri dari tempatnya, lalu berkata, "Gue ngikut Mila pesan deh. Lo cuma titip minum?"

"Ya kalau lo yang bayarin, gue mau spaghetti sekalian deh!" kata Paul sembari menunjukkan deretan gigi putihnya, tersenyum lebar.

Vega mendengkus. "Emang siapa yang mau bayarin lo?"

"Pelit banget sih Ibu Manajer ini, orang cuma berapa ratus ribu sih?!" balas Paul.

"Yaudah gue yang bayarin deh, yuk!" putus Mila pada akhirnya.

"Eh gak usah! Gue aja yang bayar."

Vega sengaja berjalan lebih dulu agar Mila tidak mendahuluinya untuk membayar pesanan mereka.

"Heran deh gue sama si Vega, kenapa dah kalau sama lo baik banget, beda kalau sama gue," keluh Paul, sementara Mila lagi-lagi hanya tertawa.

Mila tahu Paul hanya bercanda, tidak sungguh-sungguh dengan perkataannya.

"Yaudah gue pesan dulu ya?" ujar Mila sebelum dia benar-benar menyusul Vega yang sudah berdiri di depan kasir.

"Caramel Macchiato masih jadi kopi kesukaan lo, 'kan?" Mila mengangguk atas pertanyaan Vega barusan.

Setelah itu, mereka berdua berdiri tidak jauh dari meja kasir untuk menunggu pesanan.

"Oh iya, kabar nyokap lo gimana, Mil? Sehat 'kan?" tanya Vega memulai pembicaraan.

Mila kemudian mengangguk menanggapi. "Sehat kok."

"Akhir-akhir ini masih sering ngeluh sakit?" Vega menanyakannya karena dia tahu bagaimana keadaan mama Mila.

"Iya, kalau lagi capek aja. Tapi udah gak terlalu sering." Hanya itu jawaban dari Mila.

Sebenarnya dia tidak terlalu suka dengan pembahasan ibunya, sebab itu akan membuatnya sedih saat memikirkannya.

"Pesanan atas nama Nona Vega ..."

Perkataan itu membuat Mila segera melangkah menuju meja di mana pesanan mereka berada. Namun, karena Mila tidak fokus setelah pembicaraan mengenai mamanya, Mila mengambil salah satu pesanan yang tertera nama lain di bagian kertasnya.

"Maaf, Mbak, tapi itu kopi milik –"

Byurr ...

Mila tanpa sengaja menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke dalam mulutnya pada pria yang menepuk pundaknya tadi. Dia reflek melakukannya karena rasa pahit yang menyiksa tenggorokannya.

"Eh eh maaf, Mas. Ya ampun!"

Mila segera menaruh kopi dan juga pesanannya yang lain di meja yang terletak tidak jauh darinya, kemudian mengambil tisu yang berada di sana.

"Aduh maaf ya, Mas. Saya gak sengaja," ujar Mila seraya mengelap bekas semburan kopi pada jas abu-abu yang dikenakan oleh pria itu dengan tisu di tangannya.

"Mbak, biar saya sendiri yang – aduh!"

Pria itu kembali mengeluh saat tangan Mila justru berakhir menimpuk dagu pria itu, saat pria itu tiba-tiba memegang tangannya.

"Eh eh, kan. Aduh, Mas! Tangannya mau ngapain sih? Mukanya jadi kena tangan saya kan itu!"

Lah, jadi Mila yang marah-marah dong, padahal dia yang menimpuk. Sebenarnya, pria itu hanya ingin mengusap bekas kopinya sendiri.

"Mbak, saya bisa melakukannya sendiri," ujar pria itu pada akhirnya, membuat Mila mendongakkan kepala.

Dan saat netranya bertemu dengan bola mata hazel milik pria itu, Mila mengakui bahwa pria itu … sangat tampan!

"Mbak?"

Nah, kan. Mila sampai melamun saking terpesonanya dengan wajah tampan pria di depannya.

"Eh eh! Iya, Mas, maaf."

Mila segera menyerahkan beberapa tisu di tangannya kepada pria itu, membuat pria itu segera mengelap bekas semburan kopi di wajahnya karena ulah Mila tadi.

"Mil, lo kok lama bang – Eh Pak Noah?"

Vega datang dari arah belakang Mila, kemudian terkejut saat melihat kehadiran atasannya juga di sana.

"Lo kenal, Ga?" bisik Mila, mendekat ke Vega yang berdiri tidak jauh darinya.

Vega lalu mengangguk. Namun, sebelum dia berhasil meneruskan perkataan, pria yang dipanggil Noah oleh Vega itu berkata, "Tadi, saya hanya ingin memberi tahu bahwa kopi yang kamu bawa itu punya saya," ujarnya, seraya menunjuk kopi yang memang sudah beralih ke tangan Mila.

Membuat Mila seketika merasa bersalah saat kopi di tangannya tertulis nama 'Noah'.

"Maaf, Mas, saya nggak tahu. Oh iya, ini kopinya," ujar Mila, memberikan kembali kopi itu pada pemiliknya. Sementara Noah hanya termenung di tempat.

Bagaimana bisa perempuan itu menyerahkan kembali kopi yang sudah dia minum?

"Eh maaf, harusnya saya ganti kopinya, ya? Sebentar Mas, biar saya pesankan dulu."

Mila sudah akan beranjak dari tempat sebelum Noah kembali menahannya. "Nggak perlu, Mbak. Lain kali, lebih hati-hati ya? Saya duluan ya, Vega!"

"Oh i-iya, Pak."

Vega menjadi ikut tegang karena takut kalau sampai atasannya itu marah.

"MILA! LO HABIS NGAPAIN PAK NOAH OMG?!"

Paul datang-datang langsung heboh, karena sebenarnya dari tadi dia juga melihat kejadian itu dari jauh.

"Bisa selow aja gak ngomongnya? Kuping gue pengang tauk!" Itu Vega, mengungkap kekesalannya.

"Memang itu tadi siapa? Partner kerja kalian?" tanya Mila dengan polosnya.

"Yakali partner kerja sekeren itu, Mil. Kalau partner kerja mah gue gak akan seheboh ini."

"Terus?"

Mila masih belum mendapat jawaban dari pertanyaannya.

"Dia atasan gue sama Paul, Mil. Namanya Pak Noah, direktur operasional di perusahaan yang akan jadi atasan lo juga kalau lo keterima."

"WHAT?!" pekik Mila terkejut.

"MATI DONG GUEEE! HUA VEGAA, PAUL, GIMANA INI? MAMPUS MAMPUS! ADUH GIMANA DONG?! INI GIMANA?! KALIAN JANGAN DIEM AJA DONG! BANTUIN GUE?!"

Mila auto panik setelah mendengar perkataan sahabatnya, sementara Paul dan Vega hanya bisa terdiam di tempat.

Si Mila itu kelihatannya saja diam, tetapi kalau sudah panik, hebohnya ngalahin Paul dengan suara melengkingnya.

Tanpa mereka ketahui, Noah justru tersenyum di tempat saat melihat reaksi kepanikan perempuan yang sudah dengan berani menyembur dan menimpuknya tadi.

Dia bersyukur karena memutuskan ke toilet lebih dulu untuk membersihkan noda di jasnya sebelum kembali ke kantor. Karena dengan begitu, dia bisa melihat pemandangan yang menghiburnya saat ini.