webnovel

Kalau Saya Suka?

"Dim, gimana makan siang sama Asha kemaren?" tanya Anya saat mereka tengah menikmati sarapan pagi itu.

Dimas mendesis pelan. Ia pikir ibunya itu tidak akan membahas apapun lagi terkait Asha karena ia telah melakukan semua yang diinginkan oleh Anya.

"Nggak apa-apa, Ma," sahut Dimas singkat.

Lelaki itu segera memasukkan makanannya ke dalam mulut agar pembicaraan mereka terhenti di sana. Benar saja, setelah itu Anya sudah diam dan tidak bertanya lagi.

Usai menghabiskan sarapannya, Dimas berpamitan untuk berangkat ke kantor.

"Ma, Pa, aku berangkat dulu!" pamit Dimas bergantian menyalami Anya dan Abimana.

"Hati-hati ya Dim!"

Dimas menganggukkan kepala dan meninggalkan rumah.

"Halo, Ngga! Meeting pagi ini undur aja dua jam lagi ya!" Dimas berbicara di telepon.

"Iya Pak. Akan saya atur secepatnya," sahut Angga.

Setelah memberi perintah tersebut, Dimas memutus panggilannya. Mobil yang dibawanya melaju dengan kecepatan sedang.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Dimas ditemani dengan lagu-lagu galau yang diputarnya melalui flashdisk.

Tiga puluh menit kemudian, Dimas sudah sampai di kantor. Memarkirkan mobilnya di tempat biasa, lalu melangkah memasuki kantor menuju ruangannya di lantai delapan.

Di depan lift Dimas sempat berpapasan dengan beberapa karyawan perempuan. Mereka menyapa Dimas lalu berlalu pergi.

"Pak Dimas itu ganteng banget ya! Udah gitu, baik lagi. Nggak kayak bos-bos yang ada di cerita novel online," bisik Siska, salah satu karyawan di departemen pemasaran kepada temannya.

Dimas yang masih bisa mendengar bisikan itu dengan jelas hanya bisa geleng kepala. Lantas kemudian ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol dimana ruangannya berada.

TING!

Dengan langkah tegap Dimas memasuki ruangannya. Seperti biasa, di atas mejanya sudah ada tumpukan kertas yang menunggunya.

Dimas hanya tersenyum. Mungkin, ia adalah orang yang sangat jarang sekali mengeluh. Meskipun tak jarang, beban pekerjaannya bisa dikatakan tidak sedikit.

Dimas menggantungkan jasnya di stand, lalu ia duduk di kursinya. Baru saja Dimas duduk di kursi, deringan ponsel memecah kesunyian pagi itu.

Nama Arya terpampang jelas di layar, lantas Dimas segera menggeser ikon hijau dan menempelkan benda pipih tersebut di telinganya.

"Halo, Ar?" ucap Dimas.

"Lo dimana Dim?" tanya Arya.

"Jam segini lo pikir gue dimana?"

Suara gelak tawa terdengar di seberang sana sehingga membuat Dimas menggerutu kesal.

"Oke, gue tau lo lagi dimana Pak Bos."

"Kenapa? Ada apa nelpon gue jam segini?"

"Nggak kenapa-kenapa. Gue cuma mau ngajak lo makan siang aja."

Dimas mendesis pelan, "Ya udah. Nanti siang."

"Oke."

Panggilan telepon itu pun berakhir. Dimas menyimpan ponselnya dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

Padahal Dimas datang setiap hari ke kantor. Tetapi, nyatanya pekerjaan masih menumpuk dan harus segera diselesaikannya. Karena Dimas termasuk tipe orang yang tidak bisa tenang sebelum menyelesaikan apa yang menjadi tanggungjawabnya.

***

Asha baru saja selesai mandi. Ia sudah duduk di depan nakas dan seperti biasa, ia akan melakukan ritualnya setelah mandi.

Di saat Asha baru saja mengoleskan krim wajah ke wajahnya, ponselnya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Lantas Asha segera mengecek ponselnya. Kemudian ia langsung menggeser ikon hijau di layar.

"Apa Din?" tanya Asha to the point setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.

Dinda yang di seberang sana terdengar mendesis pelan mendapati pertanyaan Asha yang seperti itu.

"Ya elah, susah banget ya ngehubungin lo!" Dinda pun menyahut dengan nada yang tak kalah jutek.

"Ish! Apaan sih lo? Bukannya lo yang sibuk mulu?" sungut Asha kesal.

"Keluar yuk Sha!" ajak Dinda kemudian.

Asha memutar bola matanya. Kemudian ia melirik jam yang ada di dinding kamar.

"Oke. Dimana?"

"Tempat biasa aja. Gue tunggu lo di sana ya?"

"Oke!" Panggilan itu pun berakhir.

Asha segera bersiap. Berhubung ia tak punya kesibukan apa pun untuk saat ini, setiap ajakan keluar dari teman-temannya selalu ia sanggupi.

Tak butuh waktu lama, setengah jam kemudian Asha sudah berpenampilan rapi dan sudah siap untuk berangkat.

Dress selutut berwarna pastel itu pun membuat Asha tampil begitu segar dan cantik.

Asha menuruni anak tangga dengan langkah pelan. Ia mendapati Elen yang sedang duduk santai di ruang tengah.

"Mau kemana Sha?" tanya Elen heran karena Asha berpenampilan rapi.

Asha duduk di sebelah Elen. "Aku keluar sebentar ya Ma."

Elen mengerutkan keningnya, "Memangnya mau kemana? Sama siapa?" tanya Elen bertubi-tubi.

"Mau ketemu sama Dinda sebentar, Ma," sahut Asha enteng.

"Beneran sama Dinda?"

"Ya emang menurut Mama sama siapa lagi Ma? Aku kan nggak punya banyak temen."

Elen tersenyum simpul, "Mama kira mau ketemuan sama Dimas," lanjut Elen diiringi tawa pelan.

Asha mendengus kesal. Lagi-lagi Dimas harus dikaitkan dengan dirinya.

"Nggaklah Ma! Ngapain kami ketemuan?"

"Ya nggak salah dong Sha! Itung-itung saling mengenal sebelum menikah. Nggak salah juga kok," ujar Elen.

Asha hanya menanggapi dengan mengangkat bahunya tidak peduli.

"Aku berangkat dulu ya Ma. Takut Dinda udah nungguin," pamit Asha menyalami Elen.

Elen menggelengkan kepala. Masih tidak habis pikir dengan sikap putri semata wayangnya itu.

"Kamu hati-hati ya! Jangan lama-lama!"

Asha menganggukkan kepala. Lantas berjalan keluar. Ia segera menaiki mobil putih kesayangannya itu.

Asha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan ia ditemani dengan lagu-lagu kesukaannya.

Hingga tak terasa, Asha sudah sampai di depan sebuah kafe yang sudah sangat tidak asing lagi dengan dirinya.

Asha melangkah masuk setelah memarkirkan mobilnya.

Tanpa rasa ragu, Asha langsung masuk karena Dinda sudah mengirim pesan dimana ia berada. Dari jarak yang tak cukup jauh, Asha bisa melihat dengan jelas kalau Dinda sudah menunggunya di sana. Di meja yang biasa mereka gunakan kalau datang ke kafe itu.

"Sorry ya! Lo udah dari tadi?" ucap Asha begitu sampai di dekat Dinda.

Dinda hanya mendesah pelan, "Kalau lo yang telat mah, udah biasa Sha! Bukan jadi rahasia lagi. Karena lo, si ratu telat dari dulu," sungut Dinda kesal.

Asha tidak ingin terus-terusan berdebat dengan Dinda. Ia langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Usai memesan makanan dan minuman yang diinginkan. Asha dan Dinda kembali mulai mengobrol.

"Lo nggak kerja Din?" tanya Asha membuka pembicaraan.

Mengingat ini hari kerja dan jam kerja, Asha sedikit heran dengan Dinda yang tiba-tiba mengajaknya keluar.

"Lagi males Sha! Nggak semangat gue," sahut Dinda terdengar enteng sekali.

Asha hanya bisa geleng kepala dengan sikap sahabatnya yang satu ini.

"Iya deh, yang kerja tiap hari bagai kuda. Sesekali kan juga butuh hiburan, butuh refreshing. Kalau kata orang sekarang sih namanya healing," jelas Asha.

Dinda menganggukkan kepala menyetujui apa yang baru saja dikatakan Asha.

Tak lama kemudian, pembicaraan mereka terhenti karena pelayan sudah datang mengantarkan pesanan mereka.