webnovel

Menerima Kenyataan

Mata Sisi tertuju pada buku yang tadi membuatnya terjatuh. Sebuah  buku mata pelajaran Sains SMA atau buku 10 tahun yang lalu, saat Sisi berada di kelas 3 SMA.

"Berarti aku benar-benar berada di  10 tahun yang lalu? Aku terlahir kembali, bagaimana dengan Raka?" gumam Sisi.

Sisi lalu berbicara mengenai keadaan yang diinginkannya. Di mana selama 5 tahun bersama Raka. Raka yang telah dibuat menunggu olehnya. Tentang hari di mana mereka berdua sudah sepakat, untuk mencatatkan  pernikahan di kantor catatan sipil. Kemudian Sisi berpikir apa yang harus dilakukannya untuk kembali kepada Raka? Dan bagaimana caranya kembali.

Setelah berpikir, Sisi lalu bertindak cepat. Sisi berbalik dan bermaksud mengunci kamarnya.

"Aku terlahir kembali dalam tidurku? Bisakah aku kembali tidur lagi dan kembali kepada 10 tahun yang akan datang?" tanya Sisi.

Sisi lalu naik ke tempat tidur dan tanpa ragu-ragu menutupi dirinya dengan selimut. Di dalam ingatannya hanya ada sosok Raka.

Sisi sibuk dengan pikirannya. Tentang wajah Raka yang terpahat sempurna, tampan. Sisi juga memikirkan betapa banyak cinta dan perhatian laki-laki itu terhadapnya. Tentang kesabaran Raka saat menemani dan merawatnya selama 5 tahun ini. Dan semakin Sisi memikirkannya, semakin dirinya merasa cemas. Lalu karena semakin cemas, Sisi malah tidak bisa tidur!

"Aku harus kembali kepadamu, Raka! Aku ingin ada di sisimu!" tekadnya berusaha keras menarik selimut lagi.

Sisi menutupi kepalanya. Sisi terus mencoba menenangkan diri, agar bisa tidur lebih nyenyak.

"Hai ada apa dengan Nona muda kedua kita? Apa dia masih menolak untuk bangun, meskipun sudah sangat siang? Haruskah kita membiarkan kerabat dan teman kita melihat betapa malasnya nonamuda kedua kita?" Sebuah suara yang sangat tajam dan lantang menuju pintu kamar tidur Sisi.

Itu adalah suara Maria, Ibu Sisi. Wanita itu ternyata bisa membuka pintu dalam satu kali hentakan. Kemudian selimut yang menutupi kepala Sisi ditarik dengan kasar.

Selanjutnya dengan segera, Sisi melindungi matanya dari sinar matahari yang menyilaukan.

"Sisi apa yang kamu lakukan? Masih berbaring di tempat tidur sesiang ini? Bukankah kamu berjanji kepadaku untuk bersiap-siap dengan segera? Bagaimana kamu bisa kembali ke tempat tidur? Apakah kamu babi atau apa?" kata Vanda dengan memasang wajah angkuh. Kini Vanda sudah berada  di hadapan Sisi.

Sisi berusaha duduk dengan perlahan dan memberitahu ibunya dengan suara yang lemah, "Ibu aku sedang sakit kepala!"

Namun Vanda malah mendorong tubuh kecil  Sisi, "Bodo amat! Bahkan jika kepalamu terbelah, kamu harus menanggungnya hari ini. Kamu berpura-pura sakit. Sementara seluruh keluarga Latuconsina dan keluarga Yudana akan datang. Bahkan paman ketujuh keluarga Yudana juga akan  datang. Sungguh akan begitu banyak tamu penting nanti. Dan jika kamu berani melakukan kesalahan aku tidak akan pernah memaafkanmu!"

Seperti tersadar suatu hal. Otak Sisi berpikir cepat. "Tunggu paman ke-7 keluarga Yudana. Bukankah itu Arka?" kata Sisi sangat terkejut. Bahkan mengabaikan  ancaman Vanda terhadapnya.

Maria menarik Vanda menjauh dari Sisi. 'Vanda jangan perlakukan adik perempuanmu seperti itu!" seru Maria hati-hati. "Mungkin Sisi akan meminta bantuanmu untuk pergi dan menemui tuan muda Yudana!" imbuhnya lagi.

Akibat mendengar perkataan Maria, Vanda lalu memelototi Sisi dengan ganas, bahkan matanya seakan hendak keluar. Sementara Maria menetap Sisi dengan senyuman manis yang memuakkan.

"Sisi apakah kamu berkata bahwa kamu sakit kepala? Apakah kamu ingin aku panggilkan dokter keluarga? Bagaimana kalau kita batalkan pesta ulang tahun ayahmu? Lagipula tidak adanya penting daripada kesehatan nonamuda kedua kita," kata Maria mencibir.

Mendengar itu Sisi lantas segera bangun dari tempat tidurnya, lalu mendekatkan diri pada Maria, "Ibu aku sudah merasa jauh lebih baik. Tentu saja kita tidak bisa membatalkan pesta untuk ayah."

Dengan tatapan yang menusuk Maria berkata, "Kau sendiri yang mengatakannya?" Sisi menjawabnya dengan anggukan, sambil menelan ludah.

"Vanda mari kita lihat gaun yang akan kamu gunakan!" kata Maria sambil berbalik untuk pergi. Namun saat di pintu, Maria berhenti sejenak dan menoleh kepada Sisi, lalu tersenyum. "Sisi karena kamu mengeluh sakit kepala, maka kamu harus meminta kakak perempuanmu untuk menemani tuan muda Yudana. Kamu hanya harus menunjukkan diri kamu sekali dan kembali ke sini untuk beristirahat. Kami tidak ingin kamu terlalu memaksakan diri sendiri." Saat mengatakan itu, suara Maria terdengar sangat lunak.

Namun Sisi bisa melihat mata Vanda yang berbinar cerah. Juga senyum yang menghias di bibirnya.

"Betapa bodohnya aku di masa lalu! Bagaimana mungkin aku tidak bisa melihat apa yang direncanakan oleh Ibu Maria dan Vanda!" kata  Sisi membatin dan merutuki kebodohannya.

"Ibu saya akan menyusahkan kakak perempuan saya, untuk menjadi tuan rumah dan menjamu tuan muda Yudana hari ini," kata Sisi cepat.

Senyum Vanda semakin cerah mendengar perkataan Sisi. Maria pergi dengan puas dan Vanda segera mengekori di belakangnya. Sisi lalu menutup pintu dengan lembut, menguncinya. Selanjutnya Sisi menyandarkan punggungnya ke pintu dan perlahan-lahan tubuh mungilnya luruh ke lantai. 

"Sepertinya aku terjebak dalam garis waktu ini. Aku tidak bisa kembali lagi!" desah Sisi hampir terisak.

Sisi mengambil buku Matematika yang terserak di lantai, dengan hatinya yang bergetar. Sisi ingat Maria dan Vanda telah menyabotasenya selama dua hari. Yaitu sebelum ujian masuk universitas.

Hingga Sisi sangat kehilangan kesempatan untuk masuk universitas terbaik di kota ini. Semua orang menganggap Sisi buruk. Sisi yang tidak punya masa depan yang baik. Karena Sisi harus puas dengan universitas biasa.

"Padahal aku harus menunjukkan kepada dunia, bahwa nona muda kedua dari keluarga Latuconsina ini memiliki kecantikan dan kecerdasan," keluhnya.

Bahkan beredar kabar bahwa Sisi telah menghabiskan begitu banyak uang untuk biaya kuliah, tetapi Sisi hanya berhasil masuk ke universitas biasa. Sementara Vanda berhasil masuk ke universitas bergengsi. Padahal jelas gosip itu salah. Karena Vandalah yang menghabiskan begitu banyak uang untuk kuliah, bukan Sisi!

Sisi melihat penampakannya dalam cermin lemari bajunya. Seorang wanita yang tengah duduk di atas karpet, baju tidur katun tua yang longgar, yang tidak bisa menyembunyikan sosok tubuhnya yang sintal. Dia tahu wajahnya tetap bersinar, meski tanpa riasan. Wajahnya sangat cantik.

Siti lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari-jari dan mulai berdiri. Sesuatu dalam hatinya telah terang dan Sisi harus segera memutuskan pilihannya.

"Aku telah kembali ke 10 tahun yang lalu. Aku masih belum menikah dengan David Yudana

 Dia tidak membuat ku hancur!" kata Sisi mengingat segala kesakitannya, sebelum disuruh bunuh diri oleh mantan suaminya, untuk menceburkan tubuhnya ke laut.

"Setidaknya aku masih nona muda kedua yang cantik, meski pengecut di mata keluarga Latuconsina. Aku tidak perlu menunggu sampai kehidupan berikutnya. Ini adalah versi terbaik dari Sisi Latuconsina. Kelahiran kembali ku. Aku harus bisa menjadi yang baik untuk Raka!" tekad Sisi.

"Tuhan telah memberiku kesempatan untuk memulai, untuk memenuhi janjiku kepada laki-laki yang aku cintai, Raka Harta Yudana. Mari kita mulai dari awal. Aku akan mempersembahkan semuanya kepadamu, dari diri seorang Sisi dengan versi terbaiknya. Karena kamu sangat pantas mendapatkan yang terbaik!" seru Sisi optimis.