webnovel

Melamar Pekerjaan.

Seminggu yang lalu …

Mila sedang sibuk mencari lowongan pekerjaan di berbagai situs pelamar kerja seperti jobstreet, karir.com dan semacamnya saat mendadak ponselnya berbunyi. Tampak di layar ponsel salah satu nama sahabatnya, Vega Indira.

"Iya, Ga?" sahut Mila pertama kali saat mengangkat panggilan dari Vega.

"Gue denger lo baru resign kerja. Beneran?" tanya Vega mendesak, asal menyahut seperti petasan, tanpa halo atau mengucap salam.

"Iya, lo tahu dari mana? Nyokap gue pasti," tuduh Mila. Tidak mungkin ada orang lain yang memberitahu Vega, karena hanya ibunya yang mengetahui masalah ini.

Jadi, Mila yakin ibunya yang menghubungi Vega untuk meminta bantuan agar dia bisa mendapatkan pekerjaan segera.

"Yupss! Lo kenapa, sih, ke luar dari tempat kerja yang lama? Bukannya lo bilang udah nyaman di sana?" tanya Vega penasaran.

Mendengar pertanyaan itu, Mila justru memutar bola matanya malas, dia sedang tidak dalam mood baik untuk membahas itu.

"Adalah pokoknya. Ah, ngomong-ngomong, di perusahaan lo lagi ada lowongan kerja nggak?"

"Kemarin ada, nggak tahu lagi kalau sekarang. Bentar gue cek dulu!"

Mila tidak menjawab, memilih untuk menunggu sahabatnya sampai selesai menuntaskan kegiatannya.

"Nah, ada nih! Tapi lowongan telemarketing, gimana?"

"Kok telemarketing, nggak ada lowongan lain?"

"Bentar, gue cari dulu."

Mila lagi – lagi harus menunggu Vega menyelesaikan kegiatan. Semoga dia mendapat kabar baik setelah ini.

"Eh, ada lagi! Dan … kayaknya ini cocok sama lo."

"Asyik! Apa? Bagian apa?"

Mila menjadi lebih antusias dari sebelumnya, karena Vega berkata mungkin ada lowongan pekerjaan yang cocok untuknya.

"Admin keuangan, sama kayak pekerjaan lo di perusahaan sebelumnya, 'kan?"

"Cakep bosku!" Mila mengeluarkan senyum lebarnya, sebelum, "Eh tapi ..."

"Tapi apaan?" Mila berubah was-was.

"Due date lowongannya terakhir besok. Lo buruan apply deh, gue kirimin alamat email untuk mengirim lamarannya, ya. Tahap pertama, tes administrasi dulu. Jadi, lo kirim lamarannya lewat email, terus nanti kalau lolos, baru tes tahap selanjutnya. Gimana?" jelas Vega, memberikan arahan pada sahabatnya.

Mila lalu menghela napas di tempat. "Seribet itu, ya?" tanyanya.

Di seberang telpon terdengar Vega mendecakkan lidahnya. "Hello Mila! Lo lupa gue kerja di perusahaan apa? OXA Group sist, perusahaan terbesar di Indonesia dengan cabang perusahaan di mana-mana. Ya, wajarlah kalau mau ngelamar kerja aja ribet."

"Yaudah deh, gue siapin berkas lamaran gue dulu. Terus nanti gue apply ke emailnya."

"Good! Itu baru namanya sahabat gue. Yaudah gue kirim alamat e-mailnya lewat chat, ya?"

"Iyaa! Makasih banyak udah mau bantuin gue, ya, Ga! I Love you so so so so much pokoknya!"

"Halah! Bahasa lo kayak sama siapa aja, sih, Mil! Selow keles, kapanpun lo butuh bantuan, gue pasti bantu!"

"Terbaik memang sahabat gue satu ini!"

"Yaudah, buruan siapin berkas lamarannya. Nanti keburu lupa lagi. Lo kan masih belum tua tapi sudah pikun!"

"Kurang ajar ya, nih, bocah! Kalau ngomong kok suka bener hahaha!"

"Ya udah sana! Masih nongkrong aja lo di telpon!"

"Ya ampun galak bener! Yaudah, bye bye zheyeng!"

"Bye bye Fever!"

Setelah itu, panggilan dari Vega berakhir, dengan Mila yang masih menertawakan balasan terakhir dari sahabatnya.

Vega, sahabatnya yang satu itu memiliki apapun yang tidak pernah Mila punya. Mulai dari kecantikan yang sempurna, popularitas yang luar biasa, dan juga kekayaan yang melimpah. Tetapi, sayang otaknya memang agak bermasalah.

Contohnya, seperti di telepon tadi, mau ngomong bye bye too aja, jadi bye bye fever. Plesetan yang sayangnya bikin Mila tertawa sampai guling – guling, memang sereceh itu tingkat humornya. Dasar si Vega itu, cantik-cantik tapi agak gila.

Ups.

Kalian jangan ada yang melaporkan ini ke Vega, ya! Kalau nggak, bisa habis si Mila!

"Anak mama kok kelihatannya lagi happy banget. Ada apa, Sayang? Coba cerita ke mama dong!"

Mama Mila datang dari arah dapur, duduk di samping Mila yang sedang nongkrong di sofa ruang tamu rumahnya.

Mila tersenyum, lalu mendekatkan diri pada sang mama. "Tadi Mila habis telponan sama Vega, Ma. Dan katanya ada lowongan pekerjaan di perusahaannya yang cocok buat Mila."

"Wah, bagus dong, Sayang! Yaudah, sekarang kamu siapkan dokumen keperluan untuk lamaran kerjanya, ya? Mama mau siapin makan malam dulu," ujar Daisy – mama Mila – seraya mengusap lembut surai hitam kecoklatan milik putrinya itu.

"Yaudah, tapi mama gak boleh capek-capek ya? Nanti kalau mama sakit lagi, Mila jadi sedih."

Daisy tersenyum, kemudian mengangguk. "Iya. Mama janji gak akan sakit lagi. Mama doakan kamu bisa diterima ya, Sayang."

"Amin ... Makasih ya, Ma. Mila sayang banget sama mama," ucap Mila, memeluk mamanya sekali lagi.

"Mama juga sayang banget sama kamu, Nak," ujarnya, membalas pelukan putrinya lebih erat.

Setelahnya Mila segera beranjak dari tempatnya untuk menuju ke kamar sebelum ...

"Oh iya, jangan lupa pakai sepatu yang mama belikan buat kamu kemarin ya!"

Mila mengernyitkan dahi mendengar perkataan sang mama. "Sepatu yang high heels itu?!"

"Iya dong. Kalau gak pakai high heels mau pakai apa?"

"Harus banget ya, Ma? Nanti kalau kaki Mila lecet, atau Mila tiba-tiba jatuh pas jalan gimana? Mama gak kasihan apa sama anak mama yang cantik ini? Kan Mila udah lama gak pakai high heels."

Mila sengaja mengeluarkan jurus andalannya, dengan mempoutkan bibir dan membulatkan matanya lucu agar mamanya mau menurutinya.

Tetapi, "Hei, mama tidak menerima penolakan, Sayang. Pokoknya kamu harus pakai itu, biar makin kelihatan cantiknya."

"Tapi Ma ..."

Mila masih mencoba memelas.

"Atau mama gak mau masakin lagi buat kamu ya?"

Dan Mila menyerah kalau mamanya sudah mengancam begitu. Mana bisa Mila hidup tanpa memakan masakan mamanya? Oh, dia jelas tidak bisa!

Masakan mamanya bagi Mila seperti kenikmatan dunia yang nyata. Jadi, dia terpaksa menurut.

"Iya deh iya, demi masakan terbaik sedunia. Mama mah gitu, sama anak sendiri tega!" omel Mila, berjalan ke kamarnya sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Membuat Daisy hanya tertawa melihat tingkah putri semata wayangnya itu. Sudah mau berumur 23 tahun, tapi tingkah lakunya masih seperti anak kecil.

Mila ... Mila ...

***

Kemarin malam, Mila mendapat pesan whatsapp dari bagian HRD OXA Group Company. Kemudian Mila segera menyiapkan dirinya dengan baik untuk menjalani tes tahap kedua yang kata Vega adalah tes IQ. Dengan mengenakan kemeja putih dan celana hitam yang dibalut oleh blazer, Mila berangkat untuk menjalani tesnya

Sampai di depan gedung OXA Group, tangannya bergerak merapikan baju dan juga rambutnya. Lalu dengan semangat, dia melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung perusahaan yang terlihat megah dari luar itu.

Setelah Mila masuk ke dalam gedung itu, dia dibuat takjub dengan desain interiornya. Semua terlihat sangat megah, indah dan juga berkelas. Kemudian Mila berjalan menuju resepsionis untuk menukar KTP-nya dengan ID Card pengunjung.

Mila melakukannya sesuai dengan arahan Vega yang diterima melalui whatsapp-nya tadi pagi.

Kemudian dia segera menuju lift untuk naik ke lantai 10 sesuai arahan mbak-mbak resepsionis yang ditemuinya. Saat Mila keluar dari lift, matanya berhasil membulat saat melihat banyaknya pelamar kerja yang berpakaian hampir sama dengannya, pakaian berwarna hitam dan putih.

Tiba-tiba Mila merasa tidak percaya diri karena latar pendidikannya yang hanya sebatas lulusan SMA. Tetapi, dia tidak bisa menyerah begitu saja.

Demi sang mama, Mila rela melakukan apa saja.

Sepuluh menit menunggu, akhirnya Mila masuk ke ruang tes bersama pelamar kerja yang lainnya. Setelah waktu berjalan selama dua jam, Mila berhasil menyelesaikan tesnya. Bahkan hanya tes IQ saja sudah bisa menguras seluruh tenaganya hari ini.

Perusahaan itu benar-benar.

"Mila!" Sapaan seseorang membuat Mila menolehkan kepala ke sumber suara. Dia terkejut saat melihat sosok itu.

Next chapter